Share

Chapter 5 - Hangover

Nadhara sangat ingin menampar dirinya sendiri dan berharap semua yang dia alami pagi ini hanya mimpi. Bertemu Althaf meruakan mimpi buruk. Apalagi sangat terlihat pria itu akan menahannya di sini sampai dia melakukan apa yang Althaf minta.

Semua kejadian ini begitu nyata untuk di anggap sebagai mimpi, terbangun di tempat tidur pria itu membuatnya tertampar kenyataan. Nadhara tidak mungkin bisa melupakan wajah Althaf, selain karena mereka bertemu kemarin. Dia memang otomatis mengenal Althaf karena wajah pria itu selalu terbayang di benaknya walaupun dia mengusirnya setiap saat.

Nadhara menghembuskan napas panjang, dia terus mengumpat dalam perjalanan pulang. Nadhara mengabaikan Daffa yang hanya menatapnya dengan cengiran.

“Sumpah deh, Nad. Kamu kayak habis di perkosa orang. Astaga! Ini kamu kalau keluar pasti di tangkap satpol PP deh.” Ucap Daffa sembari menatap Nadhara.

Nadhara menatap Daffa tanpa mengatakan apa-apa. Dia terus menghela napas bahkan ketika sahabatnya itu tertawa karena mengejek penampilannya yang sangat berantakan.

“Antar aku ke toko ya, tapi lewat pintu belakang.” Ucap Nadhara lalu sembari melihat pemandangan di luar jendela

Dia merasa mual karena kepalanya masih pening dan juga karena cara Daffa membawa mobil membuatnya mabuk darat. “Maaf, Nad. Aku buru-buru, persediaan toko roti habis. Aku harus segera membelinya agar besok kita bisa membuat roti.” Ucap Daffa ketika sadar Nadhara memutuskan untuk berbaring dan menurunkan kursi mobilnya.

Nadhara membuka kaca jendela agar angin masuk ke dalam mobil, usahanya itu berhasil karena membuat rasa mualnya reda “Kamu masih hangover, Nad. Nanti pas sampai, aku minta Mika buat sarapan, minum obat terus istirhat dulu. Hari ini biar aku yang handel toko sama Mika, kamu istirahat aja.”

Nadhara mengangguk, “Terimakasih, maaf merepotkan. Tapi, aku mau buat resep baru” Ucap Nadhara sembari memejamkan mata.

“Walaupun kamu ngotot bikin kue juga nggak akan bisa, Nad. Kamu masih bau alkohol dan keadaan kamu nggak mungkin bisa konsentrasi bekerja. Nanti berpengaruh sama rotinya.” ucap Daffa lalu kembali menjalankan mobil setelah berhenti di lampu merah.

“Iya, tapi aku bikin resep baru. Kue di toko sudah hampir habis dan kita tidak punya stok baru.” tanya Nadhara.

Daffa berdecak karena Nadhara sangat keras kepala, “Oke, kamu bisa kasih resepnya sama aku atau Mika. Biar kami yang buat. Please, kalau kita kedapatan sama pemeriksa dengan kamu yang dalam keadaan mabok. Lisensi kita bakal di hapus.”

Nadhara menghela napas panjang, “Kamu cerewet banget sih, Daf. Tapi, iya, aku nggak mau buat toko roti kita tutup.” ucap Nadhara sembari membuka mata dan menatap jalanan.

“Iya, nggak ada yang mau. Mika bakalan ngamuk.” Ucap Daffa lalu membelokkan mobil di tikungan. Mereka sudah hampir sampai di rumah Nadhara.

Nadhara cemberut, kesadarannya memang belum pulih dan dia tidak ingin membuat Mika mengamuk. Hal itu sangat menakutkan walaupun Mika merupakan orang yang sangat baik.

Persahabatan mereka akan hancur jika dia membuat toko roti itu dalam masalah. Walaupun toko roti itu memang miliknya tetapi dia membangunnya bersama dengan Mika dan Daffa serta Ferdi.

Daffa gemas karena Nadhara terus ngotot ingin membuat kue. Padahal gadis itu belum melihat keadaannya sendiri.

“Coba deh, naikin kaca jendela kamu. Lihat wajah kamu sekarang.” Nadhara menuruti permintaan Daffa.

Nadhara terkisap begitu melihat pantulan dirinya di kaca mobil, rambutnya sangat ksusut, makeupnya luntur dan jika dia keluar pasti oarng akan melihatnya seperti orang gila.

“Lihat? Kamu sekarang lagi parah banget, coba aja kerja kayak gini. Aku jamin kue yang kamu buat nggak bakal berhasil.” Ucap Daffa lalu melangkah menjauh dari Nadhara.

Nadhara mendengkus, dia juga tidak suka melihat penampilannya yang sekarang. “Ck, harus libur deh hari ini.”

“Nah, akhirnya kamu sadar. Omong-omong pria tadi siapa? Kayaknya kalian sudah kenal ya?” tanya Daffa tiba-tiba setelah memarkirkan mobilnya di tempat parkir.

Nadhara bedecak, “Sudah deh jangan bahas dia.” ucapnya lalu membuka pintu mobil.

Nadhara mengambil napas panjang lalu memejamkan mata, dia sangat frustasi karena situasinya sekarang. Nadhara sangat malu karena tidak bisa mengendalikan dirinya dan berakibat fatal seperti ini.

Nadhara menghela napas pelan, selama sarapan di rumahnya dia memilih untuk tidak berbicara sedikitpun. Bukan karena kepalanya masih pusing tetapi dia sangat tidak mau bercerita dulu kepada Mika. Padahal gadis itu sudah menatapnya dengan berkacak pinggang sejak tadi.

Setelah sempat berdebat, Nadhara yang sudah sedikit lebih segar dan memakai baju kaos miliknya setelah mandi. Nadhara duduk di sofa jauh dari meja makan, itu membuat Mika menahan kesal karena gadis itu sangat tidak ingin menjawab pertanyaannya

“Kamu menginap di mana semalam?” tanya Mika ketika Nadhara meletakkan piringnya di meja.

Nadhara yang sejak tadi mendengarkan Mika yang terus bercerita apa yang mereka lalui semalam. Banyak pelanggan yang datang dan mencari keberadaan Nadahra dan ternayta gadis itu pulang dalam keadaan mabuk dan linglung.

Belum lagi, mulut Nadhara terkunci karena merahasiakan sosok pria yang menyelamatkannya semalam.

“Di dekat sini.” Ucap Nadhara seadanya.

Mila tertawa pelan, “Kamu tahu kalau bukan jawaban itu yang ku maksud, Nad.”

Nadhara menyandarkan tubuhnya di sofa, “Iya, aku bakal cerita. Tapi nggak sekarang ya.” Jawab Nadhara sembari menatap layar tv.

Mulutnya terkunci rapat setelah mengatakan hal itu, dia belum siap untuk menceritakan pertemuannya dengan Althaf kepada Mika. Gadis itu juga membenci Althaf setelah dia menceritakan apa yang dia lalui bersama pria itu.

Mika tersenyum kecut mendengar ucapan Nadahra, “Ya sudah, kalau gitu kamu istirahat dulu. Tapi, akau nggak bakal pergi dari sini.”

Nadhara langsung menoleh cepat kepada Mika yang sedang mengunyah makanan dengan tatapan fokus ke layar tv.

Dia benar-benar harus berpikir jernih dan sabar menghadapi Mika. “Kenapa sih kamu sangat penasaran, Mik.”

Mika menoleh kepada Nadhara, memandang gadis itu dengan tatapan tidak terbaca. “Karena ada laki-laki lagi yang bisa membuat kamu kacau kayak gini. Ini pertama kalinya aku melihat kamu sekacau ini setelah putus dua tahun yang lalu.”

“Iya, aku cuma banyak pikiran, Mik. Nggak lebih, tapi parahnya lagi aku mabuk dan pulang sama pria.”

Jawaban Nadhara itu membuat Mika menghela napas frustasi. Tetapi, dia harus menahan semua ucapan gadis itu agar Nadhara bisa terus mengorek informasi darinya. Mika melanjutkan makannya dan berpikir apa lagi yang akan dia tanyakan kepada gadis itu.

“Dia bukan kekasih kamu kan?” tanya Mika.

Nadhara mendengkus lelah, dia tidak menanggapi ucapan Mika dan memilih untuk melihat keluar jendela. Perasaannya campur aduk mendengar pertanyaan sahabatnya itu

Mika melirik Nadahra, “Lain kali, kalau mau ke bar atau mau mabok itu kabarin aku dulu atau nggak Daffa. Biar nggak kayak gini. Bukannya nyelesaiin masalah, malah nambah. Kalau pria itu datang terus jelek-jelekin toko kita gimana?”

Nadhara

memejamkan matanya ketika mengingat kejadian semalam, kepalanya panas mengingat saat tubuhnya di sentuh oleh pria belum lagi kesadarannya yang terus menghilang membuatnya sangat marah.

“Iya, Mika. Aku minta maaf karena ceroboh. Lain kali aku nggak bakal kayak gini, atau nggak memang menuruti ucapan kamu.” balas Nadhara.

“Iya, kamu harus tahu kalau aku juga peduli Nad sama kamu. Kalau ada masalah, silahkan cerita.” ucap Althaf.

Nadhara tertawa hampa, dia memutuskan untuk berbaring di sofa dan menutup kepalanya dengan bantal. “Iya, Mik. Aku nyesel. Mabok dan ke bar sama sekali nggak menyelesaikan masalah.” Jawab Nahdara.

Dia sangat malas berlama-lama di rumah di bawah tatapan Mika hanya untuk mendengar ucapan sahabatnya itu membuatnya semakin tambah menyesal karena perbuatan bodohnya.

Nadhara sibuk memeriksa tempat roti, hari ini mereka menerima banyak pesanan untuk pernikahan. Belum lagi kue raksana tujuh tingkat yang sengaja di pesan oleh pasangan pengantin.

Sekarang semuanya sudah 98% selesai, tinggal memasukkan semua kue ke dalam mobil pengantaran. Nadhara sendiri yang akan mengantarnya dan sekalian datang ke pernikahan itu.

Ini sudah kesekian kalinya mereka mendapat pesanan kue saat pernikahan, jadi mereka sedikit sudah terbiasa dengan hal itu. “Semua kue sudah di hitung kan? Jumlahnya cukup?”

“Iya, Nad. Tadi semua sudah kuhitung dan kulebihkan lima untuk jaga-jaga.” Jawab Mika.

“Oke, makasih ya. Kalau begitu aku pergi dulu.” Ucap Nadhara lalu keluar dari toko roti miliknya.

Nadhara langsung naik ke atas mobil, dia mengikuti mobil box yang berisi kue itu dari belakang. Dia mengikuti dengan hati-hati karena tidak ingin seusatu terjadi dengan kue itu dan mengacaukan pernikahan kliennya.

Nadhara memijit pelipisnya pelan, kepalanya pusing tetapi dia harus tetap bekerja. Nadhara meminum aspirin ketika mobilnya berhenti saat lampu merah. Pertemuannya dengan Althaf menimimbulkan kekesalan, selama seminggu inipun dia tidak pernah tidak memikirkan pria itu.

Mengetahui jika Althaf berada di Jakarta, kota yang sama dengan tempatnya sekarang membuatnya selalu was-was. Nadhara tidak ingin bertemu dengan pria itu lagi tetapi kenapa dia sama sekali tidak bisa berhenti memikirkannya.

Nadhara sedikit lega ketika mengetahui jika Althaf tidak bisa lagi menghubunginya. Dia hanya harus menghindari pria itu dan tidak pergi ke tempat pria itu bekerja. Nadhara harus menghindari Althaf karena sepertinya pria itu sama sekali tidak memiliki niat yang sama.

Acara pernikahan itu berakhir pada pukul tiga sore, Nadhara memang sengaja pergi saat siang hari karena tidak bisa pergi saat malam hari. Pasangan pengantin itu berterimakasih kepadanya karena membuat pesta semakin meriah dengan kedatangan kue raksasa itu.

Ketika Nadhara ingin keluar, tampak seorang pramusaji pernikahan menghampirinya lalu menyerahkan secarik kertas. Dia menerimanya dengan kening berkerut lalu membuka kertas itu.

Kamu memang tidak pernah mengecewakan, sampai jumpa lagi.’ – A

Nadhara membulatkan matanya, jika tebakkannya benar, yang mengiriminya pesan surat ini adalah Althaf. Dia tidak ingin bertemu dengan pria itu dan buru-buru berjalan keluar ke arah tempat parkir untuk mencari mobilnya.

Nadhara sampai di tokonya tepat jam sembilan malam, dia langsung naik ke atas dan membersihkan diri lalu ke bawah untuk mengecek rekan-rekannya. Tadi, Nadhara sempat makan malam dengan Althaf, lagi-lagi dia tidak bisa menolak ajakan pria itu.

Setelah kejadian hari itu, Nadhara langsung sangat bersemangat keesokan harinya. Dia sangat bersyukur, jika Mika dan Daffa tidak membahas kejadian hari itu.

Althaf sangat pintar karena mengajaknya di keramaian, membuatnya menjadi pusat perhatian. Untuk menjaga nama baiknya di depan beberapa tamu undangan yang baru datang atau bersiap untuk pergi, Nadhara terpaksa mengiyakan ajakan Althaf.

Walaupun begitu, dia hanya menanggapi Althaf dengan biasa. Seperti kemarin, dia menunjukkan kebosanan dan ketidaktertarikan berbicara dengan Althaf. Pria itu sangat sabar menghadapinya dan itu membuat Nadhara semakin bersemangat untuk semakin menjauh dari pria itu.

“Bos, roti sama kue hari ini laris banget.” Ucap Mika dengan wajah tersenyum ketika dia sampai di lantai pertama.

Nadhara membulatkan amtanya lalu menatap Mika dengan tatapan tidak percaya. “Hah? Beneran?”

“Iya, Bos. Kayaknya gara-gara dapat orderan dari pengantin tadi, tadi yang singgah rata-rata pakai pakaian pesta gitu. Untung tadi kita udah siap-siap, jadi nggak terlalu kewalahan.” Lapor Mika dengan senyuman bangga.

Wajah pegawainya yang lain juga terlihat berseri-seri walaupun terlihat gurat kelelahan dari wajah mereka. “Syukurlah, kalau gitu malam ini kita harus buat adonan dong? Lembur, gimana?” tanya Nadhara.

Nadhara menatap seluruh pegawainya, “Boleh! Tapi, bonus di tambah ya, Bos?” tanya Dira dengan wajah bersemangat.

“Bonus? Itu sudah pasti, kita harus kejar target untuk besok.” Ucap Nadhara.

Daffa langsung bertepuk tangan, “Wah, tambah semangat kalau ada bonus. Boleh deh, belum ngantuk juga gara-gara banyak pelanggan. Gimana? Yang lain setuju nggak?”

Semua pegawainya serentak menganggukkan kepala, “Yuk, tapi kita nggak bisa bantu di dapur Bos. Bisanya di sini aja?”

Nadhara mengangguk, “Iya, nanti kalian bagian yang susun roti sama kue. Terus sama melayani pelanggan juga kalau ada yang datang. Tenang aja, bonus pasti turun kok.”

Setelah pembicaraan itu, Nadhara langsung ke dapur bersama Daffa dan Mika. Mereka bertiga sibuk menguleni dan membuat campuran untuk membuat roti dan kue. Dua orang lagi sedang sibuk mencuci peralatan mereka.

Nadhara tersenyum, dia sangat bersemangat. Padahal tadi, dia ingin menutup toko lebih cepat tetapi melihat semangat dari pegawainya, Nadhara mengurungkan niat dan malah membuat mereka lembur.

Ini pertama kalinya mereka bekerja lebih dari jam kerja, biasanya mereka sudah bersiap-siap untuk menutup toko tetapi sekarang mereka sibuk untuk membuat kue untuk keesokan harinya.

Aroma manis kue tercium dari dapur. Tebakan mereka sedikit meleset, ternyata pelanggan yang datang masih sangat ramai. Mereka bahkan menunggu untuk membeli roti panas yang baru saja dipanggang di oven.

Itu membuat Nahdara, Mika dan Daffa sedikit kewalahan. Tetapi Akhirnya mereka bisa lega ketika tepat jam dua belas malam toko roti itu terpaksa di tutup karena mereka tidak bisa membuat roti keinginan pelanggan.

“Wah, beruntung banget kamu terima pesanan dari pengantin itu, Nad. Padahal awalnya hampir kita batalin.” Ucap Mika pelan.

Nadhara mengangguk, “Iya, nggak percaya juga bisa kayak gini. Semoga laku terus deh.”

Mika menganggukkan kepalanya kuat. Mereka kembali fokus membuat roti sampai pagi buta. Hanya tinggal mereka bertiga di dalam toko itu karena yang lain sudah pulang terlebih dahulu setelah toko tutup.

Nadhara membilas tangannya dengan air, semua roti akhirnya tersedia di toko. Dia sedikit takjub karena selama berjam-jam tadi, Nadhara tidak pernah sedikitpun memikirkan tentang Althaf, ternyata kesibukan membuatnya bisa melupakan pria itu.

Mereka bertiga naik untuk tidur di rumah Nadhara, ini pertama kalinya pasangan itu naik di lantai tiga dan menginap di rumahnya. Nadhara tidur dengan Mika sementara Daffa tidur di ruang tamu.

Nadhara meraih ponselnya dan dia membuka sebuah pesan dari nomor baru yang masuk. Pesan itu disertai gambar dari kartu member toko rotinya.

Kue kamu enak, aku sudah jadi anggota tetap dan akan menjadi pelanggan tetap kamu setiap hari’ – A

Seketika, Nadhara ingin melempar ponselnya. Dia menutup matanya kesal, siapa yang berani memberi nomor ponselnya kepada pria itu?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Herni
ini ceritanya ada yg dirombak ya kak ?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status