Share

BAB 2 - Ternyata dia...

Bianca pulang sore ini setelah izin untuk datang terlambat di tempat kerjanya. Selain menjadi asisten dosen, dia juga bekerja paruh waktu di sebuah toko kue.

Untung saja pemilik toko kue itu sangat pengertian pada kondisi bianca. Seorang wanita tua yang kelewat ramah dan sangat memperlakukan bianca sangat baik. Dia seperti merasa memiliki seorang nenek lagi.

Gadis dengan gaya pakaian sederhana itu memang terlihat biasa bagi gadis - gadis lain. Tapi tidak dengan para pria yang sangat tertarik dengan bianca. Walaupun pakaian yang dia pakai sangat sederhana, tapi kadar kecantikan gadis itu tidak berkurang sedikit pun. Terlebih bianca juga merupakan mahasiswa pintar di kampus mereka. Kurang apa lagi ?

Jika menilai dia adalah gadis dari kalangan menengah ke bawah, bukankah itu terlihat sangat tidak adil ?

Tidak semua orang terlahir beruntung, mungkin salah satu dari mereka ada bianca disana. Tapi melihat perjuangannya untuk terus bertahan dan memperbaiki hidupnya, kita seharusnya kagum padanya. 

Tapi itu tidak berlaku pada tyaga yang kini sedang memperhatikan bianca dari dalam mobilnya. Pria itu sengaja kembali ke kampus setelah meninggalkan kedua sahabatnya bersama kunci mobil mereka yang menjadi nilai taruhan. 

Bagaimana pun caranya, tyaga harus mendapatkan gadis yang sedang duduk di halte kampus itu. Selain untuk mempertahankan villa miliknya, ini juga menyangkut harga dirinya.

Masa seorang tyaga tidak bisa menaklukkan seorang gadis miskin seperti itu.

Pandangan tyaga penuh dengan tatapan menghina melihat bianca yang memakai kaos putih dipadukan kemeja kotak - kotak yang sepertinya tidak bermerek dengan harga murah, rambut lurus hitam yang tergerai, sepatu kets pasaran, dan juga setumpuk buku beserta map di tangannya. Jangan lupakan tote bag besar dan juga terlihat murah yang menggantung di bahunya.

“Cih!!! Apa tidak ada gadis lain untuk dijadikan taruhan. Sialan emang sahabat gue!!” maki tyaga.

“Bianca gue jauh lebih cantik daripada bianca yang disana, gimana bisa gue harus jadiin gadis kayak gitu buat jadi kekasih gue!!” tyaga semakin memaki kedua sahabatnya saat melihat bianca sedang berdiri sambil melambaikan tangannya untuk menghentikan angkutan umum.

Walaupun tyaga terus menerus mengucapkan sumpah serapahnya untuk kedua sahabatnya, dia tetap saja mengikuti kemana arah angkutan umum yang ditumpangi bianca pergi. Setidaknya dia harus tahu celah untuk bisa mendekati gadis itu.

Tyaga semakin uring - uringan karena mengikuti angkutan umum sama dengan harus sabar. Mereka akan sering berhenti untuk menurunkan atau mencari penumpang lain. Selain itu, dia juga harus pintar menjaga jarak dengan angkutan umum itu agar aksinya tidak mencurigakan.

Susah payah tadi dia pergi dari kampus lalu kembali lagi hanya untuk menyelamatkan harga dirinya yang selangit. Dan juga untuk mengelabui kedua sahabatnya tentang rencananya yang sangat konyol dan sangat membuang - buang waktunya.

Sepanjang perjalanan tyaga terus saja mengomel sampai - sampai dia tidak memperhatikan daerah yang sedang dituju oleh bianca.

Saat angkutan umum itu berhenti di halte di daerah tengah kota, bianca turun disana. Dia terlihat sedikit berantakan dengan anak rambut yang berterbangan menutupi wajah cantiknya. 

Dengan bawaan yang sebanyak itu dan gerakan waspada bianca untuk melindungi tasnya membuat tyaga menatapnya dengan tatapan mengejek. Karena baru saja dia hampir terserempet angkutan umum yang dia tumpangi itu karena terburu - buru jalan saat bianca belum sepenuhnya keluar dari pintu. 

“Dasar ceroboh!! Bisa - bisanya dia lebih memilih melindungi tas murah itu daripada dirinya. CIH!!” ejek tyaga saat melihat kejadian itu.

Setelah duduk sebentar di halte karena rasa terkejutnya, bianca mulai berjalan kaki ke salah satu deretan ruko mewah yang merupakan tempat kerjanya. Dan hal itu juga tak luput dari pandangan tyaga. Dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang lebih lambat daripada kecepatan jalan bianca yang tentu saja dengan menyalakan lampu hazard agar tidak mendapatkan hadiah bunyi klakson dari pengendara lain.

Bianca terus berjalan sampai ke arah jembatan penyeberangan. Tyaga ikut menghentikan mobilnya di dekat pintu jembatan penyeberangan itu dan menanti bianca keluar di pintu jembatan di seberang sana.

Tak sampai 5 menit kemudian bianca sudah keluar, tyaga terus mengikuti kemana arah bianca berjalan yang ternyata memasuki daerah ruko tak jauh disana.

Lalu pandangan mata tyaga terhenti saat melihat bianca masuk ke dalam toko kue yang sangat dia kenali.

Dengan secepat kilat tyaga memutar balik mobilnya untuk menyusul gadis yang membuatnya harus melakukan hal konyol ini. 

Saat dia sampai disana, tyaga langsung memarkirkan mobilnya tepat di depan toko kue itu. Lalu dia bergegas turun dan masuk.

Saat memasuki toko, semua pegawai di sana menyapa dengan sopan dan sangat ramah. Bahkan beberapa diantaranya dengan sengaja menghampiri tyaga langsung.

“Eh, ada mas tyaga. Mau cari oma ya ?” kata salah satu pegawai di sana dengan nada sok ramahnya.

“Oma dimana ?” tanya tyaga sambil terus memperhatikan ke sekeliling toko untuk mencari keberadaan gadis incarannya.

‘Nggak mungkin gadis miskin itu beli kue disini. Tapi kemana perginya dia ?’ batinnya.

“Oma, ada kok mas di kantornya.” jawab pegawai itu kali ini dengan nada genitnya.

“Dia oma gue, bukan oma lu!! Jangan sok deket!! Minggir!!” kata tyaga dengan nada angkuh dan wajah tak bersahabatnya.

Mendengar kata - kata tak bersahabat di telinga seperti itu membuat wajah salah satu pegawai oma tyaga langsung membeku, ditambah dengan tawa terkekeh yang ditahan pegawai lainnya karena melihat temannya sedang mendapat penolakan dari cucu pemilik toko kue yang merupakan idola dan idaman pegawai disana.

Tyaga tanpa basa - basi langsung berjalan menuju ke arah kantor milik omanya. 

Tok… tok…

“Masuk.” terdengar suara yang mempersilahkan tyaga masuk.

“Oma…” panggil tyaga dengan suara lembut bak sutra.

“Cucu oma dateng… tumben, ada apa sayang ?” tanya oma sambil membuka kedua tangannya untuk menyambut pelukan dari cucu satu - satunya dan kesayangan semua orang di keluarga mereka.

Tanpa basa - basi tyaga langsung memeluk omanya. Dan jangan lupakan setelah itu dia juga mencium sayang wanita tua yang merupakan ibu dari mamanya dan merupakan salah satu wanita penting dalam hidup tyaga selain mamanya. Juga bianca. Tapi bianca di masa lalunya, bukan bianca yang menjadi taruhan tentunya.

“Nggak papa, mau mampir aja.” jawab tyaga yang kali ini sudah duduk di sofa bersama oma nya.

“Pulang kuliah, ya ?” tyaga mengangguk.

“Kamu pasti capek, mau coklat dingin sama kue ?” tanya oma dengan penuh perhatian dan kelembutan. Tyaga yang memang manja kepada omanya hanya menampilkan senyuman termanisnya.

“Dasar…. Masih manja aja kamu, udah segede ini.” kata oma gemas sambil mencubit pipi tyaga. Lihat saja interaksi antara nenek dan cucunya ini sangat menggemaskan, bukan ?

Setelah memesankan pesanan untuk cucunya, sang oma kembali duduk bersama cucunya yang sedang sibuk memainkan ponselnya.

15 menit kemudian…

Tok…. tok…

“Masuk.”

“Permisi, oma. Ini kue sama coklat dinginnya. Mau ditaruh dimana ?” tanya seorang gadis yang merupakan salah satu pegawai disana.

“Taruh disini aja, bi.” kata oma dengan sangat ramah.

‘Bi ?’ batin tyaga saat oma nya menyebut panggilan yang mirip dengan seseorang yang membuatnya sampai di sini sekarang.

Tyaga yang tadinya memainkan ponselnya langsung melihat ke arah gadis itu. Dan matanya terbelalak kaget saat menemukan gadis yang sejak tadi dia ikuti ternyata bekerja di toko kue milik omanya.

Padahal tadi dia sempat lupa bahwa tujuannya kesini untuk mencari keberadaan bianca. Tapi sepertinya keberuntungan sedang berpihak padanya, tyaga langsung tersenyum miring saat melihat bianca menggunakan seragam seperti pegawai lainnya.

Tak pernah tyaga bayangkan, ternyata gadis ini masih berada di lingkungannya.

Walaupun diperhatikan sebagaimana intensnya,bianca tetap tidak terpengaruh sama sekali. Setelah dia mengantarkan pesanan bosnya, bianca langsung pamit keluar. 

Tinggallah tyaga berdua bersama dengan omanya.

“Pegawai baru ya, oma ?” tanya tyaga basa - basi.

“Enggak, dia udah kerja disini dari SMA.” jelas oma.

‘Cih!!! Bahkan sejak SMA saja dia sudah semiskin itu. Seharusnya mudah menaklukkan gadis miskin seperti dia.’ ejek tyaga dalam hati.

“Tapi dia pinter loh, ga. Oma kagum sama dia.” puji sang oma. Aga adalah panggilan kesayang tyaga dari keluarganya.

‘CIH!!’ tyaga tetap mengejek dalam hatinya mendengar sang oma memuji gadis itu.

“Kalo nggak salah dia juga kuliah di kampus kamu.” lanjut oma.

“Oh ya ?” tyaga berpura - pura tidak mengetahui.

“Iya, sayang. Tapi kayaknya adik kelas kamu deh.” tyaga hanya mengangguk - angguk.

“Dia masuk kampus kamu karena beasiswa. Udah pinter, cantik lagi. Mana pekerja keras.” puji sang oma lagi. Tyaga hanya tersenyum kecut.

‘Apanya yang perlu dibanggakan. Biancanya juga cantik, pintar, dan juga anggun. Dan terlebih, biancanya bukan gadis kampungan seperti gadis itu.’

“Ayo, ini dimakan dulu.” kata sang oma sambil memanggil cucunya agar datang ke meja kerjanya. Karena tadi bianca meninggalkan makanan dan minuman disana.

Saat tyaga mulai menikmati coklat dingin dan juga kuenya dengan tenang. Tiba - tiba sang nenek mulai membuka pembicaraan lagi. “Ini semua bianca yang bikin loh. Dia itu kasian deh, ga. Dari remaja udah harus berjuang biayain hidupnya sendiri, padahal dulunya dari keluarga mampu terus keluarganya bangkrut.” jelas oma.

“Oh, ya ?” sang oma hanya mengangguk.

“Oma ketemu dia waktu ada nabrak oma di mall sampe semua belanjaan oma jatuh. Terus dia itu gadis yang oma ceritain waktu itu nolongin oma.” kali ini giliran tyaga yang mengangguk seperti memahami cerita sang oma.

“Dulu dari SMA mana emang dia ?” tanya tyaga basa - basi.

“Katanya sih SMA swasta di pinggiran kota. Dan itu juga karena beasiswa. Pinter ya dia ?”puji sang oma entah untuk kesekian kalinya.

Sebenarnya tyaga malas mendengar pujian untuk gadis itu. Dia tidak suka mendengar bahwa bianca yang ini jauh lebih membanggakan daripada biancanya dulu. 

Karena menurut tyaga hanya ada satu bianca dalam hidupnya. Dia merasa benci saat nama itu dimiliki gadis lain yang jauh bila dibandingkan dengan biancanya.

“Kapan - kapan kamu bisa dong kasih tumpangan ke bianca kalo berangkat kuliah. Kasian dia biasanya harus naik angkutan umum.” 

“Kok jadi aga yang repot sih oma.”

“TYAGA RAYSHIVA!!” panggil sang oma dengan tegas dan pelototan mata membuat tyaga menghembuskan nafasnya berat.

“Iya…. iya… dengan syarat.”

“Apa ?”

“Jangan samain dia sama biancanya aga ya, oma.” sang oma hanya mengangguk.

“Kalo sama juga nggak papa kok, sayang. Oma bakal dukung aga sama biaca.” kata oma sambil tersenyum penuh arti.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status