Rumah sewaan Vera dan Danno berada di pusat kota, dekat dengan jalan raya dan gedung-gedung tinggi lain. Kanan dan kiri bangunannya merupakan ruko dan minimarket, jauh sekali dengan tetangga.
Malam ini, Vera pulang ke rumah sendiri lagi. Suaminya berkata ingin melakukan sesuatu di luar. Jadinya, dia tidur sendiri.Tepat di jam satu dini hari, ponselnya yang ada di meja nakas terus berbunyi. Awalnya, dia menghiraukannya, tapi lama kelamaan malah menyambung ke telepon rumah. Mau tidak mau, dia mengangkat panggilan itu."Hmm?" Vera menelpon dengan mata masih menutup.Suara Danno terdengar di balik sambungan telepon itu, "Sayang, lama banget kamu angkatnya? Aku ada di kantor polisi, tolong datang terus bebasin aku.""Kantor polisi? Kamu ngapain?""Datang dulu sini. Aku tunggu."Vera masih malas membuka mata. Dia sudah sering mendengar suaminya dapat masalah. "Kamu mukulin berandalan di jalan 'kan? Bebas sendiri aja lah.""Ini masalahnya nggak bisa damai sama uang, Ayang-ku, Cinta-ku . Datang ya?""Tapi ..."Sambungan telepon itu dimatikan oleh Danno, dan itu membuat Vera makin kesal.Terpaksa, Vera turun ranjang, masuk kamar mandi, persiapan sebentar, lalu buru-buru berangkat ke kantor polisi yang tertera di pesan suaminya.***Danno tertangkap karena berada di tempat pesta narkoba bersama beberapa wanita. Dia ingin mencari tahu tentang mucikari yang diincar. Tetapi, sialnya— malam itu malah terjadi penggerebekan.Sepanjang bicara dengan polisi, Vera menahan diri tidak emosi. Dia harus profesional untuk membebaskan Danno. Prosedurnya cukup rumit karena ada narkoba disitu.Beruntung, hanya Danno terbukti tidak menggunakan bahan illegal. Jadi, dia bisa langsung dibebaskan.Vera dan Danno kembali ke rumah sekitar jam empat pagi, masih cukup gelap, dingin dan berembun.Vera dilanda amarah sehingga tak bicara apapun sejak pulang. Dia masuk kamar, menaruh tas di meja, membersihkan wajah di kamar mandi sekaligus ganti pakaian, lalu baik ke atas ranjang lagi. Cepat dan singkat.Danno melepas kancing atas kemejanya. Dia merasa gerah karena gelisah melihat Vera yang menakutkan.Dia bertanya, "Sayang, kamu marah?""Bebasin suami sendiri karena digerebek pesta sama cewek-cewek nggak jelas. Menurut kamu gimana perasaanku?""Maaf, aku cuma mau nyari info. Kamu pasti nggak setuju kalo aku bilang, jadi aku diam-diam. Ini ajakan dari cewek kemarin yang kita temui waktu makan siang.""Aku mau lanjut tidur aja, jangan ganggu." Vera malas debat. Dia menarik selimutnya ke atas hingga leher."Kok ngambek?"Vera tak menjawab. Dia lanjut tidur, perasaannya kesal sekali sampai ingin rasanya memukuli Danno.Danno sudah antisipasi. Dia menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, lalu merangkak mendekati Vera yang tidur memunggunginya itu."Jangan ngambek, dong, aku begini biar dapat informasi," rayu Danno sambil mengelus lengan wanita itu yang masih terselimut."Jangan sentuh tanganku!""Aku loh ngelus selimut.""Jangan sentuh!""Iya, iya ... tapi lihat dulu ini ...""Nggak.""Ayo buka mata, ini yang kamu mau 'kan?" bisik Danno tepat di telinga istrinya. Dia berusaha agar suaranya semesra mungkin.Tak ada jawaban."Es krim loh ini ... Coklat."Vera suka sekali es krim. Dia membuka mata. Di depan kini terpampang dua voucher es krim. "Es krim? Coklat?""Iya, Voucher makan es krim yang viral itu sepuasnya. Ini voucher terbatas. Dengan ini, kamu bisa makan es krim rasa apapun. Stroberi, coklat, vanilla~" suara Danno lirih seperti iblis yang merayu manusia.Vera tergoda berat, tapi masih enggan untuk menerima. Dia berusaha kuat.Danno berbisik, "nggak mau? Yakin? Kalo nggak mau, nggak apa-apa, nanti biar aku kasih ke temanku saja. Kebetulan istrinya ngidam es krim.""Mau, mau, mau!" Vera tak tahan. Dia merampas dua voucher itu. Dalam sekejap, suasana hatinya menjadi sangat baik. "Enak aja ngasih istri orang!""Gitu, dong." Danno tersenyum rambut mengelus poni rambut Vera. Dia sudah tahu cara menaklukkan istrinya, untung saja kali ini berhasil."Ini kamu dapat darimana? Kok bisa dapat voucher terbatas?""Apa sih yang nggak bisa aku dapatin buat kamu? Surga dunia aja aku kasih buat kamu."Terlalu bahagia, Vera merangkul leher Danno, lalu mencium pipinya kanan dan kiri. "Makasih!""Sama-sama."Vera masih senyum-senyum melihat tiket dan voucher itu. Hatinya gembira.Melihat istrinya tak lagi ngamuk, Danno berniat mencium bibirnya.Tetapi, langsung ditepis mulutnya oleh telapak tangan Vera. Senyum wanita itu lenyap, matanya berubah dingin.Dia mencubit bibir Danno, lalu mengatakan, "eh ... tetap aja, jangan coba-coba mesra setelah pesta sama cewek open BO sampe ketangkep polisi. Kamu ini keterlaluan!"Dengan bibir yang masih dicubit, Danno berusaha menjelaskan, "tapi aku nggak ngapa-ngapain, Sayang. Cuma ikutan doang biar dapat info germo yang kita cari. Aku bahkan nggak tau nama ceweknya."Sebenarnya Vera ingin ketawa melihat bibir Danno yang mengerucut mirip bebek, apalagi kalau bicara. Tetapi, dia tetap menahan diri agar tetap kelihatan jengkel."Maafin aku, Vera Cantik.""Enggak.""Aku harus apa agar kamu maafin?"Vera tersenyum manis saat menjawab, "apa yaa ... lusa harus nemenin aku makan krim sepuasnya.""Oke." Danno ikut tersenyum."Ya sudah, kamu bangun, mandi sana— kamu bau. Jangan dekat-dekat kalo masih bau naga." Vera mendorong dada Danno, memaksa pria itu untuk bangkit dari ranjang.Danno menurut. Dia turun ranjang sambil melonggarkan dasi yang dia pakai.***Vera bangun beberapa jam kemudian, tepat ketika jam tujuh pagi. Dia masih ingin malas-malasan, enggan masak, efek masih kesal dengan kelakuan Danno semalam. Tetapi, saat dia bangun, di sebelahnya sudah rapi, tak ada Danno."Kemana lagi dia?" Dia heran.Baru juga bicara, pintu tiba-tiba dibuka.Danno masuk dengan membawakan nampan bed atau meja lipat kecil yang atasnya sudah ada satu piring roti panggang isi mozarella dan segelas jus stroberi."Selamat pagiii, Istriku~" sambutnya dengan suara ceria dan manis.Vera mengerjap-ngerjapkan mata, mengira ini mimpi. Rasanya mustahil suaminya membuat makanan. Ini memang kenyataan. Danno datang. Pria ini masih menggunakan baju tidur bermotif garis abu-abu. Dia menaruh meja lipat itu di antara paha Vera, lalu berkata, "Waktunya breakfast in bed!"Vera heran. "Ini hari apa?""Sabtu.""Bukan, maksudku ... kamu bikin makanan? Buat aku? Kok bisa? Biasanya kamu cerewet kalo nggak ada sarapan. Hari ini hari apa?""Kenapa kamu malah curiga? Aku 'kan
Usai sarapan dan mandi, Vera diajak suaminya untuk duduk santai di sofa panjang ruang tengah, lalu menonton berita pagi di televisi.Vera membuka obrolan, "kamu nggak ada kerjaan hari ini?""Nggak ada.""Nggak ada ketemuan sama rekan bisnis atau hangout sama temen atau ke gym atau apa gitu?""Nggak ada.""Bagus.""Kenapa?" Danno menoleh ke wanita yang duduk di sebelahnya itu sambil tersenyum manis. Dia menggoda, "... bilang aja kalo mau mesra-mesraan sama aku. Iya 'kan?""Enggak.""Kamu itu ngatain aku pemalu, padahal yang suka malu-malu itu cuma kamu.""Kamu itu suka godain, tapi digoda balik malah diam.""Kalo gitu goda aku lagi.""Males."Danno meraba pipi Vera, dielus-elus dengan jemarinya, sentuhannya begitu posesif. Dia berbisik mesra, "males apa nggak kuat sama pesona-ku?"Vera tersenyum mendengar itu. Dia menoleh. "PD banget kamu?"Jari-jari Danno kini menggeiltik di dagu Vera. Dia tampaknya gemas sekali dengan istrinya itu.Mata mereka bertemu. Keduanya bungkam karena saling
Danno masih diam memandangi dan mendengar berita di televisi. Ini mustahil. Dia tidak mengerti. Kenapa jadinya begini? Apa maksudnya ini? Kemarin pria itu mati?Kemarin?Vera panik. Dia meremas kemeja depan sang suami, lalu mengoyaknya sedikit. "Sayang, jawab! Jangan diam aja! Kamu— kamu bunuh dia!?"Danno memegang kedua tangan Vera, lalu diturunkan. Dia membantah, "enggak. Nggak mungkin, aku sudah bebasin dia kemarin. Setelah dia mengakui semua, aku bebasin.""Tolong jujur.""Sumpah. Aku nggak mungkin bunuh orang sembarangan.""Kamu ... kamu mungkin keterlaluan mukulin dia, terus dia mati, kamu buang mayatnya, kamu harus jujur.""Vera, aku nggak bunuh orang. Lihat aku ..." Danno menangkup wajah Vera dengan kedua tangannya. Jadi, mereka saling pandang lagi. "... Apa menurut kamu, aku bohong masalah beginian?"Vera terdiam. Tidak mungkin juga suaminya berbohong masalah seperti ini. Lagipula, dia juga yakin pria ini bukan pembunuh.Dia berkata, "Tapi, itu jepit dasi kamu 'kan? Kalo kamu
Vera dan Danno menikmati hari libur mengunjungi salah satu cabang kedai es krim di kota ini. Keduanya duduk berdua di meja yang dekat dengan jendela. Saat mereka datang masih terlalu pagi, jadi belum terlalu ramai."Sayang, tumben kamu nggak ngomel lagi," kata Danno memandangi Vera yang duduk di seberang meja darinya."Kenapa harus ngomel?" Vera menjilati es krim cone sambil menikmati pemandangan jalan raya yang sudah ramai."Kita hari ini jadi ke kantor polisi?""Iya lah, sebelum mereka tahu apa yang terjadi, lebih baik kooperatif sama mereka.'"Tapi, bukannya bagus mereka nggak tau itu punyaku.""Bukan nggak tau, tapi belum tau. Udahlah, nanti habis makan siang, kita ke kantor polisi lalu ngaku kalau itu jepit dasi punya kamu.""Kenapa nggak sekarang aja?""Kamu nggak liat aku sedang apa?"Danno tersenyum. "Istriku jahat banget, selalu ngutamain es krim ketimbang aku. Aku cemburu, loh.""Kamu ngeselin, kalo es krim 'kan nyenengin." Vera balas tersenyum.Danno berdiri sedikit, lalu n
Di kamar tidur mereka, terdapat papan tulis dekat tembok yang terdapat tulisan spidol bertuliskan:BALAS DENDAMDanno menempelkan beberapa foto orang di situ dengan bantuan double tape, beberapa di antaranya berasal dari potongan koran. Setelah itu, dia menulis nama-nama mereka di bagian bawah.Danno menuding tiga deret foto paling atas, semuanya pria, dua di antaranya sudah di atas empat puluh tahunan, sementara satunya masih muda."Si bocah setan, Alarik. Ayahnya, Henry, dan kemudian pengacara mereka dulu ... Gio, mereka adalah target utama kita," katanya sambil menuding mereka dengan ujung pena.Vera duduk di pinggiran ranjang, memperhatikan papan tulis dengan seksama.Danno menggambar garis dari foto Gio si pengacara ke foto seorang pemuda asing yang bagian bawahnya tertulis nama Roni. "... nah, ini Roni, teman Hardi yang kasus kematiannya kamu tangani sebelum nikah sama aku, sekitar dua bulan yang lalu baru selesai kasusnya?""Iya.""Roni itu saksi suap yang dilakuin pengacara Gi
"Tapi itu untuk nanti malam, Sayang—siapin diri kamu, ya~" Danno masih menyeringai. Dia memberikan ciuman mesra ke bibir Vera.Vera menyudahi ciuman itu sembari berbisik, "kita ngomongin ini dulu, dong—Aku ntar lupa kita barusan bahas apaan.“Danno tergelak lirih. Dia kembali ke papan tulis, dia menggambar garis dari foto Roni ke foto Hardi.Dia menjelaskan, "jadi intinya— Hardi, pengedar narkoba yang kita tangkap malam itu, tapi sekarang sudah mati dibunuh. Dia adalah orang yang buat mobil papa kamu menjadi rem blong sampai terjadi kecelakaan sepuluh tahun silam. Selain itu ..."Dia berhenti sejenak untuk menggambar garis dari foto hardi ke foto Henry. "... Hardi cuma suruhan Henry alias ayah Alarik."Spidolnya kemudian mengaitkan garis dari foto Alarik ke foto buram yang sepertinya diambil diam-diam, serta foto hitam putih dari potongan koran yang tidak jelas juga.Suami Vera ini menjelaskan kembali, "Alarik sekarang berbinis prostitusi online dengan membawahi dua mucikari, Johan da
"Sayang ..." Vera menangkup wajah Danno, lalu didorong agar berhenti menciumi wajahnya. Dia mengeluh, "... sampai kapan kamu bakalan cium aku begini?""Mmm... " Danno tersenyum menatap wajah cantik Vera di bawah. "Aku suka mencium kamu."Iya, posisinya masih menindih dada sang istri di atas ranjang. Sudah hampir lima belas menit mereka berciuman, merangsang tubuh masing-masing. Dia tidak mau berhenti— menciumi wanita itu adalah sebuah candu yang sulit dikendalikan.Vera menyentil hidung Danno. Kemudian, dia kembali merangkul tangan di leher sang suami itu. Dia mengingatkan, "kita 'kan lagi rapat penting, jangan cium aku terus, dong.""Padahal kamu sendiri yang minta dicium? Sekarang minta berhenti?""Tadi ... Ini udah kelamaan kamu ciumin bibirku.""Terus maunya aku cium yang lain?" Danno menyeringai. Dia memberikan pandangan genit kepada Vera.Tatapan mata itu sudah bisa membuat Vera mengerti maksudnya. Dia ikut tersenyum, lalu menantang dengan nada suara manja, "kamu mau cium apalag
Vera memasak kari ayam dalam waktu yang lumayan singkat, beruntungnya sudah ada bumbu jadi. Dia tidak mengira kalau ada sanak keluarganya yang mampir ke rumah. Tidak ada persiapan sama sekali."Maaf, Bang, kami baru pindah ke sini, belum belanja juga ..." Wanita itu mencari alasan sambil menyajikan makan siang mereka dia atas meja makan. "Maaf kalau cuma makanan ini aja yang bisa Vera suguhin."Feno, yang sudah duduk di kursinya, mengangguk. "Nggak apa-apa, kok. Ini udah cukup.""Mending tadi pesen makan aja, Sayang," sahut Danno yang kurang minat dengan kari ayam. Dia agak rewel perihal makanan, paling tidak suka dengan kari.Tentu saja, Vera tahu itu. Namun, bumbunya cuma ada itu, dia tidak punya pilihan lain. Dia berkata, "kalau kamu nggak suka, ya udah pesen sendiri sana, aku sama bang Feno makan di sini. Iya 'kan, Bang.""Iya." Feno mulai mengambil lauk. "Masakan kamu selalu enak, kok.""Makasih, Abang~" Vera tersenyum gembira. Dia melirik suaminya yang tampak kesal. Selama ini,