Rutinitas Tania pastinya berubah dari yang single menjadi menikah, praktek dan jadwal Yudi tidak bisa di prediksi sama sekali. Yudi sendiri selalu meluangkan waktu untuk menjemput Tania, apabila tidak ada pasien darurat. Tania memahami kesibukan Yudi saat ini, bagaimanapun semua demi masa depan bersama.
“Kalau begini terus kapan hamilnya?” Mira memberikan tatapan menggoda pada Tania.Tania hanya menggelengkan kepala mendengar godaan dari partner kerjanya, Mira dan dirinya memang dekat semenjak masuk di perusahaan. Bekerja di marketing perusahaan ini membuat mereka harus siap dengan tugas luar kota dan sejauh ini Tania tidak ada masalah mengenai ijin dari Yudi. Tania bahagia pernikahannya dengan Yudi sesuai dengan bayangan dan impiannya, menikah dengan pria yang mencintai dan dicintai olehnya.“Memang kalian nggak ada rencana punya anak?” tanya Mira ingin tahu.“Kami nggak pernah menunda atau pembicaraan kearah sana, lagian hubungan ranjang kami baik-baik saja. Lagian kenapa lo yang kepo sama pernikahanku sih?” Tania memandang malas pada Mira.“Udah berapa lama ini kalian menikah?” tanya Mira tidak peduli sama pertanyaan Tania“Kurang lebih atau mau empat bulan beberapa hari lagi.” Tania menjawab dengan menatap ponselnya.“Gue yakin kehidupan rumah tangga kalian akan baik-baik saja, belum punya anak sekarang bukan alasan kalian nggak bahagia. Gue tanya buat melatih lo nanti pas ketemu sama saudara-saudaranya.” Mira menjelaskan dengan menatap Tania.“Memang lo yang terbaik, gue nggak pernah mikir apapun masalah begituan.” Tania berkata santai.“Hidup lo tu lempeng, nggak akan peduli kalau bukan urusannya terus apalagi ya? Lo selalu suka bikin kesel kalau udah mendekati akhir bulan.” Mira memberikan tatapan menggoda.Tania hanya memajukan bibirnya mendengar kata-kata Mira yang memang benar adanya, lagian kalau bukan urusannya kenapa harus repot-repot mencari tahu dan menyelesaikan masalahnya. Mereka kembali makan dalam diam, sampai suara membicarakan pimpinan perusahaan membuat mereka berdua saling memandang satu sama lain.“Gue nggak percaya kalau Pak Galih kaya gitu.” Tania membuka suara saat mereka sudah berada di ruangan.“Gue setuju, lagian nggak mungkin dipaksa secara sekarang usia kita berdua? Lakuin begitu pastinya adalah suka sama suka, terus mau menurut bagaimana?” Mira menatap tanai yang hanya diam.“Mending tanya langsung daripada ngode mulu, pastinya akan lebih jelas.” Tania menjawab dengan santai membuat Mira mendorong kepalanya kesal.“Lo, diajak ngomong nggak dengerin. Ya udah gue balik aja daripada kena omel Bu Rara.”Tania tersenyum melihat temannya melakukan hal itu, memilih untuk mengikuti langkah temannya dibandingkan hanya diam menatap. Langkah Tania tidak sengaja mengenai Galih, pria yang tidak lain adalah atasan di kantor ini dan baru saja mereka berdua bicarakan. Tania menatap tidak enak pada Galih, reaksi Galih hanya tersenyum dan menepuk bahu Tania pelan membuatnya hanya diam mematung.“Lain kali kalau jalan hati-hati.” Galih mengatakan sambil tersenyum.“Maafkan saya, Pak. Seharusnya saya bisa berhati-hati lagi dan memperhatikan jalan.” Tania membungkukkan kepalanya sebagai tanda minta maaf.“Sana kembali bekerja.”Tania menatap Galih dengan tatapan tidak percaya, pimpinan mereka adalah pria yang memang memperhatikan karyawannya, disamping itu sikapnya yang lembut membuat Tania paham kenapa wanita-wamita di kantor ini menyukai pinpinannya itu. Tania menatap punggungnya yang telah menjauh dengan tatapan memuja, menggelengkan kepalanya tidak lama kemudian ketika teringat Mira yang sedang kesal dengannya.Melangkah menuju ruangannya untuk menemui Mira, masuk kedalam ruangan tidak menemukan siapa-siapa. Tania paham jika mereka jarang bisa memiliki waktu bersama, kejadian tadi antara dirinya dan Mira yang makan siang bersama adalah kejadian langka. Mereka harus bertemu dengan klien dari perusahaan ini, mencari klien baru atau memanage klien baru agar mereka bisa bekerja sama dengan perusahaan ini.“Kamu sudah selesai makan siang ternyata,” ucap atasan Tania, Rara.“Memang ada apa, Bu?” tanya Tania bingung.“Tahu gitu tadi kalian berangkat bareng, kamu susul aja Mira ketemuan sama klien kita di mall daerah ujung” Rara mengatakan dengan santai yang membuat Tania menatap tidak percaya “Kok diam buruan kamu hubungi dia biar berhenti dan nyusulnya nggak kejauhan.”“Memang Mira naik apa?” tanya Tania langsung.“Motor.”Tania menatap tidak percaya dengan kata-kata yang keluar dari bibir atasannya, Rara. Tanpa menunggu lama langsung menghubungi Mira dan untungnya diangkat, keuntungan selanjutnya adalah Mira masih di tempat parkir. Tania tanpa menunggu lama langsung membereskan barang bawaannya dan menuju Mira, tidak berpamitan pada Rara karena masih berada di dekatnya.Langkah Tania semakin dekat dengan Mira yang sudah siap di motornya, Tania mendatanginya dengan wajah kesal yang membuat Mira hanya menggelengkan kepala.“Sialan memang ibu satu itu.” Tania mengatakan dengan emosi.“Marahnya nanti aja daripada kita telat.” Mira mengatakan sambil tersenyum.qq“Lo nggak kesal?” Tania menatap tidak percaya.Mira menggelengkan kepalanya “Lo bakal lupain kekesalan ini kalau tahu siapa yang akan kita temuin.” Tania mengertukan keningnya “Udah jangan bengong aja buruan naik.”Tania tidak tahu akan bertemu dengan siapa, penjelasan Mira membuat dirinya bertanya-tanya selama perjalanan. Menggelengkan kepalanya saat memikirkan hal yang terlalu berlebihan, selama perjalanan juga mereka tidak saling berbicara satu sama lain. Tujuan mereka memang jauh, tapi Mira adalah pengendara yang handal dan akhirnya sampai di tempatnya tidak lama kemudian.Langkah mereka menuju ke salah satu foodcourt yang ada didalam mall ini, Tania yang tidak diberitahukan dengan siapa hanya diam. Mereka menunggu dalam diam, mata Tania menatap sekitar dengan tatapan bertanya-tanya siapa yang akan mereka temuin.“Maaf terlambat.” Wanita muda mendatangi mereka berdua dengan senyum tipisnya “Ibu Tania dan Ibu Mira?” Tania dan Mira hanya mengangguk dan menerima uluran tangan wanita yang ada dihadapannya “Saya Lila perwakilan dari H&D Group.”Tania membelalakkan matanya saat mendengar mengenai nama itu, menatap Mira yang langsung membiasakan diri dengan wanita dihadapannya yang bernama Lila, Tania akhirnya melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Mira. Mereka berdua terlibat pembicaraan dengan sangat serius sampai tidak terasi hari sudah berganti gelap, mereka tersadar saat ponsel Tania berbunyi dan Yudi menanyakan keberadaannya.“Kamu mau pulang?” bisik Mira saat Lila ke toilet.Tania menggelengkan kepala “Yudi ada pasien darurat jadinya aku disini nemenin kamu daripada di rumah sendirian. Kamu memang tahu kita akan ketemu perusahaan besar?” Mira menganggukkan kepalanya.“Aku malah ngira yang datang itu pria tampan,” bisik Mira membuat Tania menggelengkan kepalanya.Kepercayaan Tania pada Yudi tidak pernah membuatnya berpikir negatif, termasuk apa yang dilakukan Yudi saat ini dibelakangnya. Tania mencintai Yudi sepenuh hati, begitu juga Yudi hanya saja keegoisan orang tuanya dan ketidak berdayaan Yudi membuat dirinya melakukan hal ini. Hal yang akan sangat disesali nantinya, hal yang akan membuat Yudi kehilangan cinta dan kepercayaan Tania lagi atau bisa dikatakan cinta itu akan hilang.“Tanda tangani itu,” ucap Ella dengan nada datar.Yudi menghembuskan nafasnya memberikan tanda tangan bahwa dirinya menjual Tania pada pria yang ada dihadapannya, pria yang tidak lain adalah atasan Tania di kantor. Yudi sangat tahu pria ini bajingan hanya saja saat ini tidak bisa berbuat apapun, meletakkan kertas yang sudah dirinya tanda tangani dengan perasaan kesal.“Aku akan pastikan dia berharga sangat mahal.” Galih mengatakan dengan senyum besarnya “Keputusan yang benar yaitu menjual sesuatu yang bermanfaat untuk perusahaan.”Yudi hanya diam tidak mendengarkan pembicaraan mereka, tidak terlalu peduli dengan apa yang mereka bicarakan. Sampai akhirnya pria itu pulang meninggalkan mereka berdua, Ella tersenyum senang yang semakin membuat Yudi harus menahan kesal.“Kamu memang pintar mencari wanita untuk dijual, semoga dia mendapatkan pria tua yang tidak kuat di ranjang.”“Jadi kita tidak perlu mencari tahu tentang Mona lagi?” tanya Rifat setelah membaca surat yang Tania bawa.“Memang ketemu?” tanya Tania penasaran.“Menurutmu?” tanya Rifat malas.“Wow...hebat banget kamu!” Tania menepuk lengan Rifat pelan dengan bangga “Aku sudah bilang ke Wijaya kalau menolak semua rencana dia tentang kita.”Rifat menganggukkan kepalanya “Aku terserah apa katamu.”“Apa kamu nggak lebih baik mencari wanita lain?” tanya Tania hati-hati.“Melihat kamu sedih pas aku menikah sama dia? No! Aku tidak akan melakukan hal itu, aku akan menunggu dan bisa jadi kita tidak akan bersatu sama sekali, setidaknya Rey ada di tengah-tengah kita.” Tania tidak bisa mengatakan apapun, hidup mati seseorang tidak bisa ditebak sama sekali. Meninggalkan Wijaya dengan kondisi sakit seperti saat ini jelas tidak akan dilakukannya, beda cerita jika Mona ada disamping pria itu, tapi nyatanya wanita itu hanya menginginka
Proses penyembuhan Wijaya berjalan lambat, walaupun setidaknya sudah mulai ada perkembangan. Wijaya sudah tidak bisa melakukan aktivitas berat, selama beberapa bulan hubungan intim mereka berkurang. Tania tidak memikirkan itu semua, begitu juga dengan Rifat. Kata-kata Wijaya di rumah sakit sama sekali tidak dihiraukan Tania, tetap berada disampingnya dengan membantu semua kebutuhannya, tidak hanya Tania tapi juga anak-anak. Satu bulan setelah Wijaya keluar dari rumah sakit kabar duka hadir dimana Tina meninggalkan mereka selamanya, Wijaya semakin terpuruk dengan kehilangan Tina yang sudah dianggap sebagai anak sendiri. Devan memutuskan kembali setelah lama di Kalimantan, tinggal bersama dengan Emma yang sudah menjadi istri sahnya. Wijaya sudah merasa gagal menjaga Tina, membiarkannya melihat suaminya bersama dengan wanita lain, janjinya pada sahabatnya benar-benar tidak bisa dilaksanakan.Tari mencari rumah yang jaraknya tidak jauh dengan rumah Wijaya, membuat
“Semua akan baik-baik saja,” ucap Rifat menenangkan Tania dengan menepuk punggung tangannya pelan.“Aku jadi kasihan, melihat seperti ini membuatku tidak tega meninggalkan dia.” Tania menghembuskan nafas panjangnya.Waktu berjalan sangat lambat, kedua anak Wijaya sudah meninggalkan rumah sakit. Biasanya di saat seperti ini Tania akan ditemani Tina, tapi kondisi Tina semakin lama semakin menurun dan harus di rawat. “Apa perlu kita mencari Mona?” tanya Rifat hati-hati.“Entahlah, aku tidak peduli dengan keberadaannya sekarang.” Tania menjawab dengan tatapan kosong.“Rencana kita lebih baik...”“Aku sudah tidak memikirkan itu, sekarang yang ada didalam kepalaku adalah Wijaya sembuh.” Tania memotong perkataan Rifat.Keheningan menemani mereka, berdoa di dalam hati dilakukan Tania untuk Wijaya. Tidak siap jika Wijaya meninggalkan dirinya dan anak-anak, walaupun sebenarnya bisa saja hal itu terjadi. Tania tetap
Wijaya mengenalkan Mona pada rekan kerjanya, Tania memilih tidak hadir di setiap acara yang mengundang Wijaya. Alasan utama Tania tidak datang adalah bermain dengan anak Wijaya dan Mona yang bernama Gita, kehadiran Gita membuat anak-anak sedikit melupakan Sabi. Gita adalah pengganti Sabi, membuat dunia mereka kembali lagi. Mona sementara tinggal dalam satu atap dengan Tania, kamar yang di tempati adalah kamar yang dulu digunakan anak-anak pada saat kecil.“Kamu nggak berencana menikahi dia resmi?” tanya Tania saat Wijaya melepaskan penyatuan mereka.“Belum ada kearah sana.” Wijaya menjawab santai. “Sejauh ini aku masih adil sama kalian berdua.”“Aku yang merasa tidak baik-baik saja, Mona bisa merawatmu dengan baik jadi kamu bisa melepaskan aku.” “Melepaskan kamu?” tanya Wijaya dengan tatapan berpikir “Aku belum bisa.”Tania mengerucutkan bibirnya “Kamu benar-benar egois, aku tahu begini tidak akan mendukung atau membantumu saat
Mendatangi pengirim pesan dengan berbagai macam perasaan, sedikit terkejut ketika mendapatkan pesan tapi tetap berusaha untuk tenang. Menatap lingkungan sekitar dengan memastikan semuanya aman, menekan bel sebelum akhirnya yakin jika memang benar-benar aman.“Kamu datang juga, aku kira nggak akan datang.” Masuk ke dalam setelah diminta masuk, tidak menanggapi sama sekali perkataannya. Memilih masuk ke dalam dan duduk di tempat yang ada di ruangan, menatapnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.“Maaf, kalau aku tiba-tiba kabur.”“Apa alasanmu kabur? Kamu tidak memikirkan perasaan Wijaya, Mona?” Tania langsung bertanya semuanya.“Aku tahu kalau salah masuk ke dalam hubungan kalian, melihat bagaimana tatapannya padamu membuatku cemburu, harusnya aku tidak perlu memiliki perasaan itu karena sudah tahu dari awal jika hanya pelampiasan. Aku adalah salah satu wanita yang beruntung dinikahi Wijaya, bukan hanya melakukan hubungan inti
Kata-kata yang keluar dari bibir Wijaya membuat Tania tidak bisa berkata-kata, pembicaraan mereka terhenti dan tidak ada lanjutannya. Tania meminta Rifat mencari keberadaan Mona dan anak Wijaya, sampai sejauh ini belum mendapatkan jawaban sama sekali.“Kamu seakan sudah melupakan mereka,” ucap Tania saat Wijaya melepaskan penyatuan mereka.“Aku masih mencari bukan berarti dengan begini aku melupakan mereka, bagaimanapun Mona membawa darah dagingku.” Wijaya membaringkan badannya dengan menatap langit kamar.“Dia tidak akan melakukan hal-hal yang aneh, bagaimanapun anak yang dibawanya juga darah dagingnya.” Tania mengatakan untuk menenangkan Wijaya.Tania memeluk Wijaya dari samping yang membuat tubuh mereka saling bersentuhan, membelai tubuh Wijaya tanpa busana dan pelukan erat diberikan yang membuat Tania bisa merasakan detak jantung Wijaya.“Aku hanya takut sesuatu terjadi pada mereka.” Wijaya membuka suaranya.“Semu