Orang-orang berkumpul mengelilingi tubuh Dara yang tertabrak. Herra mencoba mendekatinya. Saat mendekat ke sana untuk melihat keadaan Dara. Seketika Herra melebarkan matanya. Bagaimana tidak, darah mengalir cukup deras dari kepalanya Dara. Walaupun sejahat apapun Dara padanya, tetap saja rasa kemanusiaannya tetap ada.
Herra begitu terkejut melihat Vian yang menangis histeris melihat Dara yang tertabrak. Ia memangku kepala Dara di pahanya. Herra merasakan hatinya berdenyut sakit. Padahal selama mereka berpacaran, Vian tidak pernah menangis untuknya. Apakah Vian dulu benar-benar mencintainya? Apakah Vian secepat itu melupakannya? Padahal rasa untuk Vian masih tersisa di hati Herra walau tidak sebesar dulu.
Tak terasa air matanya mengalir karena rasa sakit di dadanya. Namun, tiba-tiba Herra merasa terkejut karena ada tangan yang menyentuh bahunya. Ia melihat sosok Rizhan. Herra jadi mengingat kalau Rizhan yang tadi mendorong Dara ke tengah jalanan. Tapi bagaimana bisa? Bukankah ia tidak bisa menyentuh orang?
"Ri-Rizhan?"
Herra sedikit terkejut dengan wajah Rizhan yang terlihat dingin. Rizhan mengangkat tangannya dan mengusap air mata yang mengalir pada Herra.
Herra langsung menarik tangan Rizhan untuk pergi dari situ. Untung orang-orang sedang sibuk melihat kecelakaan itu, hingga tidak sadar dengan perbuatan aneh Herra.
Akhirnya mereka sampai di dalam kosnya Herra. Herra masuk lebih dulu ke dalamnya. Setelah mereka berdua masuk, Herra menatap tajam pada Rizhan dan Rizhan hanya memberikan tatapan yang biasa.
"Kenapa kamu melakukannya? Kenapa kamu bisa menyentuhnya? Bukankah kamu bilang kamu enggak bisa menyentuh orang?" tanya Herra bertubi-tubi.
"Aku kan udah pernah bilang kalau aku bisa melakukan apa yang manusia perbuat jika interaksi kita lebih intim," jelas Rizhan
"Tapi kita enggak terlalu banyak melakukan hal intim akhir-akhir ini. Terus bagaimana hal itu bisa terjadi?" sanggah Herra
"Aku kan menyentuh tanganmu sepanjang malam. Jadi itu bisa saja terjadi," ungkap Rizhan seperti ada yang ia sembunyikan.
Herra semakin tidak mengerti ini semua. Bukankah seorang teman khayalan itu harus mengikuti apa yang dikatakan oleh pencipta mereka? Itu yang tertera di aplikasi 'My Imagine'. Kenapa akhir-akhir ini sikap Rizhan semakin tidak terkendali?
"Rizhan, aku memanggilmu untuk menjadi teman yang baik untukku. Aku enggak suka jika kamu seperti itu," protes Herra
"Aku melakukan itu untukmu Herra. Mereka udah jahat menghinamu. Jadi mereka harus kuberi pelajaran. Bukankah kamu memanggilku untuk melindungimu dari bahaya?" balas Rizhan
"Tapi bukan seperti ini maksudku. Kamu udah melakukan tindakan yang salah. Aku enggak menyukainya," protes Herra kembali.
"Kenapa? Kamu kasihan sama orang yang udah buat jahat terhadapmu. Aku hanya menjalankan tugasku sebagai pelindungmu. Tapi kamu enggak menghargaiku sama sekali," balas Rizhan dengan wajah yang penuh amarah.
Herra sedikit terkejut dengan wajah Rizhan. Ia tak pernah melihat Rizhan yang marah seperti itu. Apa ini sudah terlalu besar dan lewat?
"Bukan kayak gitu Rizhan. Aku tau niatmu baik untuk menolongku. Tapi enggak perlu pakai cara ini. Bagaimana jika Vian juga ikutan tertabrak?" tukas Herra memandang tajam Rizhan.
"Heh, kamu sangat mengkhawatirkan mantan pacarmu yah? Apa kamu masih menyukainya?" tanya Rizhan dengan pandangan yang sendu.
"Kenapa kamu menanyakan hal itu?" tanya Herra kembali.
"Jawab aja Herra," timpal Rizhan dengan sedikit menggeram marah.
"Aku belum lama putus dengannya, tentu rasa cinta itu masih ada. Walau enggak sebesar dulu," jawab Herra
Rizhan menggertakkan giginya. Rizhan menunduk dan mengeluarkan suara geraman amarah.
Herra yang melihat itu jadi terkejut. Herra mendekati Rizhan. Ia menyentuh bahu Rizhan.
"Rizhan, ada apa?" tanya Herra
"Aku benci! Aku kesal karena kamu masih menyukainya. Kenapa kamu masih menaruh rasa padanya setelah apa yang dia perbuat padamu?! Seharusnya aku juga membuat dia tertabrak. Kalau perlu buat dia mati sekalian," geram Rizhan dengan matanya yang memerah.
Herra memandang terkejut pada Rizhan. Bagaimana bisa Rizhan mengatakan hal itu? Rizhan benar-benar sudah kelewatan kendali. Apa dia bukan lagi teman khayalannya Herra yang dulu?
"Kenapa kamu mengatakan hal itu?! Seharusnya kamu menuruti apa yang aku minta. Kamu enggak seperti Rizhan yang aku kenal. Kamu udah berubah," timpal Herra
"Aku masih Rizhan yang sama. Rizhan, teman khayalanmu yang kamu panggil untuk melindungimu," balas Rizhan seraya menyentuh tangan Herra.
Namun, Herra langsung menepis tangan itu. Herra mengalihkan pandangannya seraya mengusap air matanya yang keluar. Setelahnya, ia kembali menatap Rizhan.
"Kamu bukan Rizhan yang aku kenal. Kamu seperti orang asing bagiku. Lebih baik kamu pergi dulu. Aku ingin sendiri," ucap Herra
"Aku enggak bisa tinggalin kamu sendiri. Bagaimana ada sesuatu hal yang terjadi padamu?" tolak Rizhan
"Aku bilang pergi Rizhan! Aku enggak mau melihatmu dulu!" pekik Herra
Rizhan pun segera menghilang dari hadapan Herra. Namun sebelumnya ia mengucapkan sesuatu.
"Aku akan selalu menunggumu memanggil namaku kembali"
To be continued....
Malam yang begitu hening dan tenang. Terlihat seorang wanita yang tengah tertidur lelap. Sesekali wanita itu tengah meracau sesuatu.Tak lama kemudian datanglah sosok pria. Pria itu berjalan mendekatinya. Saat sampai di hadapan si wanita, pria itu tersenyum manis hingga terlihat lesung pipinya.Wajah pria itu mendekat pada wajah wanita itu.'cup' Satu ciuman mendarat di kening wanita itu. Ciuman itu diberikan cukup lama. Hingga pria itu melepasnya seraya menatap dalam pada si wanita. Setelahnya pria itu beranjak meninggalkannya.***Pagi yang begitu cerah membangunkan sosok wanita yang tengah tertidur lelap. Setelahnya, ia bangkit dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.Tak lama, hanya dua puluh menih yang ia butuhkan untuk membuat dirinya wangi. Pintu kamar mandi itu terbuka dan menampilkan sosok wanita dengan sebuah bathrobe.
Pagi yang sangat cerah mewakili perasaan wanita yang tengah mengoleskan make up pada wajahnya. Setelah dirasa cukup, ia pun segera keluar dari kamarnya untuk segera berangkat bekerja."Selamat pagi Herra," sapa Rizhan dengan senyum yang cerah.Jujur senyum cerah Rizhan membuat Herra jadi ikutan tersenyum."Pagi juga Rizhan," sapa Herra balik."Kamu udah mau berangkat?" tanya Rizhan"Iyah""Tapi kamu belum sarapan. Seenggaknya sarapan yang dikit dulu," tutur Rizhan"Iyah, nanti aku sarapan di jalan aja. Aku takutnya telat di hari pertama aku masuk kerja. Aku harus Buru-buru. Kalau begitu aku pamit dulu," ucap Herra seraya keluar dari dalam kosnya.Herra lebih memilih memanggil taksi hari ini. Ia takut kalau menunggu bus terlalu lama nanti. Sungguh ia harus menampilkan image yang baik di hari pertamanya bekerja. Ia pun berharap agar
Herra membuka pintu kamar kosnya dan mencari keberadaan Rizhan. Ia mencari ke sekeliling kamarnya itu. Ia langsung baru ingat kalau Rizhan akan muncul kalau ia memanggilnya."Rizhan! Kamu di mana?" Herra sedikit teriak memanggil Rizhan."Aku di sini. Kenapa?"Rizhan muncul di belakang Herra hingga membuatnya sedikit terkejut. Herra mengelus dadanya yang betgemuruh karena terkejut. Ia langsung menatap serius pada wajah Rizhan."Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Rizhan dengan wajah bingungnya."Rizhan, aku mau kamu jujur sama aku. Apa kamu ada di tempat kerjaku hari ini?" selidik Herra dengan pandangan serius."Bagaimana bisa aku ada di tempat kerjamu jika kamu tidak ada memanggilku?" tanya Rizhan
"Kamu mau ke mana?""Eh? Rizhan. Aku mau berangkat kerjalah," jawab Herra dengan senyuman."Bukannya perutmu masih sakit? Enggak usah berangkat kerja aja hari ini. Mending istirahat di rumah," timpal Rizhan seraya mendekati Herra."Aku enggak bisa lah Rizhan. Belum seminggu juga aku bekerja. Masa udah minta izin," tolak Herra seraya menyampitkan tas di tangannya."Kamu yakin? Aku khawatir kamu sakit lagi," balas Rizhan dengan raut wajah khawatir."Enggak kok. Kamu tenang aja. Lagipula udah enggak terlalu sakit lagi kayak kemarin. Kan udah disembuhin sama kamu," timpal Herra memberikan senyuman meyakinkan pada Rizhan.Rizhan menghela napas pasrah."Baiklah. Kamu hati-hati yah. Ingat, panggil
"Ahh, aku kenyang banget karena nasi goreng itu. Sumpah, Rizhan pintar banget yah masaknya. Aku aja enggak sehebat itu masaknya. Walaupun bayarannya dia harus menciumku secara tiba-tiba. Aneh, dulu aku enggak terlalu suka dia kayak gitu. Tapi sekarang, aku suka juga dengan ciuman itu," gumam Herra sambil senyam-senyum sendiri.'tok-tok'Perhatian Herra seketika teralih dengan suara ketukan pintu. Herra melihat seorang wanita berdiri di depan pintu ruangannya."Iya, Nona. Masuk saja," celetuk HerraWanita itu langsung masuk dan berdiri di depan meja Herra. Herra sedikit terheran. Ia yakin wanita itu bukan karyawan dari perusahaan ini. Karena itu terlihat jelas pada pakaian yang ia kenakan."Permisi Nona. Boleh saya berbicara sebentar dengan anda?" tanyanya.
11. PindahSesuai perkataannya, hari ini Herra akan pindah ke apartemennya. Bukan apartemen miliknya sih, melainkan milik perusahaan yang diberikan padanya sebagai seorang asisten pribadi. Sebenarnya kunci apartemen itu sudah diberikan padanya saat hari pertama masuk kerja. Hanya saja baru hari ini Herra memiliki kesempatan untuk pindah.Herra sudah menyewa jasa pemindahan barang untuk mengangkat barang-barang di kamar kosnya. Tidak mungkin kan dia minta bantuan Rizhan untuk hal ini. Bisa-bisa ada orang yang pingsan nanti melihat barang-barang itu melayang di udara.Setelah dirasa semua barang di kamarnya sudah dibereskan, ia segera masuk ke dalam mobil pengangkut barang itu. Jarak antara kos-kosannya dengan apartemen memakan waktu sekitar dua puluh menit. Ternyata jarak antara perusahaannya dengan apartemen itu lebih dekat. Ternyata ini alasan perusahaan memberikan Herra fas
Seorang wanita tampak sibuk memakai polesan make up di wajahnya. Ia mengambil sebuah lipstik berwarna sweet pink dan mengoleskan di bibir tipisnya. Sempurna. Wanita itu segera mengambil tasnya dan menyampirkan di lengannya. Setelahnya ia keluar dari dalam kamarnya.Wanita itu mendekati dapur dan terlihat tubuh tetap seorang pria yang tengah sibuk memasak. "Rajin banget sih Rizhan. Sini aku bantu," ucapnya seraya mengambil alih sutil di tangan si pria. "Herra, kok kamu berangkat kerja sih," protes Rizhan seraya mengambil alih kembali sutil di tangan Herra. "Emang kenapa? Hari ini kan aku harus kerja," jawab Herra"Tapi kan kamu baru aja selesai pindah. Masa mereka enggak mau kasih kamu cuti sehari aja gitu," komentar Rizhan "Rizhan, aku enggak apa kok. Lagipula kemarin aku enggak terlalu capek karena kamu udah bantu. Tenang aja," balas Herra"Tapi aku t
Hari mulai berlalu sejak kejadian pertengkaran antara Herra dan Rizhan. Sungguh pertengkaran itu sangat merusak mood. Dia hanya kesal dengan sikap Rizhan yang terlalu mengekang dirinya. Dia tidak suka jika Rizhan bersikap mengatur dirinya. Terhitung sudah tiga hari sejak pertengkaran itu terjadi.Tak ada niatan dalam diri Herra untuk memanggil Rizhan. Ia masih dalam mode marah saat ini. Mungkin dalam beberapa hari amarahnya akan mereda dan dia akan mengajak bicara Rizhan pelan-pelan.Selama tiga hari itu, Herra menjalankan aktifitasnya seperti biasa. Bangun pagi langsung berangkat kerja. Bedanya selama tiga hari ini, Herra tidak sarapan. Biasanya setiap pagi ada saja aroma lezat dari masakan Rizhan. Sekarang tidak ada lagi. Palingan ia hanya sarapan roti dibalut dengan isian selain. Karena Herra adalah seorang wanita yang minim akan pengetahuan memasak. Ia pernah sekali memasak