Ini sudah dua minggu semenjak Diraya akhirnya keluar dari rumah milik Yara, ketika Yara memintanya untuk bercerai hari itu juga dia keluar dari rumah. Yara tidak mengusirnya karena sejak awal pembelian rumah itu atas nama Diraya, rumah itu hak Diraya tapi dia terlalu malu bahkan untuk mengakui bahwa rumah itu miliknya. Dia merasa tidak pantas. Memang. Dia tidak pantas untuk mengakui kalau rumah itu miliknya, itu dibeli dengan uang Yara, dan kini setelah si pemilik memintanya untuk pergi dia harus tahu diri kalau itu juga termasuk dengan meninggalkan apa yang sudah dia berikan. Yara sudah meneleponnya beberapa kali, menanyakan mengapa dia tidak datang ke tempat kerja. Tapi dia sudah begitu malu. Dia datang ke tempat Geya dan tanpa malu menanyakan kemana kesetiaan Geya terhadapnya ketika sejak awal dialah yang telah berkhianat. Dia merasa semua orang menjauhinya sekarang atau mungkin sejak awal memang tidak ada yang ada disisinya selain Geya? Suara ketukan mengejutkannya ketika dia
Geya sedang sibuk memilih baju dari lemari. Hari ini adalah hari yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya setelah perpisahannya dengan mantan suaminya dulu. Dia berpikir mungkin akan berakhir sendirian sampai tutup usia. Jika berpikir pertemuannya dengan Janu sampai orang itu mengira dia adalah tukang bully sampai mereka bertemu lagi di Rumah Sakit, kalau dipikir lagi jodoh itu memang selucu itu. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya semuanya akan menjadi sejauh ini, dia dan Janu. Dia tidak pernah berpikir kalau kedekatannya dengan Alba akan membawa perasaan lain pada ayah si bocah. Janu yang sejak awal memang tidak berniat untuk mendekatinya malah juga ikut jatuh hati padanya. Dia memilih baju terusan berwarna abu-abu dengan corak goresan berbentuk bunga, mengecek lagi penampilannya di kaca dia sudah begitu yakin semuanya terlihat baik, tidak terlalu berlebihan. Dia keluar dan mendapati Janu serta Alba sudah berdiri di teras, menunggunya. Ketika dia berjalan mendekati mereka
Janu menggerakan kakinya dengan gelisah di dalam taksi, telepon dari ibunya membuat dia jadi tidak sabra untuk segera sampai ke rumah keluarganya. Setelah sekian lama keluarganya tidak menelepon menanyakan kabarnya, alih-alih mengobrol santai ibunya meminta dia untuk cepat kembali ke kampung halamannya. Janu bertanya ada apa, tapi ibunya terus mengatakan bahwa ada hal penting yang harus diselesaikan.“Ibu gak ngerti orang ini ngomong apa, Nu. Ngomongnya pakai Bahasa Inggris.” Ucap ibunya diujung telepon.Janu jadi bertanya-tanya, siapa gerangan selain teman-teman dekatnya yang datang ke rumah orangtuanya? Bahkan Janu berani bertaruh media tidak tahu dimana keluarganya tinggal, agensinya adalah agensi terbaik di negeri ini yang bisa menjaga privasi artis dan staffnya dengan sangat baik. Jadi, siapa?“Pak, bisa dipercepat gak?” Tanya Janu. Si bapak supir hanya meliriknya dari kaca tanpa menjawab, mereka sedang berada dijalan tol. B
Janu menatap kertas berisi tulisan yang mengatakan bahwa hampir seratus persen, Alba adalah putri kandungnya. Menghisap kembali rokok yang sedari tadi bertengger di antara jarinya dia menyandarkan punggung ke kursi sofa buluk, menatap langit, dia tidak pernah berpikir hal seperti ini terjadi di dunia nyata. Ya, sepengetahuannya ini hanya terjadi dalam novel. Seorang pria yang kedatangan seorang anak yang bahkan dia tidak tahu keberadaannya.Sialan. Apakah ini benar-benar terjadi padanya? Mencubit kecil lengannya sendiri, Janu tahu ini bukan mimpi. Ini sebuah kenyataan, tapi dia ingin menghindari kenyataan yang tengah dia rasakan. Bagaimana mungkin dia memiliki seorang putri bahkan menikahpun belum? Oh ya okay, dia memang melakukan sex before married but hey semua orang melakukannya! Bukankah ini terlalu bodoh karena dia melakukannya dan tidak pernah mengetahui bahwa gadis yang dia tiduri hamil serta melahirkan seorang anak?Ponselnya berdering ketika berbagai
Janu membuka matanya, wewangian yang tidak terlalu familiar tapi mungkin akan menjadi sangat familiar baginya dalam beberapa saat kini mulai tercium lagi, wewangian yang lembut dan menenangkan, wewangian khas, wewangian yang bisa mengingatkannya pada seseorang, seseorang bermata biru cerah yang kini Janu dapati duplikatnya. Kedua mata itu tertutup hingga Janu bisa melihat bulu matanya yang panjang mencuat, dengan perlahan jari telunjuk Janu menelusuri pipi putih itu, lembut, nyata. Dan senyum Janu terlihat, senyuman seorang ayah yang tengah mengamati wajah tidur putri kecilnya.Alba.***Sebelum kedatangan AlbaSetelah Janu memutuskan membawa Alba untuk hidup bersamanya, dimulailah pengurusan surat-surat kepindahan Alba yang sangat panjang dan rumit. Anak gadis itu diajukan untuk memiliki dua kewarganegaraan, karena usianya masih sangat kecil sekarang. Janu ingin nantinya Alba bebas memilih kewarganegaraannya sen
Perkiraan Janu ternyata meleset tentang dirinya sebagai “Pekerja dibalik layar” dia pikir kedatangan Alba dan fakta bahwa Alba adalah anak diluar pernikahan tidak akan menjadi konsumsi publik. Mengingat bagaimana sebesar apa agensinya di Indonesia dan terkenal akan privasi yang terjaga membuatnya sangat terkejut ketika di pagi hari Minggu yang semestinya menyenangkan mendadak menjadi horor karena telepon berdering serentak di rumahnya. Janu bangun dengan tergesa karena deringan telepon yang bersahutan, dari arah ruang santai dan juga ponselnya. Dia mematikan ponselnya sebelum mengecek siapa yang menelepon, melihat putri kecilnya masih tertidur Janu berjalan pelan menuju ruang santai, mengangkat telpon rumahnya.“Nu, maaf nelpon jam segini.” Suara Nara terdengar disana, Naraya adalah sekretaris bosnya di kantor.“Mbak Nara? Ada apa mbak?” Tanya Janu, masih setengah sadar, mengintip sedikit dari balik gorden Janu yakin matahari bahkan
Sudah sebulan sejak Alba tiba di Indonesia dan tinggal bersama Janu, ada banyak kejadian yang terkadang membuat Janu sangat terkejut. Tinggal bersama bocah berusia 4 tahun nyatanya memiliki banyak sekali kejutan. Alba sedikit demi sedikit sudah meninggalkan botol susunya, dia sudah tidak merengek minta botol susu ketika mau tidur, meskipun dalam sebulan itu ada beberapa kali di malam hari Alba tantrum, dia menangis tanpa suara dan membuat Janu kebingungan. Alba bukan tipe anak yang cerewet, dia juga bukan tipe anak kecil pencerita, dia kebanyakan diam dan mengamati sekitar, terkadang Janu khawatir mengenai hal itu. Janu beberapa kali bertanya pada Alba bagaimana kehidupannya bersama nenek, Alba bilang nenek tidak bisa mendengar, pendengaran bibi Millie memang sudah sangat buruk jika tanpa bantuan alat dia sudah tidak bisa mendengar sama sekali. Selama Millie dalam perawatan di Rumah Sakit Alba diasuh oleh neneknya, mungkin itu salah satu alasan kenapa Alba menjadi anak yang jauh leb
Janu lagi-lagi melihat jam tangannya, ini hari Minggu pagi, matahari bahkan baru saja terbit dan dia sudah sangat gelisah. Sebenarnya, sudah sejak beberapa hari terakhir Janu gelisah, hal ini dikarenakan Alba mulai bersekolah Senin besok.Beberapa minggu lalu, Janu sempat mengobrol dengan Yuwa. Dia membawa Alba datang ke toko bunga milik Yuwa, gadis kecilnya sangat suka berada disana, Alba suka dikelilingi banyak bunga-bunga cantik dan juga wangi. Pertama kali Alba datang kesini ketika dia dibawa oleh paman Maga, saat itu Janu sedang ada meeting di akhir pekan. Pengasuh Alba tidak bisa datang, terpaksa Magani yang harus menemani si bocah meskipun dia hanya baru tidur selama 2 jam. Pelanggannya datang semalam, dia mengerjakan tato selama 8 jam penuh. Setelahnya dia membereskan perabotan dan menutup toko, Maga baru bisa tidur menjelang subuh, baru saja terlelap Janu menelepon meminta tolong untuk menemani Alba. Maga mengiyakan, namun dia tidak kuat membuka mata ditambah tubuhny