Share

My Overprotective Husband
My Overprotective Husband
Author: Diosa

PROLOG

Begitu pemuda itu keluar dari gang, lampu jalan dekat trotoar langsung pecah. Dia kaget, suasana mendadak gelap, jalanan pun sepi, hanya ada bangunan-bangunan ruko yang telah terbengkalai.

Tiba-tiba, seseorang mendekat dari kegelapan, lalu menyerang si pemuda dengan tendangan kakinya.

"ARRGH!" Pria itu kesakitan, mundur beberapa langkah sambil memegangi perut. Dia berteriak, "SIAPA ITU!"

Orang misterius berpakaian serba hitam itu kembali mendekat, lalu menendang wajahnya.

Tendangan kuat itu sanggup membuat si pria terdorong hingga masuk ke dalam gang, lalu jatuh dengan posisi tengkurap.

Pria itu bangkit, dia sekilas melihat sepatu yang dipakai penyerangnya, memiliki tanda perak berkilau. Saat dia mencoba bangun untuk melihatnya, orang itu sudah lenyap.

Perutnya terasa di koyak, sementara wajahnya panas akibat tendangan demi tendangan barusan.

Dia mengusap darah yang keluar dari hidung, merangkak keluar dari gang, berusaha keras untuk bangun.

Apa yang terjadi? Siapa yang menendang?

Seorang wanita muda berjalan mendekat. Suara hak tingginya terdengar cukup keras saat bersentuhan dengan trotoar jalan itu.

Ia berpakaian formal, setelan jas hitam dipadu dengan rok span, keluar dari mobil tersebut. Kakinya terhias oleh sepasang hak tinggi hitam yang cukup mahal.

Dia berhenti tepat di depan pria yang barusan diserang. Karena pencahayaan lampu agak kurang, jadinya sosoknya agak samar terlihat.

Sambil menunjukkan foto di layar ponselnya, dia berkata, "pasal seratus empat belas ayat satu, setiap orang tanpa hak ataupun sudah melawan hukum menawarkan, menjual, membeli, menerima ataupun menjadi perantara bahkan menukar menyerahkan narkotika golongan satu akan memperoleh pidana seumur hidup atau minimal lima tahun dan maksimal dua puluh tahun."

"Si—siapa kamu?" Pria itu panik aksinya menjual narkoba di balik gang barusan.

Si wanita berkata, "nama saya Vera, Mas Hardi, saya pengacara. Saya sedang menyelidiki kasus sepuluh tahun silam yang melibatkan kematian jaksa bernama Pak Tino. Saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan untuk mas-nya."

Mendengar nama Tino, mata pria bernama Hardi itu langsung melotot. Iya, seolah-olah rahasia lama yang harusnya tertutup tiba-tiba dibuka.

Dia menjawab dengan gugup, "sa-saya nggak tau apa-apa."

Vera mengancam, "masa? kalau terbukti bersama-sama melakukan pembunuhan berencana, hukumannya itu mati loh, Mas."

Merasa terancam, pria itu buru-buru bangkit, lalu hendak menyerangnya dengan tinju.

Tetapi, seseorang keburu datang, lalu menendang perut pemuda itu kuat-kuat hingga membuatnya terdorong lagi ke belakang— lalu menabrak tembok bangunan rusak dekat gang.

Pria itu meringis kesakitan. Tulang punggungnya terasa remuk. Dia berteriak, "SIAPA!!"

Orang yang menendangnya pun muncul. Dia berjalan mendekati Vera, lalu berhenti tepat di sebelahnya.

Dia, seorang pria, awal tiga puluh tahunan, yang memiliki paras menawan. Postur tubuhnya tinggi tegap, tampak atletis— sangat ideal. Dia punya bentuk mata yang agak sipit, rambut hitam legam sedikit acak, terutama di bagian poni.

Seperti Vera, dia juga berpakaian formal, setelan jas hitam rapi, tapi sudah tak memakai dasi.

"Apa kubilang, Sayang, penjual ganja itu nggak bisa diajak bicara baik-baik, untung kamu belum diserang," katanya.

Ketakutan, penjual narkoba tadi langsung berlari kabur, memaksakan diri walau punggungnya sakit bukan main.

Akan tetapi, tiba-tiba ada dua pria berpakaian serba hitam yang keluar dari gang lain, menyergap Hardi.

"Apa-apaan ini!" Pria itu panik, berusaha melawan. "Mau apa kalian!?"

Kedua pria tadi membungkam mulutnya dengan lakban, lalu diseret ke mobil yang sudah terparkir di kejauhan.

Vera masih diam melihat pria itu dibawa pergi. Dia sedikit cemas. "Kamu harusnya jangan keterlaluan tendang dia, kalau dia mati gimana?"

"Mau gimana lagi? Aku panik barusan, aku takut kamu kenapa-napa. Aku nggak peduli yang lain, pokoknya Istriku yang cantik nggak boleh sampai terluka."

"Danno, jangan lebay."

"Siapa yang kamu panggil Danno? Panggilnya Sayang, dong. Kita udah nikah. Masa masih aja panggil nama? Nggak mesra banget kamu ..." Pria bernama Danno itu berubah manja. Dia melingkarkan tangan di pinggang Vera.

Vera melirik Danno. Berhubung dia menggunakan hak tinggi, jadi tinggi mereka hampir setara. Dia bisa memandangi wajah pria itu dengan lebih baik.

Dia mengingatkan, "tendangan kamu itu tendangan mantan juara dunia karate, tapi jangan dipakai sembarangan."

"Makasih."

"Itu bukan pujian."

"Iya, iya, ngomong-ngomong, aksi kamu barusan keren dan seksi banget, Sayang— apalagi waktu ngancam," ucap Danno menyeringai sembari mendekatkan bibirnya ke telinga Vera, lalu berbisik, "... aku mau dong diancam."

Vera tertawa geli. "Kita jahat banget, aku takut nanti masuk neraka. Kamu ini 'kan imam-ku, harusnya menuntunku yang baik-baik biar masuk surga, bukannya diajak balas dendam begini."

"Ya udah, ayo aku tuntun ke surga."

"Sekarang?"

"Iya lah, itu dekat sini ada hotel."

Vera tertawa karena paham maksudnya. Itu jelas surga yang lain, surga dunia.

Danno tersenyum.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tuan Muda
lumayan cukup untuk permulaan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status