Malam ini rumah Janu cukup ramai karena kelima temannya datang berurutan, awalnya Yuwa dilanjut ke Magani dan seterusnya. Mereka datang dengan membawa banyak barang dan makanan, kebanyakan semuanya untuk Alba. Alba begitu senang melihat kedatangan mereka karena sudah cukup lama semenjak mereka semua bertemu, bocah itu begitu girang sampai-sampai sebelumnya ketika Janu mengajaknya tidur dia tidak mau. Javis mengajaknya ke kamar dan akhirnya bocah itu tidur dalam 10 menit, sudah mengantuk tapi memaksakan untuk terjaga hanya karena semua pamannya ada disini. Kecuali, Theo.Benar, mereka berkumpul disini juga karena Theo.Sudah hampir seminggu setelah mere
Ayas melirik kearah spion, Sadam keluar dari dalam gedung agensi sambil menghindari cahaya matahari yang terik. Pria itu sedikit berlari memasuki Van yang terpakir tidak jauh dari sana. Ayas sudah menunggu selama 2 jam dan dia sama sekali tidak berani menghubungi artisnya untuk sekedar bertanya bagaimana reaksi bosnya mengenai keinginan hiatus pemuda itu. Sadam membuka pintu Van dan masuk, melempar dirinya ke kursi yang empuk dan AC yang dipasang dingin oleh Ayas. “Gila! Diluar panas banget!” Keluhnya. Ayas menoleh, tidak bertanya tapi Sadam tahu betul managernya itu ingin tahu dengan detil bagaimana tanggapan para ketua agensi mengenai keputusannya. “Ya, gue diomelin abis-abisan Yas.” Kata Sadam. Ayas menghela napas, sudah bisa menebak hal itu, tentu saja, Sadam yang menyumbang banyak sekali pendapatan untuk agensi, tidak mungkin para petinggi mengiyakan hal itu seperti membalikkan telapak tangan. Akan ada konsekuensi besar jika Sadam harus berhenti untuk sementara. “Tapi diizin
Pagi ini seperti biasa Janu duduk di salah satu kursi meja makan dekat jendela, di hadapannya mangkok bubur yang isinya sudah tandas sejak satu jam lalu masih disana dengan gelas kosong yang tadinya berisi air putih hangat. Kopi di cangkir masih sedikit mengepul, dia menyesapnya beberapa kali dalam sekali teguk untuk menikmatinya sambil membaca berita di Ipad. Cklek. Janu menggerakan matanya, mengikuti alur suara, senyumnya mengembang ketika pintu kamar terbuka dan gadis kecilnya keluar dari sana. Dengan wajah yang masih mengantuk, rambut acak-acakan mendekat padanya. “Selamat pagi, sayang.” Ucapnya lembut, mengecup puncak kepala Alba yang kini menguap dan menggosok-gosok matanya, gadis kecil itu berada di pelukan Janu kurang lebih 5 menit sampai pengasuhnya datang dan mengajaknya mandi. Pemandangan yang setiap pagi selalu terulang dan dia sukai. Janu, tidak pernah memiliki sudut favorit di rumah ini. Rumah yang dia beli sejak lama namun jarang sekali dia tempati, dia lebih sering
Hidup seseorang tidak akan ada yang pernah tahu, seperti kehidupan seorang bujangan yang tidak pernah memikirkan hal lain selain pekerjaan dan mengejar karir setinggi langit. Janu. Setelah kedatangan putri kecil, hidupnya berubah drastis. Yang tadinya makan dan tidur adalah hal kesekian dalam hidup, kini menjadi prioritasnya. Yang tadinya rumah hanyalah tempat singgah sementara kini dijadikan fungsi sesungguhnya. Mengerjakan pekerjaan kini diburu waktu untuk pulang ke rumah, untuk bertemu putri kecilnya, disela kerjanya kini ada hal lain yang harus dia kerjakan, menelepon putri kecilnya. Setelah berita mengenai dirinya keluar di media, banyak sekali pro dan kontra mengenai mengapa dia dibolehkan mengasuh putrinya padahal pernikahan tidak diselenggarakan, benar, tidak ada pernikahan. Kasarnya, anak itu adalah anak yang lahir diluar pernikahan. Banyak tanggapan masyarakat mengenai hal ini, termasuk bagaimana pertanggung jawaban Janu sebagai seorang publik figur yang pastinya dilihat ol
Hari ini adalah hari libur untuk Alba, seperti biasa dia diperbolehkan untuk bangun siang hari. Namun sejak malam dia tidur dengan gelisah, ingin cepat-cepat pagi datang. Ceritanya, kemarin dia bertemu dengan Tante Geya. Iya, tante Geya yang sangat dia sayangi itu datang ke rumahnya untuk pertama kalinya. Sebenarnya ketika dia berangkat sekolah, Dad sudah memberitahunya kalau tante Geya akan datang nanti sore, jadi Dad mengajaknya untuk berbelanja. Alba suka berbelanja, apalagi berbelanja untuk keperluan bertemu dengan tante Geya. Jadi begitu sampai di taman kanak-kanak dia mulai berceloteh mengenai hal itu pada Nina dan ibu guru, keduanya terlihat sangat antusias mendengar ocehannya, dia jadi semakin tidak sabar. Beberapa kali dia bertanya pada ibu guru apakah sudah waktunya pulang? Bahkan ketika waktunya tidur siang dia sudah bisa memperkirakan kapan bisa pulang. Bangun tidur siang, makan camilan, bernyanyi, kemudian menggambar, berhitung setelahnya pulang! Dia ingin cepat
Geya tersenyum kecil ketika dia melihat si kecil Alba sudah penuh semangat di depan pintu gerbang saat dia datang, gadis kecil itu mengurai rambutnya yang sepanjang pinggang dan memakai topi berwarna coklat muda, menggunakan sweater berwarna merah muda serta rok rempel berwarna abu-abu dipadu padankan dengan kaos kaki dibawah lutut, sepatu kets abu-abu. Geya begitu gemas melihatnya, Janu benar-benar bisa memakaikan baju yang cocok itu si gadis kecil.“Tante! Ayo kita pergi!” Ucapan itu begitu penuh semangat menyambut Geya yang kini sudah memasuki gerbang dan semakin tersenyum lebar menyambut tangan mungil Alba.“Ya ampun! Cantik banget hari ini!” Pekik Geya, berjongkok di depan Alba yang sekarang salah tingkah karena pujiannya.“Dad memilihkan baju.” Katanya berusaha menjelaskan, “Ini dari paman Javis.” Dia menunjuk pada sweater merah mudanya. Geya terkekeh. Jadi, Javislah yang mengenalkan si kecil ini pada sweater
Pernikahan yang tertanam di kepala Geya adalah happy ending stories yang selalu dielu-elukan di setiap buku cerita ataupun cerita para putri yang dia baca sejak kecil.“Akhirnya mereka hidup bersama selamanya..”Narasi itu terngiang di kepalanya dan menempel dengan begitu lekat, melihat kedua orangtuanya yang hidup seperti narasi tersebut sampai maut memisahkan keduanya membuat Geya yakin bahwa narasi itu benar. Ketika sudah menikah dengan orang yang kita cintai adalah akhir dari semua perjalanan. Bahwa pernikahan adalah sebuah tujuan dari hidup seseorang.Maka sejak dia pertama kali mengenal cinta, dia mencurahkan segalanya terlebih lagi ketika pria itu berkata bahwa dia memang ingin serius dengannya. Pernikahan yang dia impikan hanya bertahan selama beberapa tahun sebelum akhirnya kandas, pernikahan yang dia pikir akan menjadi akhir dari perjalanan hidupnya itu kini bahkan tidak ingin dia ingat lagi. Terlalu menyakitkan, pria itu,
Janu membaca pesan yang baru saja masuk, dari Geya. Mencoba membacanya dengan seksama setiap baris kalimatnya dia resapi seolah itu adalah pesan dari pak Barata yang tengah mengirimkan materi project lagu selanjutnya. Tapi ini adalah pesan yang lebih penting dari sebuah project, ini demi masa depannya. Iya, masa depan hubungan yang sudah lama tidak dia lakukan. Hubungan yang selama ini tidak pernah terlintas di benaknya, hubungan serius. Dia membaca pesannya, membacanya lagi dan lagi mencoba meyakinkan kalau apa yang dia baca adalah benar. Kemarin malam dia berhasil mengutarakan perasaannya pada Geya, setelah sekian lama bergulat dengan apakah dia harus jujur pada wanita itu atau tidak, akhirnya dia melakukannya juga. Perasaan itu tidak bisa dia sembunyikan lagi, semakin bertemu dengan Geya perasaan ingin bersama selalu muncul. Dia menyukai bagaimana kedua orang yang dia sayangi berinteraksi, dia menyukai bagaimana Geya meneleponnya, cara wanita bicara, tertawa, memasak untuknya atau