Satu tahun kemudian ...Vera telah melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat. Dia, sang suami, dan Venny, keponakan yang sudah jadi anak adopsi mereka, memutuskan untuk kembali ke kota Jakarta.Danno menghentikan mobilnya tepat di depan teras rumah besar bertingkat dua. Usai mematikan mobil, dia keluar dan beranjak ke belakang untuk membuka bagasi.Di saat bersamaan, Vera keluar dari mobil dengan menggendong bayi laki-lakinya.Dia membuka pintu belakang, dan membiarkan Venny keluar. Anak perempuan itu terlihat sangat riang gembira."Hore! Udah sampe!" Katanya yang langsung melongo melihat betapa besar rumah yang ada di hadapannya. "ini rumah Papa?"Dengan bangga, Vera mengatakan, "iya dong, ini rumah kita yang sebenarnya. Kalau rumah di Surabaya itu rumah nyewa sebentar, Sayang. Mulai sekarang kita tinggal di rumah kita yang sebenarnya, rumahnya Papa."Danno masih mengeluarkan beberapa koper dari dalam bagasi. Dia menarik semuanya keluar, lalu menggeretnya mendekat ke dekat sang is
Danno dan istrinya, Vera, sudah lama menantikan liburan ini.Mereka menjalani hari-hari yang sibuk, penuh dengan komitmen pekerjaan dan keluarga, dan mereka menantikan waktu untuk bersantai dan menikmati liburan ke Bali.Mereka memutuskan untuk membawa serta bayi laki-laki mereka yang kini sudah berusia enam bulan, Daniel, dan anak perempuan mereka, Venny.Pada hari pertama liburan mereka, mereka pergi ke kedai es krim lokal. Hari itu adalah hari yang hangat, dan mereka semua ingin menikmati makanan dingin.Danno dan Vera mengantri bersama Baby Daniel di kereta dorongnya, sementara Venny berdiri di samping mereka.Saat mereka menunggu, Vera mengulurkan tangan dan mengacak-acak rambut Venny."Kamu udah nggak sabar ya pengen makan es krim?" tanya Vera kepada putrinya."Iya, Mama." Venny menjawab dengan penuh semangat. "Venny nggak sabar makan es krim!"Saat mereka menunggu, Baby Daniel mulai rewel di kereta dorongnya, dan Danno menariknya keluar dan menggendongnya."Kamu mau es krim, J
Begitu pemuda itu keluar dari gang, lampu jalan dekat trotoar langsung pecah. Dia kaget, suasana mendadak gelap, jalanan pun sepi, hanya ada bangunan-bangunan ruko yang telah terbengkalai.Tiba-tiba, seseorang mendekat dari kegelapan, lalu menyerang si pemuda dengan tendangan kakinya."ARRGH!" Pria itu kesakitan, mundur beberapa langkah sambil memegangi perut. Dia berteriak, "SIAPA ITU!"Orang misterius berpakaian serba hitam itu kembali mendekat, lalu menendang wajahnya.Tendangan kuat itu sanggup membuat si pria terdorong hingga masuk ke dalam gang, lalu jatuh dengan posisi tengkurap.Pria itu bangkit, dia sekilas melihat sepatu yang dipakai penyerangnya, memiliki tanda perak berkilau. Saat dia mencoba bangun untuk melihatnya, orang itu sudah lenyap.Perutnya terasa di koyak, sementara wajahnya panas akibat tendangan demi tendangan barusan.Dia mengusap darah yang keluar dari hidung, merangkak keluar dari gang, berusaha keras untuk bangun.Apa yang terjadi? Siapa yang menendang?Seo
HIRO GYMVera membaca papan nama pusat kebugaran di depannya yang sedang tutup. Bangunan itu berdiri di pinggir jalan raya, di apit oleh dua ruko besar.Di kota ini, setidaknya ada lima pusat kebugaran bernama Hiro Gym, ini salah satu cabangnya yang paling besar."Tempatnya tutup, pasti disini dia," ucap Vera yakin kalau suaminya ada di dalam. Iya, pusat kebugaran Hiro Gym adalah bisnis Danno. Bisnis ini sudah menyebar ke seluruh Nusantara, bahkan mulai tersebar juga ke negara tetangga.Vera cukup kesal. Ditambah hari sudah siang, matahari di kota Surabaya pusat ini seperti dekat dengan ubun-ubun, lengkap sudah sakit kepalanya.Dia berjalan ke pintu masuk pegawai di Hiro Gym yang terletak di sisi samping bangunan. Kemudian, dia mengetuknya.Pintu dibuka.Seorang pria kekar dengan pakaian serba hitam menyambutnya. Dia minggir, mempersilakannya masuk.Vera bertanya, "mana suami saya?""Ada di boxing area, Nyonya, lurus saja— belok kiri," jawab pria itu menuding ke lorong depannya.Vera
Balas dendam.Iya, balas dendam baru akan dimulai.Vera menguatkan dirinya. Setelah bertahun-tahun, kini dia sudah menjadi pengacara— dia bertekad untuk menjebloskan pembunuh sang ayah ke dalam penjara.Danno masih betah memeluk sang istri. Dia berbisik di telinganya, "senjataku uang, Sayang. Jika pasal hukum kamu nggak bisa diandalim, andalin uangku saja. Kita pasti bisa membalas si anak babi itu.""Makasih.""Apapun untuk istriku tersayang."Vera tersenyum. Dia mendorong dada Danno hingga melepaskan pelukannya. "Mending kamu mandi dulu, ayo kita cari makan siang— di sebelah itu mall, sudah lama aku nggak makan di mall.""Jangan-jangan kamu nyariin aku cuma buat bayarin makan 'kan, ya?""Iya, dong. Kartu debitku nggak bisa dipakai, keblokir gara-gara kamu asal masukin pin kemarin. Duitku tinggal dua puluh ribu ini.""Maaf, Cantik. Iya, aku mandi dulu— setelah itu kita cari makan.""Ayo kita makan ramen, udah lama nggak makan makanan Jepang.""Boleh." Danno tersenyum sambil mencubit p
Rumah sewaan Vera dan Danno berada di pusat kota, dekat dengan jalan raya dan gedung-gedung tinggi lain. Kanan dan kiri bangunannya merupakan ruko dan minimarket, jauh sekali dengan tetangga.Malam ini, Vera pulang ke rumah sendiri lagi. Suaminya berkata ingin melakukan sesuatu di luar. Jadinya, dia tidur sendiri.Tepat di jam satu dini hari, ponselnya yang ada di meja nakas terus berbunyi. Awalnya, dia menghiraukannya, tapi lama kelamaan malah menyambung ke telepon rumah. Mau tidak mau, dia mengangkat panggilan itu."Hmm?" Vera menelpon dengan mata masih menutup.Suara Danno terdengar di balik sambungan telepon itu, "Sayang, lama banget kamu angkatnya? Aku ada di kantor polisi, tolong datang terus bebasin aku.""Kantor polisi? Kamu ngapain?""Datang dulu sini. Aku tunggu."Vera masih malas membuka mata. Dia sudah sering mendengar suaminya dapat masalah. "Kamu mukulin berandalan di jalan 'kan? Bebas sendiri aja lah.""Ini masalahnya nggak bisa damai sama uang, Ayang-ku, Cinta-ku . Da
Vera bangun beberapa jam kemudian, tepat ketika jam tujuh pagi. Dia masih ingin malas-malasan, enggan masak, efek masih kesal dengan kelakuan Danno semalam. Tetapi, saat dia bangun, di sebelahnya sudah rapi, tak ada Danno."Kemana lagi dia?" Dia heran.Baru juga bicara, pintu tiba-tiba dibuka.Danno masuk dengan membawakan nampan bed atau meja lipat kecil yang atasnya sudah ada satu piring roti panggang isi mozarella dan segelas jus stroberi."Selamat pagiii, Istriku~" sambutnya dengan suara ceria dan manis.Vera mengerjap-ngerjapkan mata, mengira ini mimpi. Rasanya mustahil suaminya membuat makanan. Ini memang kenyataan. Danno datang. Pria ini masih menggunakan baju tidur bermotif garis abu-abu. Dia menaruh meja lipat itu di antara paha Vera, lalu berkata, "Waktunya breakfast in bed!"Vera heran. "Ini hari apa?""Sabtu.""Bukan, maksudku ... kamu bikin makanan? Buat aku? Kok bisa? Biasanya kamu cerewet kalo nggak ada sarapan. Hari ini hari apa?""Kenapa kamu malah curiga? Aku 'kan
Usai sarapan dan mandi, Vera diajak suaminya untuk duduk santai di sofa panjang ruang tengah, lalu menonton berita pagi di televisi.Vera membuka obrolan, "kamu nggak ada kerjaan hari ini?""Nggak ada.""Nggak ada ketemuan sama rekan bisnis atau hangout sama temen atau ke gym atau apa gitu?""Nggak ada.""Bagus.""Kenapa?" Danno menoleh ke wanita yang duduk di sebelahnya itu sambil tersenyum manis. Dia menggoda, "... bilang aja kalo mau mesra-mesraan sama aku. Iya 'kan?""Enggak.""Kamu itu ngatain aku pemalu, padahal yang suka malu-malu itu cuma kamu.""Kamu itu suka godain, tapi digoda balik malah diam.""Kalo gitu goda aku lagi.""Males."Danno meraba pipi Vera, dielus-elus dengan jemarinya, sentuhannya begitu posesif. Dia berbisik mesra, "males apa nggak kuat sama pesona-ku?"Vera tersenyum mendengar itu. Dia menoleh. "PD banget kamu?"Jari-jari Danno kini menggeiltik di dagu Vera. Dia tampaknya gemas sekali dengan istrinya itu.Mata mereka bertemu. Keduanya bungkam karena saling