Setelah selesai rapat tadi, tugas Nata dan Dewi bertambah banyak. Mereka berdua bekerja keras agar pekerjaan selesai tepat waktu.
“Dewi, minta tolong berikan ini kepada Satya.” ucap Nata sambil menyerahkan beberapa kertas kepada Dewi,”dan minta kertasnya kembali.” lanjutnya tanpa mengalihkan pandangan dari kertas yang dibacanya.
“Baik, Pak.” Dewi menerima kertas tersebut lalu segera memasuki ruangan Satya.
Di dalam ruangan, Satya tak kalah sibuknya. Tangan kiri memegang telefon, sedangkan tangan kanannya mengetik dengan cepat. Dia sampai kagum sendiri ketika melihat Satya bekerja.
Merasa ada yang melihatnya, Satya mengalihkan wajahnya ke depan dan terlihat Dewi sedang memandangi dirinya dengan intens. Dengan reflek tangan kirinya langsung mematikan telefon.
“Dewi, ada apa?”
“Pak Nata menyuruh saya untuk memberikan ini, Pak.” Dewi menyerahkan lembaran – lembaran kertas kepada Satya.
“Hmm.. tunggu sebentar. Saya akan mengeceknya.”
Di saat Satya sedang fokus membaca tulisan tersebut, tanpa sadar Dewi memperhatikan wajah Satya dengan saksama. Garis wajahnya yang tegas serta mata tajam milik Satya membuat Dewi betah melihatnya terus - menerus.
Dewi terbiasa melihat karakter orang melalui pandangan mata mereka. Pengecualian untuk Satya, ia tidak bisa membaca apapun yang berada di sana. Karena semakin penasaran, ia memajukan wajahnya untuk memandang lebih dalam mata milik Satya. Dalam jarak dekat, warna mata Satya terlihat lebih jelas, pupil matanya berwarna hitam pekat. Warna yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
Tangan Dewi bergerak dengan sendirinya menyentuh pipi Satya, ia masih ingin melihat lebih dalam warna hitam pekat tersebut. Tanpa disadarinya, wajah mereka berdua hanya berjarak satu senti. Satya hanya mematung melihat wajah Dewi yang terlampau dekat dengannya, apalagi ketika tangan Dewi menyentuh pipinya dengan lembut.
Hampir saja, Satya berpikiran untuk mencium bibir Dewi yang sangat dekat. Sebelum ia kehilangan kendali dirinya, Satya berdehem untuk mencairkan suasana.
Dewi kembali ke kenyataan, ia langsung reflek menjauh dari wajah Satya dengan terkejut.
"Ma-maaf, Pak." Wajah Dewi langsung memerah, ia menunduk minta maaf lalu pergi dari ruangan dengan tergesa - gesa. Sesampainya di meja kerjanya, Nata melihat Dewi dengan heran.
"Eh, kamu demam, Dewi? Wajahmu sangat merah." tanya Nata dengan penasaran karena melihat wajah Dewi sudah merah bak kepiting rebus.
"Saya tidak apa - apa, Pak." jawabnya sambil tertawa canggung, lalu segera duduk.
"Eh, kertas yang saya berikan tadi udah selesai?"
Dewi langsung teringat dengan lembaran kertas tadi, ia kembali masuk ke ruangan Satya dengan cepat. Melihat pemandangan itu membuat Nata heran, apa benar Dewi baik - baik saja?
Kedatangan Dewi yang cepat membuat Satya terkejut, ia hanya bengong melihat Dewi mengambil lembaran kertas tersebut lalu kembali keluar tanpa berkata satu patah pun.
Kesadarannya terkumpul kembali setelah kepergian Dewi. Ia memegang pipinya dengan senang. Meskipun ia tadi bisa mengontrol ekspresinya, sekarang setelah kepergian Dewi ia tidak bisa menyembunyikan apa yang ia rasakan.
Setelah kejadian itu, Dewi tidak muncul lagi di hadapannya. Jika Satya berusaha untuk mendekati Dewi, dia langsung menghindar dengan cepat. Kejadian tersebut terus berulang sampai jam kerja berakhir.
Alasan Dewi menghindari bosnya karena ia tidak memiliki wajah lagi untuk berhadapan dengannya. Rasa malu dan bersalah menghantuinya seharian penuh. Dewi memutuskan untuk bekerja lembur agar tidak bertemu dengan Satya lagi.
Usaha Dewi tersebut menjadi sia - sia, karena ternyata Satya yang sudah ia kira pulang, menunggunya di depan pintu masuk perusahaan. Dewi berusaha untuk kabur dari Satya untuk yang kesekian kalinya, namun berhasil dicegah oleh Satya dengan memegang tangan Dewi lalu menyeret paksa untuk masuk ke dalam mobil.
"Kenapa kamu menghindariku?" tanya Satya sesaat setelah mereka berdua masuk ke dalam mobil. Dewi tidak berani melihat wajah Satya, jika melihatnya dia akan teringat kejadian memalukan tadi pagi.
Melihat Dewi yang tidak bereaksi dan memalingkan pandangan dari dirinya membuat Satya sedikit frustrasi.
"Aku tidak akan membukakan pintu sampai kamu menjawab apa alasannya." paksa Satya.
Dewi mulai melihat wajah Satya dengan perlahan, meski dalam kegelapan, ia masih bisa melihat dengan jelas warna mata Satya yang membuatnya terpesona.
"Ma-af, Pak. Saya sangat malu karena kejadian tadi pagi. Saya tidak memiliki keberanian untuk melihat Bapak lagi, sekali lagi saya minta maaf karena kecerobohan sikap saya."
"Kamu tahu, saya paling tidak suka di pegang oleh orang lain."ucapnya yang membuat Dewi semakin merasa bersalah.
"Maaf, Pak. Saya benar - benar minta maaf." Dewi menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa tangis. Di dalam hatinya ia berharap agar tidak dipecat, karena kesalahan bodoh yang sudah dilakukan.
Satya memegang pipi Dewi dengan lembut lalu berkata,"Karena itu, saya mengembalikan apa yang saya dapat tadi pagi." ia memegang pipi Dewi cukup lama, wajah tampannya tersenyum melihat wajah terkejut Dewi.
"Kamu boleh keluar sekarang." ucap Satya pada akhirnya yang langsung direspon anggukan oleh Dewi dengan cepat, "dan juga, jangan lakukan hal itu lagi dengan lelaki lain." lanjut Satya sebelum pergi.
"Baik, Pak." jawabnya sambil melihat mobil milik Satya menjauh. Dia terduduk lemas di trotoar, energinya sudah terkuras habis.
Sebenarnya Dewi bingung melihat perlakuan bosnya tadi, namun ia tidak memikirkannya lebih lanjut, ia harus bersyukur tidak kehilangan pekerjaan lagi. Dewi pun memutuskan untuk berjalan pulang, ia harus segera istirahat untuk mengembalikan energi.
Seseorang tak jauh dari tempat Dewi berada, mengawasi kejadian tersebut sejak Dewi keluar dari mobil Satya. Dia memperlihatkan ekspresi marah, tak hentinya mulutnya mengucapkan sumpah serapah yang ditujukan kepada Dewi. Setelah puas menyumpahi Dewi, ia pergi sambil tersenyum licik karena sudah terpikir skenario balas dendam yang dibuatnya dengan sempurna.
Keesokan harinya suasana kantor menjadi chaos,gosip mengenai Dewi yang menggoda Satya tersebar luas di kalangan para pegawai, terutama perempuan. Kebencian yang ditujukan kepada Dewi semakin membesar, mereka pun diam - diam melakukan petisi untuk mengeluarkan Dewi dari perusahaan.Ketika Dewi datang bekerja, bisik - bisik menemaninya sepanjang hari. Ejekan dan hinaan terus dilontarkan tanpa henti. Dewi yang tidak mengetahui kenapa ia diperlakukan seperti itu mencoba untuk tidak peduli.Baginya itu hanya gosip yang tidak terbukti jelas kebenarannya. Di sini, ia hanya fokus untuk bekerja, tidak ada yang lain. Namun semakin ia mengabaikannya, intensitas bullying menjadi semakin buruk.Puncak kejadian tersebut akhirnya terjadi ketika Dewi sedang berada di kamar mandi dan mendengar diam - diam bahwa para karyawan lain sedang mengumpulkan petisi untuk mengeluarkan dirinya dari perusahaan."Apa yang sedang kalian bicarakan?" Dewi akhirnya
Dewi yang di dampingi oleh Andini mengadakan pertemuan mendadak dengan para pemimpin divisi dan bagian. Terlihat dengan jelas wajah mereka yang berlipat kesal, karena yang memimpin saat ini adalah orang yang digosipkan."Kenapa kamu memanggil kami? Kami sibuk dengan banyak pekerjaan, tidak sempat untuk meladeni omongan pengkhianat." teriak salah satu dari mereka dengan nada tinggi.Andini yang melihat hal tersebut mengepalkan tangannya, yang kemudian ditenangkan oleh Dewi dengan senyuman."Saya mengetahui bahwa banyak yang percaya kalau saya yang membocorkan proyek terbaru kepada perusahaan saya yang lama. Saya ingin menegaskan bahwa hal tersebut tidaklah benar. Karena masalah ini menyangkut nama saya, saya yang akan menyelesaikannya." ucapnya dengan tenang."Omong kosong! Memangnya apa yang kamu bisa lakukan!" Laki - laki tersebut berteriak kembali."Saya-""Kami tidak percaya kepadamu." potongnya yang direspon oleh anggukan kebanyakan oran
Setelah berbagai masalah yang terjadi, tiba akhirnya Nadrika Group meluncurkan produk mereka. Hari ini adalah hari perdana peluncuran produk, tampak sebagian besar dari karyawan memasang wajah cemas, terutama Dewi. Nama baik serta karirnya bergantung pada keberhasilan proyek yang ia pimpin. Kabar baik pun berhembus ke perusahaan mereka, produk yang diluncurkan sukses besar. Ketenarannya bahkan melebihi produk tiruan milik Perusahaan X. Ucapan Satya terbukti benar, mengenai sebaik apa pun produk tiruan, tidak akan menyamai yang asli. Pemesanan terus melonjak per jam nya, mengalahkan produk tiruan tersebut. Hasil kerja keras para karyawan tidak berakhir sia - sia, mereka akhirnya bisa bernafas lega. Meskipun begitu, masih ada orang yang membenci Dewi dan berharap ia dikeluarkan dari perusahaan. Masih ada orang yang membicarakannya di belakang, tetapi tidak sebanyak dahulu. "Bukankah ini mencurigakan? Dia melakukan semua ini semata - mata untuk men
Di setiap mata memandang hanya ada kabut putih menutupi pandangan, di dalam hutan yang sunyi tersebut hanya terlihat batang - batang pohon yang sudah menghitam. Tidak ada satupun hewan yang menampilkan pucuk hidungnya. Seperti dalam cerita legenda, mengenai deskripsi hutan terlarang. Suara sunyi dan senyap yang merupakan ciri khas hutan terlarang, tiba - tiba dihancurkan dengan suara pacuan kuda yang cepat, menghempaskan semua yang berada di hadapannya. Suara ringkikan kuda terdengar menggema di seluruh hutan yang sunyi. Suara langkah kuda semakin pelan ketika sudah mulai memasuki daerah terdalam hutan terlarang. Netra hitam pekat seorang laki - laki yang mengendarai kuda dengan buas tersebut memandang ke depan dengan hati - hati, melihat sekeliling dengan seksama untuk mengantisipasi adanya serangan secara mendadak. Setelah dirasa lebih aman, ia sedikit melonggarkan gestur waspada meskipun mata nya tetap fokus melihat sekitar. Semakin masuk ke dalam hutan, kabut putih yang meng
Beberapa karyawati sedang berkumpul di pantri, baju mereka terkalung sebuah kartu identitas yang bertuliskan Nadrika Group. Mereka sedang asyik mengobrol tentang sesuatu. “Hei, kudengar perusahaan kita berhasil mengakuisisi Perfetti Apparel. Aku tidak mengiranya sama – sekali.” Ia berbicara dengan antusias, rasa bangga tergambar di wajahnya. Tidak ada yang pernah memperkirakan Nadrika Group berhasil mengakuisisi Perfetti Apparel, karena perusahaan tersebut cukup besar dan mandiri tanpa perlu bergabung dengan perusahaan lain. Sahamnya juga sangat stabil sejak perusahaan itu didirikan. Bahkan, beberapa selebritas terkenal menjadi brand ambassador tetap. Reputasinya yang tidak main – main ini membuat heran sebagian orang, mengenai alasan dibalik Perfetti Apparel yang mau bergabung dengan Nadrika Group. “Memang benar, perusahaan kita sejak dipegang oleh Pak Satya menjadi lebih maju. Kalian anak – anak baru belum merasakan bagaiman
Dua jam lamanya, rapat itu berlangsung. Kebanyakan dari mereka aktif berdiskusi. Setelah dirasa cukup, Nata segera mengakhiri rapatnya dan meminta kepada para karyawan untuk segera mengerjakan bagiannya masing – masing. Nata membereskan berkas yang ia bawa, sambil mencuri dengar apa yang dibicarakan oleh para karyawati. “Kyaa, Pak CEO memang sangat tampan. Apa kalian melihatnya? Wajah dan badan yang beliau miliki begitu sempurna. Aku sampai susah untuk mengalihkan pandangan.” “Ah, benar kata Bu Andini, Pak CEO sangat tampan. Kurasa sekarang aku akan mengidolakannya. Sayang sekali, Pak CEO hanya sebentar saja di sini.” “Tapi, Pak Sekretaris juga tampan. Jika Pak CEO memiliki aura yang berbahaya, maka Pak Sekretaris memiliki aura lembut dan menenangkan. Mereka berdua kombinasi yang cocok.” timpal yang lain. Mendengar kata ‘tampan’ yang ditujukan kepada dirinya membuat Nata senang. Nata berpura – pura batuk untuk memberitahu bahw
Nata sibuk memilah – milah profil lamaran yang lolos seleksi tahap pertama hari ini. Matanya tertuju pada profil yang mendapatkan nilai tertinggi. Disitu tertulis bahwa pengalaman bekerjanya sudah 5 tahun di sebuah PT yang cukup ternama."Perusahaan di sana setahuku punya gaji yang cukup tinggi, mengapa dia memilih untuk pindah bekerja kesini? Hmm.. menarik." gumam Nata.Setelah selesai memilahnya, Nata segera berdiri untuk menuju ruangan bosnya. Ia mengetuk perlahan, kemudian terdengar suara mempersilahkan dari dalam. Nata masuk dan menyerahkan berkas lamaran yang sudah ia pilih.“Oh, kamu sudah menyelesaikannya. Biar aku lihat.” Satya membaca dokumen yang diberikan satu persatu, kemudian dahinya berkerut pertanda ada yang tidak beres.“Kenapa hanya fresh – graduate yang melamar? Apakah tidak ada yang sudah memiliki pengalaman bekerja? Kamu tahu, kita membutuhkan sekretaris yang berpengala
Keesokan harinya, hari dimana seleksi tahap kedua dimulai. Sekitar 20 orang lolos ke tahap wawancara. Satu per satu dari mereka dipanggil untuk memasuki ruangan, kemudian tiba nama seorang perempuan dipanggil.“Ibu Dewi Lasmana, silahkan untuk memasuki ruangan.” ucap perempuan yang bertugas memanggil calon karyawan. Yang dipanggil bangkit dari tempat duduk dan berjalan dengan percaya diri memasuki ruangan.Dewi membungkukkan badan dengan hormat, sebelum duduk di hadapan para penguji. Disana sudah duduk Satya dengan sekretarisnya, Nata.“Selamat pagi, Ibu Dewi. Selamat sudah lolos dari ujian tertulis dengan skor tertinggi.” Nata mengawali pembicaraan, sedangkan Satya hanya terdiam memandangi wajah Dewi.Dia lebih cantik dari yang terlihat di foto, Pandangan Satya terfokus pada bibir tipis milik Dewi yang berwarna merah ranum, mengingatkan Satya pada buah ceri. Dan entah mengapa membuat Satya penasaran, apakah rasanya seenak penampil