Share

BAB 8 - Salah Paham

Setelah waktu istirahat selesai, para karyawan kembali bekerja. Kemudian Nata pergi memperkenalkan Dewi sebagai sekretaris baru kepada karyawan lain dari setiap divisi.

Setelah berkunjung dari satu divisi ke divisi yang lain, mereka berdua tiba di divisi terakhir, yaitu divisi pemasaran.

“Selamat siang semuanya. Perkenalkan ini adalah Dewi Lasmana, sekretaris baru yang bekerja di perusahaan kita.”

Dewi pun membungkukkan kepalanya sedikit, lalu memandang suasana kantor divisi pemasaran. Mereka semua terlihat memperhatikannya dengan saksama.

Dewi pun tersenyum manis, lalu berkata,”Selamat kenal semuanya. Tolong kerjasama untuk ke depannya.”

Diantara para karyawan tersebut, Neta memandang Dewi dengan tatapan dingin. Mencoba menyangkal kenyataan bahwa Dewi lebih cantik daripada Dilla. Setelah mereka berdua pergi, Neta tersenyum sinis.

“Ck, karyawan baru kok datangnya terlambat.” sindirnya sambil melihat punggung Dewi yang semakin menjauh.

“Benar juga, ya. Meskipun begitu, kuakui dia memiliki wajah yang cantik. Ia mengingatkanku dengan artis korea,” temannya menanggapi sambil mengingat wajah yang ia maksud,”ah, wajahnya seperti Song Hye Kyo yang terkenal itu.”

“Dia pasti pernah melakukan operasi plastik, aku yakin.” ejek perempuan yang berada di samping Neta dan langsung disetujui oleh Neta.

“Eh, bukankah Pak Satya hanya menyukai orang yang kompeten? Bagaimana mungkin dia terpilih, sih? Padahal kemarin banyak yang melamar posisi tersebut bahkan mereka lulus dari kampus yang terkenal.”

“Mungkin, Pak Satya tertipu dengan wajah ular itu. Aku benar – benar tidak menyukainya.” Neta menyimpulkannya dengan asal, karena ia sudah terlanjur kesal dengan kehadiran Dewi.

Kesimpulan dari Neta disetujui oleh para karyawan perempuan di sana. Mereka semua mengeluarkan aura kebencian. Hanya seorang laki – laki di ruangan tersebut yang tidak terpengaruh, dia hanya menggelengkan kepala dan melanjutkan pekerjaannya.

“Girls, kalian sudah menyelesaikan tugasnya?” ucap Dilla yang mengagetkan para bawahannya, di tangannya sudah memegang kantong plastik berisi makanan. Sepertinya ia sehabis dari kantin kantor.

“Ah, belum, Bu. Kami akan segera menyelesaikannya.” Mereka serentak mengucapkannya, lalu buru – buru kembali ke meja masing – masing.

“Santai saja, hahaha. Ngomong – ngomong, kalian sedang mengobrol apa, sih? Sepertinya seru.”

“Tidak apa – apa, Bu.” Neta  langsung menjawabnya dengan cepat.

“Hmm..” ia menatapnya dengan curiga,”yah, baik kalau gitu. Jangan lupa diselesaikan ya! Biar kita tidak perlu lembur lagi.” Dilla pun berjalan menuju ruangannya.

Segera setelah Dilla pergi, mereka bernafas lega. Jika Dilla mengetahui mereka sedang membicarakan sekretaris baru, bisa – bisa mood Dilla akan kembali memburuk.

Sedangkan yang mereka bicarakan, kembali sibuk mengurus tumpukan dokumen di hadapannya. Menurut Nata, tinggal satu lusin dokumen yang harus dia urus. Nata meminta maaf karena harus menyelesaikan banyak tugas di hari pertama ia bekerja. Dewi tidak mempermasalahkannya, ia sendiri sudah bersyukur bisa diterima bekerja.

Disaat sedang fokus – fokusnya, tubuh Dewi memberikan sinyal bahwa ia harus segera pergi ke kamar mandi. Ia pun bangkit dari kursinya.

“Pak, saya mau ke kamar kecil dulu.”

Nata menatap Dewi dengan geli,”Kalau mau ke kamar mandi, ya tinggal pergi. Saya bukan guru kamu, jadi santai saja.” ujarnya sambil tertawa.

Kehadiran Dewi disini, membuat Nata menjadi sedikit rileks. Mengingat ia tidak bisa bersantai barang sejenak ketika menjabat Sekretaris Utama. Terutama kelakukan bosnya sendiri yang membuatnya mengelus dada.

“Baik, Pak.” Dewi berlalu sambil menahan malu. Bisa – bisanya ia meminta izin hanya untuk pergi ke kamar mandi. Karena ini hari pertama ia bekerja, jadi ia belum terbiasa dengan kebiasaan orang – orang disini.

Sesampainya di kamar mandi, ia segera menyelesaikan hajatnya. Ketika akan keluar dari kamar mandi, ia mendengar para karyawati sedang mengobrol tentang dirinya.

“Hei, kamu lihat sekretaris baru tadi? Aku sangat tidak menyukainya.” ucap seorang karyawati sambil mengoles lipstick ke bibirnya.

“Yah, dia sangat cantik. Tidak heran, dia diterima oleh Pak Satya karena wajahnya. Haha.” timpal yang lain.

“Di hari pertamanya ini, dia terlambat pergi bekerja. Padahal, Pak Satya menyukai orang yang kompeten. Mungkin memang benar, hanya wajahnya saja alasan satu – satu nya ia diterima bekerja di sini.”

“Aku yakin wajahnya itu hasil operasi plastik. Kapan – kapan saat bertemu dengannya, aku akan menanyakan dokter mana yang mengoperasinya. Hahaha.” Mereka pun tertawa bersama mendengar perkataan barusan.

Setelah tidak terdengar suara lagi, Dewi membuka pintu kamar mandi dengan wajah syok. Ia tidak menyangka, kesan pertama ia bagi karyawati lain adalah buruk. Dewi tidak ingin mengambil hati tentang pembicaraan barusan, tetapi ia menjadi menaruh curiga kepada CEO nya, apakah memang benar ia diterima karena wajah yang ia miliki?

Ia memandang wajahnya sendiri di wastafel. Lalu menghela nafas pelan, tangannya mulai membuka kran air dan membasuh wajahnya.

Tak apa, baginya perkataan tersebut masih bisa ditoleransi, ia pernah mendengar perkataan yang lebih buruk. Tidak masalah.

Dewi menepuk kedua pipinya perlahan,”Ayo, semangat, Dewi. Jangan biarkan perkataan mereka mempengaruhimu.” Ia pun berjalan keluar dari kamar mandi, kembali ke meja tempat ia bekerja.

Ketika ia tiba di meja kerjanya, terlihat Nata sedang menerima telefon dengan wajah yang sangat pucat.

“Apa terjadi sesuatu, Pak?” tanya Dewi ketika Nata sudah selesai menelepon.

“Ada masalah, Dewi. Saya akan menemui Pak Satya dahulu. Kamu selesaikan saja tugasnya. Masih banyak yang harus dikerjakan.”

“Ah, baik, Pak.”

Nata tergesa – gesa memasuki ruangan Satya, segera setelah masuk, ia menjelaskan situasinya kepada Satya.

“Bos, gawat! Proyek terbaru kita bocor ke perusahaan lain. Mereka meluncurkan produk yang sama persis dengan konsep dalam proyek kita.” Ia memberikan tablet yang dipegang olehnya kepada Satya. Di tablet tersebut sudah terbuka laman berita mengenai Perusahaan X yang meluncurkan produk baru.

Satya sangat marah, proyek yang ia kerjakan dengan sepenuh hati, bocor ke perusahaan saingan. Dia tidak akan memafkan siapapun dalangnya.

“Bagaimana bisa? Bahkan produk mereka sama persis dengan rencana kita.” Ia menggeram kesal, kemudian melihat nama perusahaan yang tidak asing di matanya.

“Bukankah ini perusahaan tempat Dewi dulu bekerja?” tanyanya kepada Nata, ia mengingat di mana pernah membaca nama tersebut. Ternyata di surat lamaran milik Dewi.

“Benar, Pak.”

“Dasar, bajingan! Beraninya mereka berbuat hal ini. Mereka tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa!” umpatnya dengan pelan, ia tidak ingin Dewi yang berada diluar mendengar ucapan kasarnya.

“Pak, mohon tenang. Dan jangan berencana untuk menerobos kantor mereka malam hari untuk menghancurkannya.”

Raut muka Satya lagi – lagi mengatakan kok-kamu-bisa-tahu-rencanaku. Nata hanya memutar bola matanya kesal.

“Berhenti menyelesaikan masalah dengan kekerasan, Pak. Memangnya saya tidak tahu, tabiat Bapak yang suka menghancurkan penyebab masalah secara diam – diam?” ia mengambil tabletnya kembali, sebelum hancur di tangan Satya.

“Hahh, aku mengerti.” Satya memegang kepalanya, mencoba mendinginkan kepalanya. Sejujurnya, Satya adalah tipe orang yang mudah menggerakan otot daripada otak. Namun berkat Nata yang berada disisinya selama puluhan taun, membuatnya perlahan berubah untuk menggunakan otaknya.

Meskipun terkadang ia lepas kendali, ada Nata yang selalu menenangkan dirinya kembali.

“Mari kembali adakan rapat besar. Suruh semua karyawan berkumpul, kita harus segera menyelesaikan masalah ini."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status