Share

BAB 01

HIRO GYM

Vera membaca papan nama pusat kebugaran di depannya yang sedang tutup. Bangunan itu berdiri di pinggir jalan raya, di apit oleh dua ruko besar.

Di kota ini, setidaknya ada lima pusat kebugaran bernama Hiro Gym, ini salah satu cabangnya yang paling besar.

"Tempatnya tutup, pasti disini dia," ucap Vera yakin kalau suaminya ada di dalam.

Iya, pusat kebugaran Hiro Gym adalah bisnis Danno. Bisnis ini sudah menyebar ke seluruh Nusantara, bahkan mulai tersebar juga ke negara tetangga.

Vera cukup kesal. Ditambah hari sudah siang, matahari di kota Surabaya pusat ini seperti dekat dengan ubun-ubun, lengkap sudah sakit kepalanya.

Dia berjalan ke pintu masuk pegawai di Hiro Gym yang terletak di sisi samping bangunan. Kemudian, dia mengetuknya.

Pintu dibuka.

Seorang pria kekar dengan pakaian serba hitam menyambutnya. Dia minggir, mempersilakannya masuk.

Vera bertanya, "mana suami saya?"

"Ada di boxing area, Nyonya, lurus saja— belok kiri," jawab pria itu menuding ke lorong depannya.

Vera masuk ke dalam, berjalan di lorong panjang itu. Semakin dekat langkahnya ke boxing area alias area tinju, suara pukulan dan rintihan orang semakin keras.

Sebagaimana di pusat kebugaran lain, tempat ini juga memiliki banyak sekali fasilitas, termasuk boxing area ini.

Begitu sampai, Vera bisa melihat suaminya sedang bertelanjang dada, hanya memakai celana hitam.

Pria itu sedang melatih kekuatan otot kakinya dengan menendang samsak merah gantung di depannya. Tetapi, setiap kali dia menendang, samsak itu seperti bergerak, dan terdengar rintihan di dalamnya.

Vera langsung tahu ada orang di dalamnya. "Kamu lagi apa?"

"Oh, Ayang datang, kamu hebat banget tau aku disini, kamu harusnya nelpon dulu kalo mau ketemu," sahut Danno tak jadi menendang samsak itu lagi.

Dia mengulurkan tangan ke seorang pria, pengawalnya, yang sedari tadi menunggu di pojok ruangan.

Si pengawal memberikan sebotol air putih. Usai melakukan itu, dia menurunkan samsak ke lantai, lalu membuka resletingnya.

Ternyata bukan pasir ataupun benda lain yang ada di dalam samsak, melainkan seorang tubuh manusia yang tangan dan kakinya terikat, mulutnya terlakban. Itu adalah Hardi, si pengedar narkoba yang sebelumnya mereka tangkap.

"Ka-kamu apain dia?" Vera menahan napas melihat kondisi pria itu yang sudah babak belur, wajah memar-memar, bibir pun sobek.

Danno membungkuk sedikit agar bisa melihat Hardi lebih dekat. Dia memperlihatkan senyum jahatnya. "Sekarang, mau 'kan bicara?"

Hardi mengangguk cepat. Kalaupun lakban di mulutnya dibuka, dia tak yakin sanggup bicara. Dia tak pernah disiksa semalaman sampai sesakit ini. Sekujur tubuhnya terasa seperti baru saja dihantam mobil.

"Bawa dia—" Danno bicara ke anak buahnya.

Hardi segera diseret pergi. Dia benar-benar diseret layaknya karung tidak berguna.

Vera tegang juga melihat semua ini. Dia menatap suaminya yang sedang menyeka keringat di kening dengan handuk kecil. "Kamu ini nggak sabaran banget, dia pasti ngomong juga."

"Halah, kamu terlalu lembut, Sayang— udahlah, metode mengancam kamu itu nggak guna. Orang itu nggak takut di penjara, mereka itu takut mati."

"Ya daripada kekerasan."

"Metode kamu itu cuma mempan kalo sama aku. Aku nyerah kalo kamu ancam."

"Aku nggak lagi pengen bercanda, loh. Ini masalah serius. Kalau polisi tau kelakuan kamu gimana?"

"Kan ada kamu ...“ Danno tersenyum genit sembari mencolek dagu istrinya. Dia berkata lagi dengan suara lirih, "...pengacara seksiku."

"Kamu ini bener-bener suka cari masalah, ya?”

"Nggak usah mikirin hal sepele kayak gini, Sayang, nggak ada habisnya nanti."

"Sepele? Oke, oke— terus gimana? Kamu udah dapat apa dari orang itu?"

"Aku udah dapat kartu nama salah satu germo yang bekerja untuk si anak setan, target kita."

"Oh itu—"

Danno berjalan mendekati meja, lalu menaruh botol minumnya.

Di atas meja itu terdapat lipatan koran sepuluh tahun silam. Kondisi kertas koran tersebut sudah menguning sebagian telah sobek.

Tetapi, headline berita utamanya masih bisa jelas bertuliskan:

'SEORANG JAKSA TEWAS AKIBAT KECELAKAAN'

Di bawah judul berita itu ada potret hitam putih saat mobil yang ditumpangi jaksa tersebut ditarik keluar dari sungai Brantas.

Vera menghampiri Danno. Suasana hatinya menjadi gundah saat melihat foto di berita itu.

Danno menatapnya. "Tenang aja, papa kamu akan dapat keadilan. Kalau pelakunya tetep nggak dipenjara, aku sendiri yang menghukumnya nanti."

"Papa kasihan ke korban kecelakaan waktu itu— ingin pelaku penabraknya dihukum maksimal, tapi lupa kalau di negeri ini, anak di bawah umur nggak bisa dihukum berat-berat, apalagi anak pejabat."

"Jadinya papa kamu disingkirin."

"Yang bikin sedih itu— setelah papa dibunuh, mereka malah bebasin pelaku. Hukum makin lama makin lemah."

"Nggak usah sedih. Ada aku disini—suami paling berguna di bumi." Danno lantas memeluknya, lalu mengelus rambut wanita itu dengan penuh sayang.

Vera mengusap air mata yang hendak menetes dari matanya. Dia tersenyum dengan semua ucapan sang suami. "Iya."

Dia kembali tegar. Balas dendam untuk Jaksa Tino alias ayahnya baru dimulai, dia tak boleh sentimental.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tuan Muda
lumayan saya harap makin lanjutkan makin menarik.. semoga
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status