Keesokan harinya, Delina seperti mendapatkan tamparan keras beberapa kali. Keadaan rumah hening tanpa ada siapa pun. Walau pun memang dari dulu anak-anaknya sudah tidak tinggal disini semenjak memiliki usaha sendiri-sendiri. Namun, kali ini berbeda. Suasananya berbanding terbalik sekali. Atmosfer nya berbeda.
"Ini semua salahmu! Sudah aku katakan, biarkan mereka memilih jalannya masing-masing. Dan kamu hanya mementingkan ego dan dendammu. Anak-anak bagiku berharga sekali. Cintaku padamu saja akan terkikis jika anak-anak pergi meninggalkanku." Marah Akas.
Delina terduduk lemas di sofa. Dihadapannya ada beberapa kartu kredit, debit, dan kunci mobil. Semuanya pemberian darinya untuk anak-anaknya dulu.
"Maafkan aku." Ucap Delina.
"Sudah sadar kamu?!" Tanya Akas.
Delina mengangguk. "Maafkan aku, tetapi aku sulit untuk menghilangkan rasa sakit ini dan dendam." Jawab Delina sedi
"Dimana Salsa?" Tanya Bagas kepada Renata dan Luis yang sedang berada di depan rumah, lebih tepatnya di teras."Dia ada di kamarnya, katanya sedikit lelah dan pusing." Jawab Luis.Rendy menatap Bagas. "Ayah, aku mau disini saja sama kak Renata. Aku mau main mobil-mobilan." Ucap Rendy.Luis berdiri dan menghalangi Rendy yang ingin memegang tangan Renata. "Lebih baik sama Kak Luis, kak Renata tidak bisa main mobil-mobilan." Ucap Luis."Apaan sih om?! Aku maunya sama kak Renata." Ucap Rendy seraya menatap Luis tajam dan garang."Ayolah, ayo ayo." Luis menggandeng bahu Rendy dan membuka kardus mainan. Bagas berlari masuk kedalam dan masuk kedalam kamar yang ada Salsa didalamnya. Ia melihat Salsa sedang tertidur nyenyak di ranjang besar. Ia berjalan dan duduk di sisi ranjang."Aku mencintaimu lebih dari apa pun. Ternyata selama 10 tahun kebencian yang tidak berarti ini, tid
Bagas mondar-mandir didalam ruang tamu rumahnya. Keputusannya sudah bulat, di tangannya sudah ada berkas-berkas akta rumah ini. "Aku akan menjual rumah ini agar, bisnisku tidak hancur." Ucap Bagas kepada Salsa."Terus kita akan tinggal dimana? Rumah ini kita bangun bersama selama 3 tahun lamanya. Dan segampang itu kamu menjualnya?" Tanya Salsa tidak percaya.Bagas melepar berkas itu ke meja. "Rumah ini dibeli dari hasil kerja kerasku, kamu tidak mungkin bisa membeli rumah ini dan membeli semua perhiasaan itu kalau bukan karenaku. Bahkan setiap hari aku selalu memberikan uang sebesar 10 juta kepadamu hanya untuk kamu shopping." Ucap Bagas kasar."Aku tidak pernah memakai sedikit pun uang yang pernah kau berikan padaku. Aku simpan di bank, akan aku berikan semua itu kepada pemiliknya lagi. Karena itu bukan uangku bukan?" Ucap Salsa getar, ini pertama kalinya Bagas memperhitungkan
Suasana di New York sungguh padat, semua orang beraktivitas di hari yang produktif. Udara pun sudah tidak sejernih dulu. Namun, semua itu hanya Bagas liat dari jendela transparan di lantai Enam Puluh Sembilan!Bagas berjalan kearah tempat duduknya. Kursi kebesarannya, melihat media sosial dalam gadgetnya. Ia memiliki instagram yang sudah di follow lebih dari dua puluh juta orang. Ia memang bukan artis, tapi bisa tenar melebihi artis. Pengusaha memang rajanya dunia.Setelah perceraiannya sepuluh tahun lalu dengan Salsa. Ia tidak menikah lagi, yang ia lakukan hanya berganti wanita tanpa berniat untuk menjadikannya istri. Sudah cukup kecewa dengan wanita dan ia tidak akan pernah mempercayai wanita mana pun lagi.Tok.. Tok..."Masuk!" Teriak Bagas.Sekretaris perempuanya masuk kedalam ruangan Bagas dan memberikan beberapa berkas yang perlu di tandatangani serta di periksa. Bagas selalu memakai
"Menjadi pembantu dan sekaligus pemuas nafsuku."Salsa menatap Bagas, tidak percaya. Apakah pria yang dinikahinya 13 tahun yang lalu. Sekarang menjadi maniak seks?"Mau atau tidak? Jika kau keberatan bisa keluar dari apartemen ini." Tanya Bagas lagi."Aku bersedia." Jawab Salsa."Bagus, sekarang aku bebaskan kamu dari tugas lain. Istirahatlah, kau bekerja mulai besok untukku. Tapi, ingat jangan libatkan perasaanmu dan jangan pernah berharap kita kembali bersama. Ini hanya kontrak di atas kertas. Kau pembantuku dan aku majikanmu. Mengerti?" Jelas Bagas.Salsa mengangguk. "Aku mengerti.""Dan satu lagi, jangan risih kalau aku membawa teman-temanku kesini." Ucap Bagas lalu pergi dari hadapan Salsa dan masuk kedalam kamarnya. Ia membuka dasinya dan melepas kancing kemeja paling atas dua biji. Ia merebahkan badannya di ranjang, tatapa
Salsa pergi keluar dari apartemen, hari ini ia akan membeli beberapa kebutuhan untuk memasak dan untuk mencuci pakaian. Supermarketnya tidak jauh dari apartemen, mengingat apartemen milik Bagas berada di tengah kota. Dan ia juga membeli beberapa keperluan untuk kulit, rambut dan wajahnya. Bukan Make-up tapi perawatan saja. Ia tidak ingin mengecewakan Bagas.Sesampainya dirumah, ia melihat Sazkia duduk di sofa dengan gelas berisi soda ditangannnya."Hai." Ucap Sazkia.Salsa tersenyum. "Sebentar aku akan menyimpan ini dulu." Ucap Salsa."Tidak usah terburu-buru." Ucap Sazkia.Salsa menyimpan semua belanjaannya di meja dapur. Lalu membawa beberapa cemilan untuk Sazkia."Ada apa bu Sazkia?" Tanya Salsa.Sazkia tersenyum lalu menyimpan gelas itu di meja. "Saya hanya memastikan kalau kamu tidak akan kabur dari sini. Kau sudah bertemu dengan pak Bagas k
Salsa pulang dengan wajah yang murung dan mood yang kacau. Tidak ada semangat dalam dirinya. Tidak jauh dari klinik ada taman kecil yang dibuat sederhana dan ia duduk disalah satu kursinya seraya menatap kearah jalanan yang begitu lenggang. Hanya beberapa mobil saja yang lewat, mungkin karena waktu yang sudah menunjukan pukul setengah sebelas. Dimana semua orang sudah masuk kedalam aktivitas kerjanya.Salsa membuka hpnya dan menghubungi seseorang. Ia merindukan kabar baik dari orang itu."Hallo." Ucap Salsa saat panggilannya di angkat."kakak, apa kabar kak? Kakak betah kerja disana?" Ucap adik angkatnya itu, yah Salsa sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Maka saat bercerai dengan Bagas, ia tidak pergi ke tanah air. Buat apa? Dia hidup miskin untuk pulang ke tanah air saja membutuhkan uang banyak. Lebih baik ia diam di negara orang. Tidak jadi masalah, karena ia sudah mempunyai izin untuk tingga
Bagas membuka bagasi ketika sudah sampai di bassment kantor. Ia mengajak mantan istrinya itu untuk masuk keruangannya."Selamat datang pak." Ucap Sazkia melihat Bagas datang melewati mejanya.Bagas hanya tersenyum dan berjalan lurus masuk kedalam ruangannya. Salsa tersenyum kaku saat berhadapan dengan Sazkia.Bagas duduk di kursi kebesarannya dan Salsa hanya diam mematung. Pria itu mengabaikan dirinya. Salsa berinisiatif duduk disalah satu sofa."Siapa suruh kamu duduk." Ucap Bagas melihat Salsa duduk di sofa.Salsa berdiri lagi. "Aku lelah tuan." Ucap Salsa."Aku heran, kenapa dulu aku bisa jatuh cinta padamu dan memilih menikah denganmu. Padahal sekarang, kalau diliat-liat. Kamu sama sekali tidak menarik dan tidak cantik. Kamu melakukan ilmu hitam ya?" Tanya Bagas curiga.Salsa menggelengkan kepalanya. "Tidak tuan. Sama sekali tidak, lupakan semua masa lal
Bagas kembali mengerjakan beberapa lembar berkasnya saat mendengar suara pintu kamar mandi terbuka. Ia menahan sekuat tenaga agar tidak menoleh kepada Salsa. Dan tidak menanyakan apa pun yang menyangkut wanita itu."Tuan." Ucap Salsa."Hemm." Sahut Bagas."A.. Aku mau izin pulang kampung Sebentar saja hanya tiga hari. Ada sesuatu yang harus aku urus disana. Apakah tuan mengizinkan?" Tanya Salsa.Bagas menyimpan pulpennya dan menatap Salsa. "Ada urusan apa kamu disana?""Keluarga.""Tidak Boleh!" Tolak Bagas dengan tegas."Tapi tuan.. Aku mohon sekali ini saja. Ini sangat mendesak." Mohon Salsa.Bagas menggelengkan kepalanya. "Tetap jawabannya tidak, kalau kamu tetap memaksa. Maka kamu aku pecat dan kamu harus mengembalikan semua uang yang telah diberikan Sazkia padamu dua kali lipat!" Ancam Bagas.Salsa menggelengkan k