Tania menatap tidak percaya pada atasannya, Rara. Baru saja memberikan informasi jika dirinya harus menghadapi pimpinan mereka yang tidak lain adalah Galih. Rara mengatakan jika Galih menginginkan dirinya memegang proyek ini, menemani salah satu perusahaan untuk ditemuinya bersama dengan Galih.
“Memang harus saya, Bu?” tanya Tania yang diangguki Rara.“Pak Galih maunya kamu.” Rara menjawab sambil lalu.“Masih banyak yang lebih bagus dari saya.” Tania memberikan alasan yang masuk akal.“Kalau mau nolak kamu langsung bicara sama beliau, saya nggak berani.” Rara menatap Tania tajam yang akhirnya hanya bisa mengikuti permintaan atasannya itu “Kamu pelajari dan siap-siap kalau suatu saat Pak Galih meminta kamu menemani dia.”“Menemani?” Tania menatap ragu.“Jangan mikir yang nggak-nggak, kamu pasti dengerin gosip diluar sana.” Rara mengatakan dengan memutar bola matanya malas “Kamu jangan terlalu percaya sama gosip.”“Bukan begitu, hanya saja menemani disini saya menemani dimana?” tanya Tania mengoreksi perkataan Rara.“Tergantung kemauan klien.” Rara menjawab santai. “Sudah sana pelajari, saya sibuk dari tadi kamu nggak selesai-selesai.”Berdiri dari tempat duduknya, melangkah keluar dan menghembuskan nafas panjang. Tania berharap gosip yang di dengar tidak benar, pastinya Tania tidak mau mengkhianati pernikahannya dengan Yudi hanya karena karir. Melangkah kearah mejanya dan menyandarkan diri di kursi dengan memejamkan matanya, menarik dan menghembuskan nafas panjang sebelum akhirnya membuka file yang baru saja diberikan.Tidak tahu berapa lama dirinya menghabiskan waktu dengan membaca berkas tentang kliennya nanti, mencari alamatnya yang ada di Jakarta dan hasilnya nihil. Mereka hanya mempunyai usaha di Bandung, tandanya adalah Tania harus kesana dengan Galih. Seketika menggelengkan kepala berharap apa yang ada dalam otak dan pikiran serta bayangannya tidak benar, berdoa semoga hal itu tidak benar-benar terjadi.“Kenapa muka lo kusut amat,” ucap Mira saat berada di meja Tania.“Gimana pertemuan sama Bu Lila?” Tania mengalihkan pertanyaan Mira.Mira menceritakan pertemuan dengan wakil perusahaan besar itu dengan rinci, Tania tidak menyangka jika prosesnya bisa secepat itu. Dalam bayangan Tania mereka akan mempersulit untuk kerjasama, tapi kenyataan tidak sama sekali dan Mira dibuat sangat mudah. Mendengar cerita Mira membuat Tania senang dan iri secara bersamaan, andaikan dirinya yang memegang perusahaan itu pastinya tidak perlu ikut dengan Galih.“Tania, Pak Galih ingin kamu ke ruangannya,” ucap Rara yang keluar dari ruangannya. “SEKARANG!”Mira menatap Tania dengan tatapan ingin tahu dan penjelasan, mencoba tidak peduli dengan Tania membawa perlengkapan untuk mencatat apa saja yang akan dilakukan disana. Langkah Tania terhenti saat tangan Mira memegang tangannya, tatapan mereka bertemu dan Tania hanya tersenyum kecil sambil menepuk pelan lengan Mira.“Aku dapat proyek sama Pak Galih di Bandung, doakan baik-baik saja.” Tania mengatakan dengan tidak lepas dari senyumannya.Melangkah ke ruangan Galih dengan berbagai perasaan menjadi satu, tapi satu yang dominan adalah takut Galih menjual dirinya untuk kepentingan perusahaan. Tania bertekad jika sampai terjadi dirinya akan keluar dari perusahaan, tidak peduli harus membayar penalti nantinya. Tania menggelengkan kepalanya saat membayangkan harus membayar penalti yang pastinya jumlah tidak sedikit, uang darimana dirinya nanti akan mendapatkannya.“Sudah ditunggu di ruangannya langsung masuk saja,” ucap seketrisnya, Vian.Tania menganggukkan kepalanya, mengetuk pintu dan membukanya pelan. Galih menatap Tania dan dengan gerakan matanya meminta Tania duduk dihadapannya. Tania melangkah mendekat dan duduk dihadapan Galih, mereka terdiam beberapa saat dengan hanya saling memandang dan itu membuat Tania tidak nyaman sama sekali.“Bu Rara sudah mengatakan kalau kita berdua akan ke Bandung bertemu dengan calon klien?” tanya Galih membuka pembicaraan.“Sudah, Pak.” Tania menjawab dengan menganggukkan kepalanya.“Tanda tangani ini sebagai syarat kamu setuju menghandle klien kita yang ini.” Galih menyerahkan map yang langsung diterima Tania. “Langsung tanda tangani karena saya ada rapat setelah ini, terlalu lama kalau menunggu kamu membaca,” ucap Galih menghentikan Tania membaca isi didalam map.“Tapi setidaknya saya harus baca.” Tania mengatakan dengan suara tegasnya dan menatap tajam pada Galih.“Kamu nggak percaya sama saya?” tanya Galih kembali “Isinya hanya kamu menyetujui memegang tanggung jawab ini.”Tania membaca beberapa yang dianggapnya penting, setelah merasakan tidak ada yang aneh langsung memberikan tanda tangan. Menyerahkan kembali map kepada Galih, membuka map tersebut lalu menganggukkan kepalanya.“Bagus, kalau nanti saya butuhkan pasti saya panggil.” Galih menatap Tania yang kali ini berbeda dengan sebelumnya dan membuat Tania tidak suka.Berdiri, menganggukkan kepalanya sebelum benar-benar keluar dari ruangan Galih. Mengingat tatapan Galih membuat Tania berpikir kearah sana, gosip yang selama ini selalu di dengarnya dari Mira tentang pria itu. Tania hanya bisa berdoa semoga tadi bukan awal mimpi buruknya, melangkah dengan beban yang ada di pundaknya.“Proyek?” Mira menatap tidak percaya pada Tania.Mereka memilih makan di tempat agak jauh dari kantor, lebih tepatnya mall terdekat. Tania menceritakan semuanya pada Mira, tidak tahu pada siapa lagi dirinya akan cerita dan Mira adalah satu-satunya tempat untuk bercerita. Tatapan Mira saat ini adalah tatapan keprihatinan dengan semua yang akan dialami Tania nantinya, hembusan nafas panjang dikeluarkannya sebagai tanda bahwa dirinya memang tidak tahu harus berbuat apa.“Kamu setuju?” Tania hanya mengangguk tanpa bisa mengeluarkan suara “Kamu kan tahu kalau Pak Galih itu....”“Memang aku bisa nolak? Kamu tahu sendiri Bu Rara.” Tania memotong perkataan Mira.Mira terdiam mendengar kata-kata yang Tania keluarkan “Bu Rara pasti senang kalau kita menghasilkan buat perusahaan, tapi aku yakin kalau proyek besar pastinya dia akan meminta dirinya sendiri.”Tania mengangguk setuju “Aku percaya kalau Bu Rara pastinya ingin mengambil sendiri proyek ini, tapi kenapa aku bukan yang lain?”“Kamu jangan terjebak sama permainan Pak Galih.” Mira memberikan tatapan tajam.“Siap.” Tania mengangkat tangannya dengan meletakkan di dahi, seperti tanda hormat.Mereka akhirnya membicarakan mengenai hal lain yang tidak ada hubungan atau kaitan dengan pekerjaan, banyak hal yang dibicarakan sampai tidak menyadari waktu yang mereka habiskan jika Tania tidak melihat jam di tangannya. Mereka kembali ke kantor dengan menggunakan kendaraan online, tidak banyak hal yang dibicarakan sampai mereka di kantor. Langkah Tania terhenti saat melihat orang yang sangat dikenalnya, tidak lama kemudian menggelengkan kepalanya bahwa apa yang dilihatnya tidak mungkin.“Kenapa?” tanya Mira yang dijawab gelengan kepala Tania dan langsung menarik Mira untuk masuk kedalam.Yudi membeku saat melihat Tania berada tidak jauh darinya, melangkah cepat agar tidak membuat Tania mengetahui keberadaan dirinya. Kedatangannya adalah bertemu dengan Galih membicarakan mengenai perjanjian mereka, Yudi sebenarnya malas datang ke kantor ini bertemu dengan Galih tapi karena masalah ini mau tidak mau atau suka tidak suka harus dilakukannya.“Dia sudah tanda tangan.” Galih berkata dengan nada dinginnya.“Kerja bagus.” Yudi mengucapkan dengan nada yang tidak kalah dengan Galih dan tatapan datarnya.“Wanita bagus pasti harganya lebih mahal, kasih sebagian dari uang itu.” Galih memberikan tatapan merendahkan pada Yudi.“Lakukan dulu tugasmu baru kita membicarakan uangnya.” Yudi menatap kesal pada Galih.Hati Yudi seakan tercubit saat membayangkan apa yang akan dialami Tania nantinya, wanita yang selalu bersama dirinya dalam keadaan susah dan sekarang dibuang dengan cara dijual. Tania sudah seperti barang bekas yang akan dibuang pada siapa yang bisa memberikan harga tinggi, Yudi tidak bisa membayangkan pria lain menyentuh wanitanya.“Aku akan memberikan pada pria tua yang sudah tidak mempunyai stamina lagi, biasanya pria tua sudah mengalami masalah seksual dan Tania akan berharga sangat mahal.”“Jadi kita tidak perlu mencari tahu tentang Mona lagi?” tanya Rifat setelah membaca surat yang Tania bawa.“Memang ketemu?” tanya Tania penasaran.“Menurutmu?” tanya Rifat malas.“Wow...hebat banget kamu!” Tania menepuk lengan Rifat pelan dengan bangga “Aku sudah bilang ke Wijaya kalau menolak semua rencana dia tentang kita.”Rifat menganggukkan kepalanya “Aku terserah apa katamu.”“Apa kamu nggak lebih baik mencari wanita lain?” tanya Tania hati-hati.“Melihat kamu sedih pas aku menikah sama dia? No! Aku tidak akan melakukan hal itu, aku akan menunggu dan bisa jadi kita tidak akan bersatu sama sekali, setidaknya Rey ada di tengah-tengah kita.” Tania tidak bisa mengatakan apapun, hidup mati seseorang tidak bisa ditebak sama sekali. Meninggalkan Wijaya dengan kondisi sakit seperti saat ini jelas tidak akan dilakukannya, beda cerita jika Mona ada disamping pria itu, tapi nyatanya wanita itu hanya menginginka
Proses penyembuhan Wijaya berjalan lambat, walaupun setidaknya sudah mulai ada perkembangan. Wijaya sudah tidak bisa melakukan aktivitas berat, selama beberapa bulan hubungan intim mereka berkurang. Tania tidak memikirkan itu semua, begitu juga dengan Rifat. Kata-kata Wijaya di rumah sakit sama sekali tidak dihiraukan Tania, tetap berada disampingnya dengan membantu semua kebutuhannya, tidak hanya Tania tapi juga anak-anak. Satu bulan setelah Wijaya keluar dari rumah sakit kabar duka hadir dimana Tina meninggalkan mereka selamanya, Wijaya semakin terpuruk dengan kehilangan Tina yang sudah dianggap sebagai anak sendiri. Devan memutuskan kembali setelah lama di Kalimantan, tinggal bersama dengan Emma yang sudah menjadi istri sahnya. Wijaya sudah merasa gagal menjaga Tina, membiarkannya melihat suaminya bersama dengan wanita lain, janjinya pada sahabatnya benar-benar tidak bisa dilaksanakan.Tari mencari rumah yang jaraknya tidak jauh dengan rumah Wijaya, membuat
“Semua akan baik-baik saja,” ucap Rifat menenangkan Tania dengan menepuk punggung tangannya pelan.“Aku jadi kasihan, melihat seperti ini membuatku tidak tega meninggalkan dia.” Tania menghembuskan nafas panjangnya.Waktu berjalan sangat lambat, kedua anak Wijaya sudah meninggalkan rumah sakit. Biasanya di saat seperti ini Tania akan ditemani Tina, tapi kondisi Tina semakin lama semakin menurun dan harus di rawat. “Apa perlu kita mencari Mona?” tanya Rifat hati-hati.“Entahlah, aku tidak peduli dengan keberadaannya sekarang.” Tania menjawab dengan tatapan kosong.“Rencana kita lebih baik...”“Aku sudah tidak memikirkan itu, sekarang yang ada didalam kepalaku adalah Wijaya sembuh.” Tania memotong perkataan Rifat.Keheningan menemani mereka, berdoa di dalam hati dilakukan Tania untuk Wijaya. Tidak siap jika Wijaya meninggalkan dirinya dan anak-anak, walaupun sebenarnya bisa saja hal itu terjadi. Tania tetap
Wijaya mengenalkan Mona pada rekan kerjanya, Tania memilih tidak hadir di setiap acara yang mengundang Wijaya. Alasan utama Tania tidak datang adalah bermain dengan anak Wijaya dan Mona yang bernama Gita, kehadiran Gita membuat anak-anak sedikit melupakan Sabi. Gita adalah pengganti Sabi, membuat dunia mereka kembali lagi. Mona sementara tinggal dalam satu atap dengan Tania, kamar yang di tempati adalah kamar yang dulu digunakan anak-anak pada saat kecil.“Kamu nggak berencana menikahi dia resmi?” tanya Tania saat Wijaya melepaskan penyatuan mereka.“Belum ada kearah sana.” Wijaya menjawab santai. “Sejauh ini aku masih adil sama kalian berdua.”“Aku yang merasa tidak baik-baik saja, Mona bisa merawatmu dengan baik jadi kamu bisa melepaskan aku.” “Melepaskan kamu?” tanya Wijaya dengan tatapan berpikir “Aku belum bisa.”Tania mengerucutkan bibirnya “Kamu benar-benar egois, aku tahu begini tidak akan mendukung atau membantumu saat
Mendatangi pengirim pesan dengan berbagai macam perasaan, sedikit terkejut ketika mendapatkan pesan tapi tetap berusaha untuk tenang. Menatap lingkungan sekitar dengan memastikan semuanya aman, menekan bel sebelum akhirnya yakin jika memang benar-benar aman.“Kamu datang juga, aku kira nggak akan datang.” Masuk ke dalam setelah diminta masuk, tidak menanggapi sama sekali perkataannya. Memilih masuk ke dalam dan duduk di tempat yang ada di ruangan, menatapnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.“Maaf, kalau aku tiba-tiba kabur.”“Apa alasanmu kabur? Kamu tidak memikirkan perasaan Wijaya, Mona?” Tania langsung bertanya semuanya.“Aku tahu kalau salah masuk ke dalam hubungan kalian, melihat bagaimana tatapannya padamu membuatku cemburu, harusnya aku tidak perlu memiliki perasaan itu karena sudah tahu dari awal jika hanya pelampiasan. Aku adalah salah satu wanita yang beruntung dinikahi Wijaya, bukan hanya melakukan hubungan inti
Kata-kata yang keluar dari bibir Wijaya membuat Tania tidak bisa berkata-kata, pembicaraan mereka terhenti dan tidak ada lanjutannya. Tania meminta Rifat mencari keberadaan Mona dan anak Wijaya, sampai sejauh ini belum mendapatkan jawaban sama sekali.“Kamu seakan sudah melupakan mereka,” ucap Tania saat Wijaya melepaskan penyatuan mereka.“Aku masih mencari bukan berarti dengan begini aku melupakan mereka, bagaimanapun Mona membawa darah dagingku.” Wijaya membaringkan badannya dengan menatap langit kamar.“Dia tidak akan melakukan hal-hal yang aneh, bagaimanapun anak yang dibawanya juga darah dagingnya.” Tania mengatakan untuk menenangkan Wijaya.Tania memeluk Wijaya dari samping yang membuat tubuh mereka saling bersentuhan, membelai tubuh Wijaya tanpa busana dan pelukan erat diberikan yang membuat Tania bisa merasakan detak jantung Wijaya.“Aku hanya takut sesuatu terjadi pada mereka.” Wijaya membuka suaranya.“Semu