Beranda / Romansa / My Love Blows / Bab 5 || Bukan Cinta!

Share

Bab 5 || Bukan Cinta!

Penulis: Bukan Ardiyan
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-20 23:13:07

-Apakah benar cinta itu datangnya dari mata lalu turun ke hati, lantas bagaimana jika tangga pertama itu hilang?  Masihkah ada kata cinta semanis saat pertama kali jumpa?-

“Eh, adek abang udah pulang,” pekik Revan menyambut kedatangan Jenia.

“Kenapa nih mukanya cemberut gitu?” kali ini Revan mencubit pipi adeknya itu. Percayalah di usia yang sudah menginjak SMA seperti ini wajah Jeania masih terlihat baby face.

“Aw... sakit, kak!” Jeania menggerutuki kakaknya.

Dari kejauhan terlihat Devi menggeleng-geleng melihat tingkah laku Revan itu. Sudah berapa kali Devi mengatakan agak tidak memperlakukan adik wanitanya itu seperti anak kecil. namun karena ini adalah sikap normal sebagai seorang manusia jadi Devi sedikit memakluminya, hanya sedikit.

“Mah, ini Kak Revan rese!” ketus Jeania. Tangannya mendekap di dadanya. Revan yang melihat ini hanya terkekeh, sebenarnya tangannya sudah tidak tahan untuk mencubit adiknya yang sangat manis itu untuk kesekian kalinya. Namun, apalah daya Devi ikut menimbrung dengan mereka.

“Gimana hari pertama di sekolah baru, sayang?” ujar Devi mengelus-ngelus tungkuk Jeania.

“Ngeselin, mah!” sergah Jeania. Wajahnya semakin terlihat kesal. Devi yang melihat itu mengernyitkan dahinya dan membuat alisnya saling bertaut.

Revan mengeluarkan handphone yang berada di saku celanannya.

Cepret...

“Ish... kak! Ngeselin banget, sih!” pekik Jeania. Akhirnya Revan berhasil mengabadikan wajah imut adiknya saat marah itu di handphonenya, dia begitu bangga.

Revan adalah kakak yang sangat menyayangi adiknya. Meskipun terlihat suka mengganggu adiknya seperti itu, tapi dia pernah mempunyai jasa menyelamatkan nyawa adiknya dulu.

Saat Jeania berusia 14 tahun...

Kala itu dia masih duduk di bangku SMP, dan saat hendak ingin menyebrang Jeania lalai untuk memperhatikan jalur kanan-kirinya hingga pada akhirnya sepeda motor sesaat hampir menabraknya, dan kakaknya dengan sigap mendorongnya.

“Jen!!! Awas.”

Beruntung saat itu tidak ada luka serius karena akhirnya hanya terjadi srempetan kecil, kalaupun Revan harus dirawat di rumah sakit beberapa hari. Selain itu Revan juga tidak jarang mentraktir adiknya saat ia kelaparan di tengah larutnya malam ia merengek-rengek kepada kakaknya, dan Revan rela membuang rasa kantuknya hanya untuk memenuhi kebutuhan perut Jeania. Berbanding jauh dengan yang lain, Jeania sangat manja kepada kakak satu-satunya itu.

“Revan, udah!” tegur Devi. Terlihat wajah Jeania begitu sumringah seperti seseorang yang menang berjudi.

“Rasain, lo!” Jeania menjulurkan lidahnya bermaksud memberi ejekan kepada kakaknya.

“Iya, mah. Revan bakal diem, tapi...” tiba-tiba Revan berhasil mencuri perhatian mamahnya yang lupa tidak memberi penjagaan ketat pada Jeania. Revan berhasil mencubit pipi Jeania sebelum ngacir meninggalkan mereka berdua.

“KAKAK!” teriak Jeania membuat seisi ruangan terkejut. Bahkan, ayahnya yang sedang asyik membaca koran sempat menoleh. Devi berdecak melihat kelakuan anak laki-lakinya itu.

“Kamu kenapa, sayang? Mukanya cemberut aja dari tadi,” tanya Devi berusaha membujuk Jeania agar bercerita.

“Paling juga ditolak cowok, mah,” pekik Revan tiba-tiba. Ternyata dia berlum pergi terlalu jauh.

Jeania memiliki keluarga yang masih lengkap, dan memiliki ekonomi yang bisa dikatakan sangat berkecukupan. Rumahnya saja disinggahi sekitar 8 orang beserta pembantu rumah tangga yang masing-masing memiliki tugas pribadinya. Albert sengaja merekrut pembantu agar istrinya tidak kelelahan hanya karena mengurus pekerjaan rumah.

Jeania mendongak melihat wajah Devi yang tersenyum manis, seakan siap menerima ceritanya kalaupun jika harus dilakukan selama 24 jam.

“Jen lagi kesel, mah. Tadi ada cowok ngeselin banget!” Jeania menduduk.

“Cowoknya cakep, mah,” cecar Jeania melanjutkan penjelasnnya. Devi tersenyum semakin lebar melihat anaknya itu bercerita.

“Mamah kok malah senyum?” tanya Jeania keheranan, sedikit kesal.

Devi mengehela nafas panjang, kemudian tangannya mengusap rambut Jeania yang menjuntai sangat rapi itu. Bahkan, saking rapinya teman-temannya dulu sering bertanya berapa kali Jeania melakukan perawatan rambut dalam sehari. Padahal Jeania itu adalah orang yang tergolong pemalas, hobinya saja rebahan, mana mungkin dia sempat melakukan perawatan rambut. Rambut lurusnya itu adalah turunan dari Devi ibundanya.

“Kamu suka sama dia!?” tanya Devi menatap lekat-lekat wajah Jeania yang mulai merona. Dengan  cepat Jeania menggeleng-gelangkan kepala tanda tidak setuju dengan pertanyaan sekaligus pernyataan yang dilontarkan Devi, lalu Jeania membuang jauh-jauh mukanya.

“Jangan ngadi-ngadi, mah!” tolak Jeania mentah-mentah. Kedua tangannya bersedekap.

Lagi-lagi Devi tersenyum lebar melihat anaknya itu. Devi berusaha memaklumi anaknya, memang sudah saatnya dia merasakan hal semacam itu. Tapi, jauh di lubuk hatinya masih sangat takut akan perihal buruk jika menimpa anaknya itu. Apalagi sekarang sedang maraknya berita buruk mengenai masa-masa pacaran SMA –banyak siswi hamil di luar nikah-  itu yang ditakutkan Devi.

“Yaudah sayang. Kamu ganti baju dulu, ya. Nanti mamah masakin makanan favorit kamu,” ujar Devi yang masih belum melepaskan tangannya di tengkuk Jeania.

“Loh, makanan kesukaan Revan gimana, mah!?” pekik Revan. Ternyata sedari tadi diam-diam sedang menguping.

“Revan...” Albert tiba-tiba memanggil anaknya, “ Kamu ikut papah sini, nak. Bantuin angkat barang-barang papah.”

Mendengar hal itu Jeania terkekeh, dia menjulurkan lidah lalu menorehkannya kepada Revan sang kakak yang sedang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, Jeania merasa puas.

Okay, mah. Jeania ganti baju dulu.” Ujar Jeania meninggalkan Devi yang masih belum beranjak.

Drtt... drttt... drtt...

5 messages from Carina rese

“Jen!”

“JEANIAAA.”

“JEANIA ROSEMARIE.”

“LO KEMANA SIIIIIH!?”

“GUE ADA CERITA PENTING NIH!”

Jeania menghela nafas panjang membaca pesan masuk yang sudah membentuk seperti anak tangga dari teman.

“Baru temenan sehari aja udah brutal kek gini, dasar Carinna kamp*et,” sunggutnya kesal.

Semoga lo betah sama gue.

Tiba-tiba Jeania teringat kata-kata yang dilontarkan saat mereka masih berbasa-basi tadi pagi.

“Astaga, jadi ini alasanya dia ngomong gitu. Mampus gue!” Jeania menepuk jidatnya.

“Itu ngapain CAPSLOCKnya jebol siih?!” –kirim

Tring... tring... tring...

Tak berlangsung lama handphone Jeania berdering. Jeania sudah sedikit menebak akan terjadi hal semacam ini, dia paham bagaiamana sifat seseorang jika sudah sangat berantusias ingin bercerita.

“Lo dari mana, Jen!? Gue chat lima jem yang lalu baru bales aja bocah!” bentak Carina membuat Jeania harus menjauhkan handphonenya dari telingannya.

“Biasa aja, sih, ngomongnya! Bisa gak!?” gertak Jeania.

“Gue ada berita penting beut!” Carina tidak menanggapi gertakan Jeania.

“Apa...” jawab Jeania datar.

“Kak Xavier udah punya pacar tau.”

Dada Jeania terasa sesak seketika mendengar kalimat itu, nafasnya terasa berhenti untuk sesaat dan dia benar-benar terperangah seperti dilempar di ruangan yang sangat sunyi. Padahal Xavier adalah orang yang dia benci sejak pertama kali jumpa.

“Jadi gue beneran cemburu?” desis Jeania terdengar samar oleh Carina.

“Hah! Lo ngomong apa, Jen?” tanya Carina penasaran.

“Enggak, gak papa. Mak gue lagi nungguin, nih! Sorry ya, Rin.” Tanpa menunggu jawaban dari Rina, Jeania langsung mematikan sambungan telepon dari Carina.

Jeania merebahkan tubuhnya diatas kasur yang empuk, kasur yang selalu menemaninya setiap hari. Pikirannya kini berkutat pada perkataan yang dilontarkan Carina tadi.

Xavier udah punya pacar.

“Jeania, harusnya lo itu benci sama cowo sialan itu! Kenapa sekarang cemburu?! Jangan bego, Jen! Jangan bego!” jenia menggerutuki dirinya sendiri.

“Ingat, Jen! Ini bukan cinta!”

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • My Love Blows   Bab 20 || Melangkah Maju

    Xaiver dan Pak Tono keduanya masih dalam keadaan siaga. Padahal pagi ini masih begitu sepi sekali, tentu tidak akan ada yang mengawasi mereka berdua. Namun, rasa was-was yang menyelimuti Xavier begitu kuat.Xavier masih berpikir-pikir apakah ia perlu menceritakan rencananya kepada Pak Tono selaku satpam sekolah itu. Kedekatannya dengan Pak Tono membuatnya sedikit menyingkirkan rasa gengsinya meskipun hanya untuk sementara. Karena menurut Xavier Pak Tono hanyalah satpam yang sekedar menjaga gerbang, jadi ia tidak mungkin bisa mencampuri urusan Xavier lebih jauh.“Jadi gini, pak. Vier mau nyari data-data tentang Jeania di ruang guru,” ujar Xavier dengan berbisik pelan, berharap tidak ada yang mendengar. Pak Tono terkejut terlihat dari ekspresi wajahnya yang terpental kebelakang.“Buat apa Vier? Mending jangan deh, kamu itu Ketua OSIS. Nanti nama kamu bisa tercoreng abis itu angkatan kamu juga kena dampaknya. Mending dipikir-pikir lagi,&rdqu

  • My Love Blows   Bab 19 || Xavier dan Adellia

    -Cinta seorang ibu itu tidak pernah bohong. Kamu bisa mengetahuinya saat berinteraksi dengannya.-Semenjak kepergian Daniel beberapa hari yang lalu, rumah terasa tentram bagi Xavier. Tidak ada kegaduhan, kekacauan, dan kebengisan-kebengisan yang dibuat oleh Daniel. Namun, berbeda dengan Adellia ibunda Xavier sekaligus istri Daniel, hari-harinya salalu ditemani oleh tangisan saat ia hanya menyendiri di kamarnya. Bahkan, Xavier tidak mengetahui hal itu, karena hari-harinya disibukkan oleh tugas sekolah yang sangat menumpuk, dan kewajiban-kewajibannya yang lain selaku Ketua OSIS.Diusia Xavier yang sudah beranjak dewasa ia sudah sangat mampu membagi waktu-waktunya. Ia tau kapan harus mengerjakan kewajibannya, menemani ibundanya, dan tentu ia tidak pernah terlupa untuk memikirkan Jeania.“Vier... kamu ngelamunin apa sayang?” pekik seseorang tiba-tiba memasuki kamar Xavier. Xavier sedang bersantai, karena di luar sedang turun hujan, melepas

  • My Love Blows   Bab 18 || Terima Kasih

    Aku berusaha menutupi kebohonganku menggunakan kebohongan, dan semua itu hasilnya sia-sia. –JeaniaJeania dan Carina keduanya larut dalam kesunyian, perlahan kesadaran Jeania mulai luruh karena mengantuk. Selain hobi membaca Jeania juga hobi sekali melamun, seperti saat ini. Sengaja Carina ikut terdiam karena menunggu kata-kata yang akan dilontaran Jeania dan ia berharap adalah sebuah penjelasan. Namun, setelah sekian berlama-lama menunggu Jeania yang tak kunjung berbicara, Carina sudah mulai geram.“Jen!” pekik Carina mengejutkkan Jeania. Tadinya ia sudah terlelap untuk beberapa saat.Jeania menghela nafas panjang, ia menyesal telah mmenghadirkan Carina ke rumahnya. Sebenarnya yang bermasalah bukan pada Carina melainkan pikiran Jeania yang sedang tidak baik dan merusak mood-nya.“Oh iya Jen. Soal Kak Fano gimana lo jadinya,” tanya Carina. Jeania tersadarkan dengan rencananya.“Gak tau gue, Rin.

  • My Love Blows   Bab 17 || Sahabat

    Langit terlihat begitu mempesona terukir indah di cakrawala. Kicauan burung menambahkan kelarasan bercengkrama. Tidak ada tanda kesenduan yang terlihat di langit, tentu tidak akan ada air yang mengguyur tanah sekolah SMA ini.Setelah kejadian yang menimpa Jeania, ia langsung meminta maaf kepada Asya karena sudah meninggalkannya sendirian. Dan setelah Jeania menjelaskan semua, seakan mengerti perasaan Jeania, Asya lalu memaafkannya. Tidak ada tanda-tanda kecurigaan yang diperlihatkan Asya. Ia masih menganggap Jeania sebagai seorang siswi baru yang tidak mungkin berbuat macam-macam.Perasaan Jeania masih diselimuti kekesalan, lagi-lagi dia harus terkena kesialan karena berurusan dengan seseorang yang bernama Xavier. Sebenarnya Xavier tidak melakukan kesalahan apapun, hanya saja karena Jeania yang sudah berani menaruh perasaan kepada Xavier jadi semua yang berhubungan dengan perasaan selalu salah di mata Jeania.Xavier masih dengan sikapnya seperti biasa, dia

  • My Love Blows   Bab 16 || Beruntung?

    Jangan pernah menduga-duga seseorang dengan sesuatu yang buruk,selain tidak ada untungnya jika dugaanmu salah, itu bisa menjadi penyesalan teramat besar. “Gue...”“Kenapa!?” sergah Xavier kali ini dengan nada sedikit lebih tinggi.“Gue mau manggil guru soalnya dari tadi kelas gue kosong Xavier sang Ketua OSIS... galak amat,” ketus Asya.Bisa dikatakan Asya adalah seseorang siswi yang cukup rajin, pasalnya ia dipilih oleh guru untuk menjadi ketua kelas bukan tanpa alasan. Selain karena sifat rajinnya ia juga memiliki sikap yang tegas terhadap teman-temannya.“Oh gitu, yaudah sana. Gue duluan,” ujar Xavier melenggang meninggalkan Asya. Seperti biasa sikap dinginnya masih sangat melekat setiap harinya, bahkan untuk seorang yang cantik dan rajin seperti Asya sangat susah untuk mendapatkan perhatian.Asya melangkahkan kakinya untuk pergi ke tempat yang akan ia tuju. Pikirannya masih berkut

  • My Love Blows   Bab 15 || Kecewa

    -Pov Jeania-“Apa-apan Xavier sialan itu! Kemarin ngaku-ngaku jadi pacar gue, sekarang udah ada berita jalan sama yang lain,” gumamku yang masih terdengar oleh Carina.“Hah... apa lo bilang!? Seriusan?” sergah Carina ia terkejut mendengar apa yang baru saja kuucapkan. Sengaja berita itu tidak kuceritakan kepadanya, karena aku tidak ingin dicecarnya dengan banyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak bermutu.“Kok lo gak ngasih tau gue, sih!?”Dan benar saja, Carina sepertinya setelah ini akan mencecarku dengan banyak pertanyaan.. Berita yang kuberikan kepadanya seperti wartawan yang mendapatkan umpan untuk disantap.“Lo diem... lo diem! Gak usah banyak tanya dulu, mood gue ilang denger lo ngasih kabar gituan,” ujarku. Aku merengkupkan tanganku di atas meja lalu menopangkan daguku.Seharusnya sedari awal aku menyadari jika Xavier itu memang terlalu tinggi untuk digapai. Layaknya bulan yang h

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status