07
Keesokan harinya, Earlene tiba di kediaman Robert untuk menghadiri jamuan makan malam. Meskipun sebetulnya dia enggan untuk bertemu rival, tetapi Earlene tidak punya pilihan lain dan mau tidak mau harus berhadapan dengan keluarga Zhang.Perempuan bergaun panjang salem mengayunkan tungkai memasuki ruangan besar, di mana semua anggota keluarga telah menunggu. Earlene mendatangi Kakek dan neneknya terlebih dahulu, sebelum berpindah menyalami kedua Adik papanya.Bila Seth Yang menyambut keponakannya dengan pelukan hangat, Sophie Yang justru berbeda. Dia menyalami Earlene dengan ujung jemari, kemudian melengos.Earlene tetap terlihat tenang, sama sekali tidak terusik dengan perlakuan Sophie yang kentara sekali tidak menyukainya. Earlene bergeser untuk menyalami Vinson dan Alfred yang merupakan anak-anak Seth dan Jenny. Kemudian berpindah untuk bersalaman dengan Pamela, istri Vinson.Setelahnya, Earlene melenggang untuk menempati kursinya di antara Carver dan Diana, tanpa berniat beramah tamah dengan ketiga anak Sophie serta kedua menantunya.Grandel mengeraskan rahang karena diabaikan Earlene. Sementara Yvete memandangi sepupunya dengan tajam sambil menahan diri untuk tidak melemparkan pisau pada Earlene.Hal nyaris serupa juga dirasakan Veronica. Anak kedua Dixon saling melirik dengan suaminya, Halton. Kemudian mereka sama-sama mengalihkan pandangan pada Robert yang sedang mengoceh di kursi ujung kanan.Hanya Kinsey yang tetap santai. Dia tahu jika Earlene memang sengaja mengabaikan kedua kakaknya dan ipar. Saat melintas tadi, Earlene sempat memegangi pundak Kinsey yang menganggapnya sebagai sapaan.Acara bersantap dimulai. Tidak ada seorang pun yang berani urun suara. Mereka baru berani berbicara bila dipanggil dan ditanyai Robert serta Martha.Tatapan semuanya tertuju pada Earlene, kala Robert menanyakan perjalanan bisnisnya. Perempuan berambut panjang mengangguk, kemudian meletakkan peralatan makan ke piringnya."Semuanya lancar, Kek. Aku sudah membuat laporannya. Nanti Kakek bisa baca," jelas Earlene. "Pada laporan itu juga tertera, di mana saja aku bertemu dengan klien, berapa lama waktu yang dihabiskan untuk melobi mereka, dan dengan siapa saja aku bertemu," lanjutnya."Aku tidak pernah melewatkan malam di bar atau club. Karena pagi-pagi aku sudah harus rapat lagi. Pasti akan sulit bangun dan berkonsentrasi, jika aku mabuk malam sebelumnya," tukas Earlene."Tapi, sayangnya, pada malam ketiga sebelum aku pulang ke sini, mobilku dicegat banyak orang. Kedua pengawalku dipukuli, dan aku dipaksa memasuki mobil penculik," ungkap Earlene sambil memasang ekspresi sedih.Robert dan Martha membeliakkan mata. Begitu pula dengan Seth dan keluarganya. Sementara keluarga Sophie saling melirik. Mereka tidak menduga jika Earlene akan berani mengungkap bagian itu."Siapa yang berani menyerangmu?" tanya Robert."Aku tidak tahu, Kek," jelas Earlene sembari meneruskan akting berlagak sedih. "Aku disekap di sebuah rumah. Aku sangat takut, untungnya Chyou datang tepat waktu," paparnya sambil berpura-pura menekan sudut mata dengan tisu."Apakah kamu terluka?""Tidak, Kek. Tapi Jianzhen kepalanya luka hingga harus dijahit.""Bagaimana kondisinya sekarang?""Sudah lebih baik.""Panggil dia dan Chyou ke sini. Kakek mau menanyai mereka.""Jianzhen sudah pulang ke Taiwan untuk memulihkan diri. Yuze, adiknya, yang menggantikan posisi Jianzhen menjadi pengawalku.""Kakek tidak tahu ada pergantian itu.""Aku sengaja tidak memberitahu Ayah, karena aku ingin menanyai Chyou terlebih dahulu," sela Graham yang berada di kursi sebelah kanan Robert. "Aku juga menanyai dua teman Chyou, yang turut membantu menyelamatkan Earlene," sambungnya."Siapa mereka?""Namanya Miguel dan Steve. Mereka teman Chyou sejak SMU.""Panggil ke sini."Graham memberi kode pada Bobby, ketua pengawal keluarganya, yang segera jalan keluar. Dixon beradu pandang dengan Grandel. Keduanya mulai panik, karena ternyata ada pihak-pihak lain yang telah membantu Chyou.Keempat pria berbeda tampilan muncul bersama Bobby. Chyou dan ketiga rekannya berhenti di belakang kursi yang ditempati kelima anggota keluarga Graham Yang, kemudian mereka serentak memberi hormat pada Robert."Chyou, ceritakan peristiwa penculikan Earlene," pinta Robert."Baik, Tuan," jawab Chyou. "Awal mulanya, kami tengah berkendara dari tempat pertemuan dengan GE grup. Tiba-tiba mobil dicegat belasan orang. Jianzhen yang menjadi sopir, hendak melaju, tetapi kaca bagian kanan telah dipukul hingga hancur," jelasnya."Saya lupa bagaimana ceritanya hingga mereka bisa menarik Nona keluar dari mobil. Karena saya dan Jianzhen telah dipukuli." Chyou terdiam sejenak, kemudian melanjutkan perkataan."Saya lari untuk mengejar mobil penculik, kemudian saya menelepon Miguel yang segera datang bersama teman-temannya." Chyou menyentuh lengan Miguel yang balas menatapnya sekilas."Saya, Miguel dan dua orang lagi, mengejar mobil penculik. Kami kehilangan jejak, tapi untungnya Steve berhasil menemukan lokasi ponsel Nona, dari pelacak di ponsel itu.""Setibanya di tempat itu, beberapa penculik mencoba menjegal kami. Saya menerobos ke dalam dan menemukan Nona di salah satu kamar." Chyou beradu pandang dengan Earlene. Mereka sudah sepakat merahasiakan bagian sang nona nyaris dirudal paksa, dan Chyou tidak akan menceritakan hal itu."Saya dan Nona segera kabur. Kami pindah hotel, agar tidak lagi diintai," papar Chyou. Dia kembali melewatkan detail mobil kehabisan bensin, karena itu akan menyebabkan banyak pertanyaan."Apa masih ada yang mengintai?" desak Robert."Selama tiga hari terakhir, tidak ada, Tuan," cakap Chyou."Graham, apa tidak sebaiknya kita meminta bantuan polisi?" Robert mengalihkan pandangan pada putra sulungnya."Tidak, Pa. Menurutku, itu akan menimbulkan banyak spekulasi," cetus Graham. "Yang terpenting adalah bagaimana caranya menemukan orang yang telah menculik Earlene, dengan mengerahkan detektif swasta dan orang-orang kepercayaan kita," sambungnya."Aku setuju dengan Koko," celetuk Seth. "Kalau lapor polisi, Earlene akan sangat tidak nyaman. Dia mungkin akan sulit beraktivitas," tambahnya yang mendapatkan anggukan persetujuan dari banyak orang."Ya, betul," balas Graham. "Aku telah meminta Miguel dan Steve untuk menjadi pengawal tambahan Earlene. Bila Jianzhen kembali, Yuze tetap harus bertugas sebagai pengawal," bebernya."Apa tidak terlalu berlebihan, Ko? Satu orang dijaga lima pengawal?" tanya Sophie."Tidak masalah. Apalagi aku masih sanggup menggaji banyak orang untuk menjadi pengawalku," timpal Earlene sambil memandangi bibinya saksama. "Tenang saja, Bi. Aku tidak akan merongrong harta keluarga besar, karena hartaku sendiri lebih dari cukup untuk membiayai hidupku," pungkasnya."Cici sejak dulu memang tidak pernah mengambil harta yang bukan miliknya," imbuh Darren."Betul. Sangat berbeda dengan yang sering merepotkan keluarga kita," cibir Carver."Jaga bicaramu, Carver!" desis Dixon."Kenapa, Paman? Aku tidak menyebutkan siapa orangnya, bukan? Kenapa Paman terlihat tersinggung?" desak Carver."Aku tidak tersinggung, tapi kamu memang harus menjaga ucapan.""Perkataanku sangat sopan. Jika tidak merasa, kenapa Paman menasihatiku?"Dixon mendengkus. "Harusnya kamu sadar tengah berhadapan dengan siapa!""Aku sadar sepenuhnya, Paman. Bukan sedang mabuk hingga menabrak orang sampai mati. Atau pesta pora hingga diciduk polisi. Atau terlampau mabuk hingga lupa menggunakan pengaman saat berhubungan intim!""Cukup!""Aku tidak akan berhenti bicara, selama Paman dan keluarga masih menyebarkan fitnah tidak benar pada Cici!""Aku bilang, cukup!""Dan aku bilang, tidak! Sudah jelas anak-anak dan menantu Paman yang brengsek. Sekarang malah mengatai Cici!""Buktinya sudah jelas jika cicimu ber ....""Tidak ada club yang kudatangi, Paman," sela Earlene. "Mungkin Paman salah membaca laporan penguntit, dan Grandel salah mengedit foto lamaku," ungkapnya dengan tenang."Apa maksudmu?" desak Grandel. Dia benar-benar penasaran dengan maksud sang ipar.Earlene menjentikkan jemarinya. Yuze dan kedua rekannya mengeluarkan banyak foto dari saku dalam jas mereka, kemudian disebarkan pada seluruh anggota keluarga Yang.08Dixon memijat dahinya saat melihat foto yang menampilkan Halton, suami Veronica yang sedang memberikan amplop pada seorang pria berjaket tebal. Sebuah foto lain memperlihatkan jika orang tersebut telah ditangkap polisi Shanghai. Foto selanjutnya menjadikan semua orang memandangi Grandel. Pria bermata tajam tetap berusaha tenang. Meskipun pada foto itu mencantumkan tanggal pengambilan gambar yang berbeda. Pada bagian atas, tercantum tiga tahun lalu, sedangkan bagian bawah menjelaskan bila foto yang sama tanggalnya berubah menjadi beberapa hari lalu. Padahal pakaian Earlene dan ketiga orang di belakangnya, sama sekali tidak berubah. Beberapa foto berikutnya, membuat Yvete dan Veronica saling melirik. Mereka mulai khawatir rahasia pekerjaan yang tidak becus dari suami masing-masing akan terungkap pada khalayak. "Ini, trik kuno," tutur Vinson. "Ya, tapi masih saja ada yang pakai," balas Darren. "Anehnya itu, yang percaya pada gambar editan," ledek Alfred seraya tersenyum. "Begit
09"Tadi malam, kamu masuk ke kamar jam berapa?" tanya Miguel sambil memandangi sahabatnya yang baru keluar dari toilet di ujung kanan ruangan. "Tidak lama setelah kamu tidur," balas Chyou sembari jalan ke lemari dan membuka pintunya. "Aku menunggumu sampai jam satu." "Kenapa harus menunggu?" "Apakah kamu bermain api dengan Nona muda?" Chyou segera mengenakan kaus putih, sebelum mengambil kemeja biru muda dari gantungan. Dia sengaja mengabaikan pertanyaan Miguel, dan bergegas menuntaskan berpakaian. "Chyou, kamu belum menjawab pertanyaanku," desak Miguel. "Aku tidak akan menjawabnya," cakap Chyou sembari memasang dasi biru tua motif bintik-bintik. "Berarti benar." Miguel mengulum senyuman. "Hati-hati, jangan sampai dia hamil," selorohnya. "Diamlah!" Miguel tergelak, sedangkan Chyou melengos. Yuze memasuki kamar bersama Steve sambil membawa nampan. Mereka memandangi Miguel yang masih terkekeh, kemudian keduanya mengalihkan pandangan pada Chyou yang sedang menyisiri rambut di
10"Ke mana mereka?" tanya seiring pria bertopi bisbol hitam sambil memindai sekitar. "Aku tidak tahu," jawab pria kedua. "Padahal tadi mereka berhenti di sini," sela lelaki ketiga sembari memperhatikan sekeliling. "Mungkin mereka tahu bila tengah dibuntuti," sahut pria keempat. Lelaki bertopi bisbol hitam mengerutkan keningnya. Dia benar-benar tidak menduga jika keempat pengawal keluarga Yang, ternyata mengetahui jika tengah dipantau. Ketiga pria lainnya masih mengamati sekitar. Mereka bingung bagaimana caranya kelompok Chyou bisa menghilang. Padahal hanya dalam hitungan menit, terapi target mereka langsung lenyap. Derap langkah dari belakang salah satu stand pedagang, menjadikan keempat penguntit terkejut. Mereka bersiap menyambut kehadiran ketiga pengawal Nona muda Yang, dengan memasang kuda-kuda sesuai ilmu bela diri masing-masing. Perkelahian tidak bisa dihindarkan. Kedua kubu sama-sama mengeluarkan segenap kemampuan untuk mengalahkan lawan. Kelompok penguntit merasa akan
11Jalinan waktu terus bergulir. Tidak adanya pergerakan terbaru dari pihak Dixon Zhang membuat Earlene lega. Namun, tidak demikian dengan Chyou. Dia justru mencurigai ketenangan kondisi dan menduga jika Dixon dan anak-anak serta menantunya, tengah menyusun rencana baru. Malam itu, Chyou keluar dari kediaman bosnya. Dia jalan dengan santai menuju deretan toko yang berada di ujung jalan. Setibanya di tempat tujuan, Chyou memasuki salah satu toko. Dia memindai sekitar, sebelum mendekati seorang pria berjaket biru yang sedang berdiri di lorong rak penuh kudapan. "Mobilku di belakang," tutur pria berjaket biru dengan suara pelan. "Tepatnya di mana?" tanya Chyou sembari berpura-pura mengambil keripik kentang dari rak."Sedan hitam, pojok kanan." "Oke." "Aku yang beli minuman." Chyou berdeham, kemudian dia mengambil beberapa bungkus lagi, lalu berbalik dan melangkah ke meja kasir. Chyou menyelesaikan transaksi pembayaran sebelum keluar dari toko dan jalan pelan menuju rumah sang bos,
12Earlene tiba di ruang makan tepat di saat papanya baru selesai bersantap. Pria tua berkemeja putih memandangi putri sulungnya yang terlihat segar, sambil mengingat-ingat percakapannya dengan Robert kemarin sore. Diana turut mengamati Earlene yang tengah berbincang dengan Carver. Sebetulnya sang mama kurang setuju dengan rencana perjodohan Earlene dengan putra keluarga Liao. Namun, sebagai menantu, dia tidak mungkin membantah keinginan pemimpin keluarga. "Earlene, besok malam kita akan bertemu dengan keluarga Liao," tutur Graham yang menyebabkan Earlene terdiam. "Di mana?" tanya Earlene setelah bisa jadi diri. "Restoran kesukaan kakekmu." "Kita bertemu di sana saja, Pa. Aku banyak kerjaan di kantor." "Hmm, ya." "Aku pernah ketemu Zi Rui," tukas Carver. "Dia salah satu pemain basket terbaik di kampus, dulu," lanjutnya. "Apa kalian seangkatan?" tanya Diana. "Tidak, Ma. Dia seniorku. Usianya setahun di atas Cici," terang Darren. "Mama lupa orangnya yang mana. Karena sudah lam
13Suasana di ruang VIP sebuah restoran mewah terlihat ramai orang. Selain Robert dan keluarganya, keluarga Liao turut mengangkut hampir semua anggota keluarga mereka. Earlene yang duduk diapit kedua adiknya, sedapat mungkin bersikap tenang. Sekali-sekali dia akan menjawab pertanyaan yang diajukan Willfred Liao, pimpinan keluarga tersebut, dengan ramah. Earlene menyadari bila dirinya menjadi pusat perhatian keenam cucu Willfred, terutama pria berparas manis yang lebih tinggi dari semua saudaranya. Seusai bersantap, Earlene memusatkan pandangan pada ponselnya yang sejak tadi berkedip-kedip. Panggilan seseorang dari belakang mengejutkan Earlene yang spontan menoleh, kemudian menengadah untuk memastikan pemanggilnya. "Bisa kita bicara sebentar? Berdua saja," pinta Matthew Zi Rui Liao."Ehm, ya," balas Earlene sambil berdiri. Matthew membungkuk sedikit untuk memberi hormat pada tetua keluarga Yang dan kedua orang tua Earlene. Kemudian dia menegakkan badan dan jalan berdampingan denga
14Rapat siang itu berlangsung sangat lama bagi Earlene. Perempuan berbaju krem berulang kali mengecek arlojinya, sebelum kembali memandang ke depan dan berusaha memfokuskan pikiran, setelah sebelumnya sempat berkelana.Carver yang turut dalam pertemuan tersebut, bertanya-tanya dalam hati tentang penyebab kakaknya terlihat gelisah. Pria bersetelan jas abu-abu menunggu hingga rapat usai, kemudian dia merangkul pundak Earlene yang sedang merapikan rambut dengan jemari. "Ci, nanti malam, ikut aku," tutur Carver. "Tidak bisa," tolak Earlene sembari menoleh ke kiri. "Kenapa?" "Aku sudah punya rencana sendiri." "Kencan?" Earlene menaikkan alis. "Aku tidak punya pacar." "Lalu, Cici mau ke mana?" "Berlatih bela diri." Carver mengamati perempuan yang balas menatapnya saksama. "Kenapa Cici tiba-tiba ingin berkung-fu?" "Tidak ada salahnya, kan? Jika aku bisa bela diri, para pengawal kita bisa istirahat bergantian. Tidak seperti sekarang. Mereka tegang hampir setiap saat." "Itu karena
15"Kenapa kalian hanya berdua di sini?" tanya Bobby Xian, ketua pengawal keluarga Yang. "Yuze tadi ada keperluan. Dia tengah menyusul ke sini," terang Chyou setelah bisa menguasai diri. Bobby menyipitkan mata. Dia mencurigai jika Chyou tengah merahasiakan sesuatu. "Segera ajak Nona pulang. Ini sudah malam." "Ya." Chyou mengamati rekan-rekannya. "Kalian ke sini, mau apa?" tanyanya. Bobby menunjuk ke dua lelaki muda yang sedang berbincang dengan Earlene. "Tuan muda Carver menemani temannya jalan-jalan. Pria itu baru kembali ke sini, dari Amerika." Chyou mengangguk paham. "Aku akan mengajak Nona pulang." "Berhati-hatilah." Chyou kembali mengangguk,kemudian dia menyambangi ketiga orang yang sedang memesan kudapan di salah satu stand pedagang. "Nona, kita harus segera pergi," ajak Chyou. "Kamu pulang duluan. Aku ikut dengan Carver," balas Earlene tanpa menoleh. Chyou terdiam. Dia tahu jika Earlene masih marah dan terang-terangan mengabaikannya. "Baik. Saya permisi." Chyou member