Balas dendam.
Iya, balas dendam baru akan dimulai.Vera menguatkan dirinya. Setelah bertahun-tahun, kini dia sudah menjadi pengacara— dia bertekad untuk menjebloskan pembunuh sang ayah ke dalam penjara.Danno masih betah memeluk sang istri. Dia berbisik di telinganya, "senjataku uang, Sayang. Jika pasal hukum kamu nggak bisa diandalim, andalin uangku saja. Kita pasti bisa membalas si anak babi itu.""Makasih.""Apapun untuk istriku tersayang."Vera tersenyum. Dia mendorong dada Danno hingga melepaskan pelukannya. "Mending kamu mandi dulu, ayo kita cari makan siang— di sebelah itu mall, sudah lama aku nggak makan di mall.""Jangan-jangan kamu nyariin aku cuma buat bayarin makan 'kan, ya?""Iya, dong. Kartu debitku nggak bisa dipakai, keblokir gara-gara kamu asal masukin pin kemarin. Duitku tinggal dua puluh ribu ini.""Maaf, Cantik. Iya, aku mandi dulu— setelah itu kita cari makan.""Ayo kita makan ramen, udah lama nggak makan makanan Jepang.""Boleh." Danno tersenyum sambil mencubit pipi Vera. Dia selalu gemas kalau melihat wanita itu, rasanya seperti jatuh cinta padanya sepanjang hari.***Danno dan Vera masuk ke dalam Galaxy Mall, salah satu pusat perbelanjaan yang cukup besar di kota."Akhirnya masuk juga ... panas banget di luar, kota ini banyak dosa apa gimana? Panasnya nggak ngotak," gerutu Danno asal bicara.Vera berbisik di sebelahnya, "udah jangan ngomel mulu, kita sampai."Tempat makan ramen yang mereka tuju tak terlalu jauh, jadi langsung sampai. Berhubung sekarang masih jam makan siang, situasi di dalamnya cukup ramai, tapi beruntung masih ada meja yang kosong.Usai memesan, Vera dan suaminya duduk di meja yang tersisa. Mereka duduk berhadapan.Tak lama kemudian, pelayan mengantarkan pesanan di atas meja mereka.Vera melihat meja-meja di sekitarnya yang sudah ramai. Dia tersenyum, mengenang masa lalu.Dia berkata, "Jadi ingat, dulu kita ketemu waktu makan di mall juga 'kan, waktu itu kamu kayak gembel, potongan rambut nggak jelas, brewokan, nggak ada daya tariknya sama sekali, mana kulit kamu gosong lagi— kayak orang-orangan sawah. Kok bisa ya aku mau kenalan sama kamu?"Danno agak kesal kalau Vera mengungkit masa lalunya yang jarang merawat diri karena sibuk berbisnis.Dia membela diri, " ... aku dulu banyak kerjaan. Kamu harusnya terima kasih sama orang-orangan sawah ini karena kita udah banyak uang sekarang.""Makasih, Papa. Aku cuma bercanda doang, jangan cemberut, kamu itu ganteng banget, jelas aku mau kenalan sama kamu," balas Vera dengan suara manja sambil tersenyum manis.Senyuman itu melelehkan hati Danno. Dia tak lagi bisa jengkel kalau sudah memandangi senyum dari bibir merah nan ranum istrinya itu.Dia menggoda, "Sayang, kamu ini kok curang, ya? Masa setiap hari sanggup bikin aku jatuh cinta— ini 'kan nggak adil.""Makin lihai gombal ya, Pak Danno? Kita pacaran dua tahun, kamu jarang gombal, sok sibuk, nge-date jarang, nge-chat jarang. Apa karena baru nikah sebulan— jadi gombal terus biar jatah malam lancar?""Loh, justru karena kita udah nikah, kita tinggal bersama sekarang, aku bebas gombalin kamu tiap hari. Dulu 'kan masih pacaran, nggak enak kalo terlalu mesra.""Halah, halah, bullshit."Danno tergelak.Vera mengambil sumpit, dan mulai makan ramen pilihannya. Dia agak kesulitan menggunakan sumpit, sudah lupa.Danno menyadari itu, lalu membenarkan posisi jari Vera saat memegang sumpit.Vera tersenyum. "Makasih.""Kalau masih kesulitan, ini aku suapi~" Danno menyumpit irisan daging di dalam ramennya, lalu di sodorkan ke mulut Vera."Nggak usah. Jangan lebay kamu." Vera malu. Dia melirik kanan-kiri, berharap tak ada orang yang memperhatikan mereka.Akan tetapi, tentu saja itu tidak mungkin. Sejak awal, Danno punya paras menawan— garis wajahnya tegas, daya tariknya begitu kuat. Pesonanya terpancar terang sampai-sampai mustahil diacuhkan wanita.Karena Vera tak mau, Danno memakan sendiri irisan daging ramen. Dia terlihat santai.Mendadak, perhatian Vera teralihkan oleh dua wanita yang masuk ke dalam situ. Dua-duanya berparas cantik, berpenampilan modis dan elegan."Kayaknya aku pernah ngeliat mereka ..." Vera bergumam lirih, mengingat-ingat salah satu wanita tersebut, tepatnya yang berambut lurus sebahu.Danno terkejut, dia menengok ke belakang— mengira istrinya sedang memperhatikan pria keturunan Tionghoa yang duduk sendiri di meja dekat pintu masuk.Sontak saja, dia cemburu, dan langsung menaruh sumpitnya. Kemudian, dia mencubit dagu Vera dengan jempol dan telunjuk.Dia protes, "Sayang, jangan coba-coba ngeliat mas-mas Cindo. Kamu nggak puas liat aku? Mataku juga lumayan sipit ini, kurang apalagi?""Nggak gitu!" Vera ingin tertawa. Dia menurunkan tangan Danno dari dagunya. "Lagian apaan sih kamu? Siapa yang ngeliat mas-mas? Aku ngeliat mbak-mbak itu, loh.""Mbak-mbak?" Danno menoleh lagi, kali ini pandangannya ke meja sebelah dari pria keturunan Tionghoa tadi."kayaknya aku pernah liat yang rambutnya pendek itu masuk karaoke— dekat rumah pindahan kita.""Terus?"Vera terlihat bingung, antara tidak enak asal tuduh tapi juga yakin. "Gimana ya jelasinnya ..."Danno tak lama kemudian paham. "Oh, aku ngerti. Kita makan dulu, nanti kutemui dia.""Kamu? Ngapain?""Tanya-tanya doang, siapa tau dia kenal sama germo yang kita cari." Danno mengeluarkan kartu nama dari dalam saku celananya. Itu adalah nama pria yang diduga mucikari, kenalan dari target utama mereka.Target utama, si bocah yang dulu dibebaskan karena telah menabrak orang sampai tewas, si bocah yang saat ini sudah tumbuh dewasa.Vera tak yakin. "Yakali mendadak tanya begituan, kamu bisa digampar nanti.""Siapa yang berani gampar pria sepertiku?" Danno tersenyum penuh rasa percaya diri.Pria itu sadar dengan daya tariknya yang pasti bisa menaklukkan wanita manapun. Dia menoleh lagi ke wanita yang akan dia ajak bicara nanti.Vera menatapnya dengan kesal.***Danno dan istrinya, Vera, sudah lama menantikan liburan ini.Mereka menjalani hari-hari yang sibuk, penuh dengan komitmen pekerjaan dan keluarga, dan mereka menantikan waktu untuk bersantai dan menikmati liburan ke Bali.Mereka memutuskan untuk membawa serta bayi laki-laki mereka yang kini sudah berusia enam bulan, Daniel, dan anak perempuan mereka, Venny.Pada hari pertama liburan mereka, mereka pergi ke kedai es krim lokal. Hari itu adalah hari yang hangat, dan mereka semua ingin menikmati makanan dingin.Danno dan Vera mengantri bersama Baby Daniel di kereta dorongnya, sementara Venny berdiri di samping mereka.Saat mereka menunggu, Vera mengulurkan tangan dan mengacak-acak rambut Venny."Kamu udah nggak sabar ya pengen makan es krim?" tanya Vera kepada putrinya."Iya, Mama." Venny menjawab dengan penuh semangat. "Venny nggak sabar makan es krim!"Saat mereka menunggu, Baby Daniel mulai rewel di kereta dorongnya, dan Danno menariknya keluar dan menggendongnya."Kamu mau es krim, J
Satu tahun kemudian ...Vera telah melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat. Dia, sang suami, dan Venny, keponakan yang sudah jadi anak adopsi mereka, memutuskan untuk kembali ke kota Jakarta.Danno menghentikan mobilnya tepat di depan teras rumah besar bertingkat dua. Usai mematikan mobil, dia keluar dan beranjak ke belakang untuk membuka bagasi.Di saat bersamaan, Vera keluar dari mobil dengan menggendong bayi laki-lakinya.Dia membuka pintu belakang, dan membiarkan Venny keluar. Anak perempuan itu terlihat sangat riang gembira."Hore! Udah sampe!" Katanya yang langsung melongo melihat betapa besar rumah yang ada di hadapannya. "ini rumah Papa?"Dengan bangga, Vera mengatakan, "iya dong, ini rumah kita yang sebenarnya. Kalau rumah di Surabaya itu rumah nyewa sebentar, Sayang. Mulai sekarang kita tinggal di rumah kita yang sebenarnya, rumahnya Papa."Danno masih mengeluarkan beberapa koper dari dalam bagasi. Dia menarik semuanya keluar, lalu menggeretnya mendekat ke dekat sang is
Keesokan harinya ...Ibu Vida bertamu di rumah sewaan keluarga pendonor mata yang dia sewa untuk melakukan akting di depan Danno. Dia kesal karena waktu sudah berlalu, tapi tak mendapatkan kabar tentang yang yang diminta.Dia duduk di sofa panjang ruang tamu bersama Delia juga. Di situ, ada wanita yang sebelumnya memotret kemesraan Delia, lalu seorang pria paruh baya, ayah dari anggota keluarga pendonor yang telah meninggal dunia.Delia resah. Dia masih kepikiran sejak melihat kemesraan Danno dan Vera. Saking resahnya, dia sudah tak peduli dengan dirinya yang tak menggunakan kontak lensa. Alhasil, dia tidak kelihatan seperti buta."Ini maksudnya apa? Kok Danno nggak ngirim-ngirim uangnya?" Ibu Vida meminta kejelasan.Delia cemberut. "Nggak tahu, Tante. Padahal pas terakhir pulang dari sini, dia udah bilang kalau bakalan transfer uangnya. Tapi, pas aku ke rumahnya— eh dia malah mesra sama istrinya. Aneh banget. Sebenarnya mereka itu lagi bertengkar atau enggak, sih?“Ibu Vida melihat l
Alarik terdiam pasrah.Dia bahkan tak punya kekuatan untuk bangkit. Ini adalah salahnya, salahnya karena buang-buang waktu. Seharusnya dia langsung membakar rumah ini beserta Vera di dalam selagi ada waktu.Selain itu, seharusnya dia juga membawa anak buahnya yang masih setia. Sekarang?Semua akan sia-sia. Dia melihat Sean yang menyeringai melihatnya tersungkur di trotoar. Orang yang menjadi kepercayaan Danno. Selain itu, ada pria lain yang datang di belakangnya— orang yang menghasutnya tentang Johan alias Rey, saudara kandung Sean.Rey tertawa melihat Alarik yang sudah tak berdaya, tak punya kekuatan dan keberanian untuk bangkit lagi. Dia sengaja menendang tongkat bisbol dari dari tangannya.Alhasil, sekarang— Alarik tak punya kuasa lagi. Meski begitu, dia bangkit, masih menguatkan diri untuk bisa kabur.Rey memperingatkan dengan nada sarkas, “ Bos Alarik— jangan coba-coba kabur. Polisi udah datang, loh.""Brengsek, kalian emang sekumpulan pengkhianat brengsek.” Alarik melihat Sean
Saat hendak membakar sofa, tiba-tiba terdengar suara kaca pecah dari belakang. Sontak saja Alarik menoleh— "Siapa ..." Dia waspada, takut kalau polisi yang datang. Tapi, dia sangat yakin kalau keberadaannya di sini sangat rahasia.Lalu, dalam sejekap, seorang datang berlari menuju ke arahnya. Iya, tanpa diduga itu adalah Danno.Vera membuka mata, melihatnya datang. Dia berusaha berteriak, "MMM!"Danno tampak seperti singa yang sudah siap menerkam musuh. Raut wajahnya menjadi gelap dan mengerikan, terlebih saat melihat istrinya diperlakukan seperti itu."Kamu—" Alarik panik, hendak melempar korek yang sudah dinyalakan ke arah Vera.Akan tetapi, ketika koreknya hampir jatuh— tubuhnya keburu ditendang oleh Danno sehingga korek tersebut jatuh ke tempat lain, lalu padam.Sangat menegangkan. Detak jantung Vera sampai menjadi tidak karuhan. Dia ketakutan bukan main."Brengsek!" bentak Alarik yang tubuhnya terhuyung-huyung, nyaris terjungkal ke lantai. Tapi, dia berhasil mempertahankan kesei
Usai mendapatkan telepon singkat yang mengkhawatirkan dari salah satu satpam, Danno langsung berdiri. Raut wajahnya berubah panik dan gelisah. Meski belum tahu siapa 'orang mencurigakan' yang didengar barusan, tapi dia sudah bisa menduga.Iya, siapa lagi yang yang akan menyakiti satpamnya seperti itu. Berita tentangnya sudah menyebar di mana-mana— Alarik."Si brengsek itu ... Pasti di brengsek itu ..." Ucap Danno sembari menyambar kunci mobil dari atas meja. Dia memberi pesan ke Dino. "Tolong kamu telpon polisi, minta datang langsung ke rumahku. Aku mau balik dulu sekarang.""Ada apa, Pak?“ Dino ikutan panik sehingga berdiri pula. Dia bingung dengan reaksi wajah Danno yang berubah setelah menerima panggilan sebentar itu. "Terus ini gimana?”"Udah nggak usah ngurusin Delia dulu— telpon atau langsung pergi aja ke kantor polisi, minta ke rumahku. Ada penjahat yang datang.“ Danno mengatakan itu, dan tak ingin berkata apapun lagi. Dia segera meninggalkan tempat itu, keluar dari sana dengan
Danno sedang duduk berhadapan dengan Dino di dalam sebuah kafe. Posisi meja mereka dekat dengan jendela. Dari situ— mereka bisa mengawasi kondisi di seberang jalan, tepat di mana rumah dari keluarga pendonor palsu sedang bersama Delia.Danno melihat jam tangannya, sudah tepat menunjukkan pukul delapan malam. Dia berkata, "aku belum nelpon Vera ..."Selepas menyeruput kopi, Dino berkomentar, "sebenarnya bapak pulang aja nggak masalah sih, Pak. Saya bisa jaga semalaman di sini.""Nggak ..." Danno melihat ke arah rumah seberang jalan lagi. Meski suasana jalanan di depan ramai, tapi dia bisa mengamati sekitar rumah itu. "Nggak bisa, kata Sean kemungkinan ibu mertuaku bakalan datang ke situ sebentar lagi. Kalau itu terjadi, aku bisa langsung menangkap basah permainan mereka yang mau meras aku.""Oh iya, Pak— kata Mas Sean, Ibu mertua bapak punya foto waktu bapak pelukan sama Mbak Delia.""Nggak masalah, aku udah tahu kalau pasti bakalan difoto waktu Delia peluk aku. Kan tujuannya emang me
Usai menjemput Venny dan makan bersama, keluarga kecil ini pulang ke rumah. Vera sedikit bisa bernapas lega karena di rumah sudah tidak ada Delia.Di saat suaminya pergi untuk mengurus kebohongan Delia, Vera bersama Venny di ruang tengah. Vera duduk di sofa sembari menonton berita sore, sementara itu— keponakannya tampak nyaman duduk di atas karpet sembari menggambar.Vera tersenyum melihat hampir seluruh berita nasional sedang fokus kasus menghebohkan di Surabaya. Iya, usahanya bersama Darrel dan Sean membuahkan hasil karena sekarang tempat hiburan milik Alarik dan ayahnya diekspos.Di samping bisnis ilegalnya yang memperkerjakan gadis di bawah umur sebagai penghibur serta menjual obat-obatan terlarang, tempat hiburan itu ternyata juga menunggak pajak, melanggar banyak sekali larangan. Akan tetapi, sialnya— yang tertangkap hanyalah orang-orang yng menjadi suruhan saja, Pak Henry juga tertangkap, tapi Alarik berhasil melarikan diri. Pria itu sudah kabur sejak berita tentang klub mala
Vera masih diam.Dia menunggu sang suami menjelaskan apa maksudnya sang ibu memiliki hubungan salah satu balas dendam mereka yaitu ayah dari Alarik.Danno bisa melihat raut wajah Vera yang menjadi tegang. Dia menjelaskan, "aku udah pernah bilang sama kamu kalau mama kamu itu bukan orang yang baik 'kan? Aku sebenarnya nggak pengen ngomong ini sama kamu dulu ... mengingat kamu kemarin kayaknya nyaman banget waktu ketemu mama kamu."Vera tertegun sejenak. Dia mengaku, "jujur, aku sebenarnya udah nggak enak waktu ketemu dia, Danno. Tapi, ... dia ngomongnya lembut banget, sama kayak kamu, manipulatif."Danno cemberut. "Sayang, aku mungkin manipulatif, tapi aku begini juga gara-gara kamu 'kan? Mulutku manis supaya kamu bahagia."Vera menatap sang suami. Dia menahan tawa. "Untung aku aku cinta sama kamu , jadi aku maafin tingkah ngeselin kamu yang overprotektif sama posesif itu ..."Wajah Danno tak lagi kelihatan cemberut. Dia ikutan tersenyum, tapi tak mengatakan apapun lagi.Vera kembali s