Share

Cinta Pandangan Pertama?

Alice melangkahkan kakinya memasuki cafetaria yang berada di lantai dasar kantornya. Gadis itu meneliti seluruh isi cafetaria untuk mencari meja kosong.

"Mau duduk dimana, Lice?" tanya Cici yang baru saja datang.

"Di sana." Alice menunjuk sebuah meja kosong di bagian pojok.

"Dasar Alice suka mojok!" cibir Cici.

"Ga apa-apa, mojok itu perlu," jawab Alice santai.

Alice melangkahkan kakinya menuju meja yang baru saja ia tandai. 

"Alice!" panggil seseorang.

Alice menolehkan kepalanya, mencari asal suara.

"Eh, Pak Chandra. Selamat siang, Pak," ucap Alice sedikit membungkukkan badan.

"Siang, Alice. Kamu mau kemana?"

"Mau ke meja situ, Pak," ucap Alice menunjuk meja yang berada di pojokan.

"Biasa Pak, Alice kan hobi mojok," celetuk Cici tiba-tiba.

Alice berdecak pelan lalu menyikut lengan Cici.

"Saya duluan ya, Pak," ucap Alice dengan nada sopan seraya melirik seseorang yang duduk di depan Pak Chandra.

"Permisi Pak Chandra, Pak Ardan," ucap Cici juga berpamitan dengan sopan setelah menyadari bahwa bosnya sedang berada di meja yang sama dengan Chandra.

Pantas saja Alice terlihat sangat sopan, ternyata sedari tadi bos mereka berada disana dan memperhatikan gerak-geriknya.

"Loh, duduk disini aja," ucap Chandra menahan Alice dan Cici.

"Ga usah, Pak. Biar kami duduk disana," tolak Alice.

"Permisi." Alice segera melangkahkan kakinya sebelum Chandra berbicara semakin banyak.

"Namanya Alice, Alicia Antlia," ucap Chandra memberitahu Ardan dengan tiba-tiba.

"Ya terus?" tanya Ardan cuek.

"Ya gue cuma pengen kasih tau lo aja."

"Ga penting," ucap Ardan tak acuh.

"I don't think so," balas Chandra menatap Ardan dengan tatapan yang sulit diartikan.

Ardan melanjutkan acara makannya tanpa berniat membalas ucapan Chandra.

"Gue butuh sekretaris baru," ucap Ardan di sela-sela makannya.

"Terus?"

"Cariin gue sekretaris baru yang ga genit! Kalo perlu cowo sekalian."

"Gimana kalo Alice?" tawar Chandra seraya menarik turunkan alisnya.

"Alice? Yang tadi?" tanya Ardan tak yakin.

"Ya iyalah, dia cantik loh," bisik Chandra.

Ardan menyesap kopinya. "Gue ga butuh yang cantik! Gue butuhnya yang ga genit!"

"Cocok dong!" Chandra menatap Ardan dengan wajah yang berbinar.

"Ya udah terserah, intinya jangan sampe genit."

"Gue yakin seribu persen lo bakal suka Alice."

"Ngaco!" Ardan bangkit dari duduknya, kemudian berjalan keluar dari cafetaria.

"Eh, mau kemana?" tanya Chandra cepat.

"Keluar sebentar," jawab Ardan santai.

Ardan berjalan pelan menuju mobilnya sambil sedikit terkekeh memikirkan ulah Chandra yang sering kali menjodoh-jodohkan Ardan dengan seorang gadis. Namun, hasilnya selalu nihil. Ardan sama sekali tidak tertarik dengan banyak gadis yang ia temui, kecuali satu. Gadis yang baru ia temui tadi pagi.

🤍🤍🤍

Hujan deras mengguyur kota sore ini, membuat Alice terjebak di loby kantornya bersama beberapa karyawan lainnya.

"Alice, belum pulang?" Seseorang datang dan mengejutkan Alice yang tampak kedinginan.

"Duh, Pak Chandra ngagetin aja," celetuk Alice sembari mengelus dadanya.

"Hehehe, maaf. Kamu kok belum pulang sih?"

"Ini mau pulang, kok. Lagi nungguin mas ojek."

"Kok naik ojek? Bareng saya yuk!"

"Engga usah, Pak. Saya bisa pulang sendiri, kok," tolak Alice.

"Cici udah pulang?"

"Udah, tadi dijemput suaminya," jawab Alice dengan suara bergetar akibat kedinginan.

"Beda ya kalo udah punya suami," ucap Chandra sambil melepas jas miliknya.

"Haha iya, jadi punya supir pribadi deh," balas Alice sambil terkekeh.

Chandra ikut terkekeh.

"Tapi Lice, saya baru inget kalo mobil saya ada di bengkel. Saya jadi ga bisa nganterin kamu." Chandra menyampirkan jasnya pada pundak Alice hingga membuat gadis itu berjingkat kaget dan menabrak seseorang yang baru datang dibelakangnya.

Brukk!

"Hati-hati dong," ucap seseorang yang menangkap tubuh Alice.

"Maaf Pak, saya ga sengaja," ucap Alice menundukkan kepalanya.

"Lain kali hati-hati. Kamu terlalu ceroboh untuk ukuran seorang perempuan!"

Alice tampak menahan kekesalannya akibat ucapan bosnya. Lelaki itu tidak tau apapun tentangnya, tapi seakan tau semua.

"Saya ga ceroboh!" elak Alice kesal.

"Kamu ceroboh!"

"Bapak sok tau!"

"Loh, bukannya saya sok tau tapi tingkah kamu itu langsung menunjukkan kepribadian kamu. Kamu ceroboh!" ketus Ardan.

Alice baru saja akan kembali membuka mulutnya sebelum suara Chandra mendahului dan menengahi perdebatan mereka.

"Udah-udah, kenapa jadi berantem sih? Kamu kedinginan, kan?" Chandra menarik tubuh Alice dan kembali menyampirkan jasnya.

"Engga kok, Pak." Alice melepaskan jas milik Chandra dan mengembalikannya.

"Saya harus pulang sekarang," ucap Alice sembari berlari keluar gedung kantor.

"Alice!" panggil Chandra sedikit berteriak.

"Dia kenapa, sih?" tanya Ardan bingung.

"Ga tau, ikutin yuk!" 

"Ngapain? Buang-buang waktu dan tenaga aja!"

"Eh, lo jahat banget sih? Kalo dia kenapa-kenapa gimana?"

"Bukan urusan gue!"

"Heh, Ardan! Dia kan karyawan disini, tanggung jawab lo juga!"

"Apa-apaan? Masa iya gue harus tanggung jawab sampe nganterin pulang?"

"Udah deh, kasian dia." Chandra menarik Ardan menuju pintu keluar dan disana supir pribadi Ardan sudah menunggu. Langsung saja mereka masuk ke mobil.

"Sebenernya lo ada hubungan apa sama si Alice?" Ardan membuka suaranya setelah hening menyapa beberapa menit lalu.

"Engga ada sih, tapi lo kenal Bayu, kan?"

Ardan mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Alice tuh udah kayak adeknya dia dan si Bayu juga minta gue buat jagain Alice, makanya gue khawatir sama dia," jelas Chandra.

Ardan hanya mengangguk-anggukan kepala paham.

"Sekarang kita mau cari itu bocah kemana?" tanya Ardan datar.

"Kemana aja," jawab Chandra menyusuri seluruh jalanan.

"Mungkin dia dijemput kali."

"Siapa yang jemput?"

"Mana gue tau!" ketus Ardan.

Suasana kembali hening, Chandra sibuk memperhatikan jalanan, sementara Ardan tampak acuh tak acuh. 

Saat Ardan tak sengaja menatap jalanan, ia melihat gadis yang dengan susah payah mereka cari. 

"Rama!" panggil Ardan pada supirnya.

"Iya, Tuan."

"Langsung anterin saya pulang." titah Ardan datar.

"Baik, Tuan."

"Loh loh, Alice gimana?" Chandra terlihat tak setuju dengan perintah Ardan.

"Dia di halte sama cowok." Ardan menutup mata dan melipat tangannya di dada.

"Tau darimana lo?"

"Gue liat barusan. Udah deh, ga usah ngarepin dia!" ketus Ardan. 

"Siapa yang ngarepin? Orang gue cuma khawatir doang."

"Cowoknya Bayu, bukan?" tanya Chandra penasaran.

"Bukan."

"Terus siapa dong?"

"Ya mana gue tau, emang gue bapaknya apa?!"

"Tapi gue khawatir sama Alice, kalo dia kenapa-kenapa gimana?"

"Dia ga akan kenapa-kenapa, lagian dia pasti dijemput sama pacarnya!" ucap Ardan sebal. 

"Tau darimana lo itu pacarnya Alice?" tanya Chandra lagi.

Ardan menghela nafas panjang dan berat. Lelah sekali meladeni laki-laki bernama Chandra itu.

"Dan, jawab dong!" Chandra menggoyangkan lengan Ardan beberapa kali karena tak kunjung mendapat respon.

"Mending lo diem atau lo turun disini!" sahut Ardan sedikit menaikkan nada bicaranya.

"Yee, begitu amat dah," ucap Chandra menciut. Lalu berbalik menghadap jendela, merajuk.

Ardan tampak tak peduli. Tingkah sahabatnya yang bernama Chandra itu memang sangat menyebalkan dan membuat Ardan cukup frustasi. Belum lagi sekarang ia merasakan sesuatu yang panas dari dalam tubuhnya. Ardan membenci reaksi tubuhnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status