Pernikahan yang tertanam di kepala Geya adalah happy ending stories yang selalu dielu-elukan di setiap buku cerita ataupun cerita para putri yang dia baca sejak kecil.
“Akhirnya mereka hidup bersama selamanya..”
Narasi itu terngiang di kepalanya dan menempel dengan begitu lekat, melihat kedua orangtuanya yang hidup seperti narasi tersebut sampai maut memisahkan keduanya membuat Geya yakin bahwa narasi itu benar. Ketika sudah menikah dengan orang yang kita cintai adalah akhir dari semua perjalanan. Bahwa pernikahan adalah sebuah tujuan dari hidup seseorang.
Maka sejak dia pertama kali mengenal cinta, dia mencurahkan segalanya terlebih lagi ketika pria itu berkata bahwa dia memang ingin serius dengannya. Pernikahan yang dia impikan hanya bertahan selama beberapa tahun sebelum akhirnya kandas, pernikahan yang dia pikir akan menjadi akhir dari perjalanan hidupnya itu kini bahkan tidak ingin dia ingat lagi. Terlalu menyakitkan, pria itu,
Janu membaca pesan yang baru saja masuk, dari Geya. Mencoba membacanya dengan seksama setiap baris kalimatnya dia resapi seolah itu adalah pesan dari pak Barata yang tengah mengirimkan materi project lagu selanjutnya. Tapi ini adalah pesan yang lebih penting dari sebuah project, ini demi masa depannya. Iya, masa depan hubungan yang sudah lama tidak dia lakukan. Hubungan yang selama ini tidak pernah terlintas di benaknya, hubungan serius. Dia membaca pesannya, membacanya lagi dan lagi mencoba meyakinkan kalau apa yang dia baca adalah benar. Kemarin malam dia berhasil mengutarakan perasaannya pada Geya, setelah sekian lama bergulat dengan apakah dia harus jujur pada wanita itu atau tidak, akhirnya dia melakukannya juga. Perasaan itu tidak bisa dia sembunyikan lagi, semakin bertemu dengan Geya perasaan ingin bersama selalu muncul. Dia menyukai bagaimana kedua orang yang dia sayangi berinteraksi, dia menyukai bagaimana Geya meneleponnya, cara wanita bicara, tertawa, memasak untuknya atau
Pagi ini, Geya membuka mata dengan perasaan campur aduk ketika dia mendengar sebuah lagu dalam tidurnya lagu yang terus berulang-ulang diputar sehingga membuatnya bangun dari tidur yang nyenyak. Sebuah lagu mengenai seorang perempuan yang bertanya kepada pasangannya apakah ada yang salah dengannya, mengapa dia ditinggalkan begitu saja. Geya bangun dengan airmata yang mengalir, di dalam lagu tersebut si perempuan meminta si pasangan menjelaskan mengapa tiba-tiba hal-hal kecil yang sebelumnya bisa dimaklumi menjadi masalah yang besar hingga dia bertanya mengenai hal-hal kecil tersebut. Geya menangis karena kemudian dia jadi teringat bagaimana dia bertanya hal yang sama pada Diraya ketika mereka masih menjadi suami istri, mereka bukan bersama untuk waktu yang singkat, sebelum menikah mereka melalui waktu yang lama sampai akhirnya menikah. Lalu, mengapa kemudian Diraya pergi tanpa alasan, tanpa kata, meninggalkannya seperti barang tidak terpakai, tidak berharga. Dia merasakan hal itu la
Diraya terdiam, menatap jalan yang lengang namun beberapa mobil masih berkeliaran. Dia menyesap kopi di dalam gelas plastik bekas aqua yang tadi dia terima dari penjual kopi keliling, dia tengah berada di pinggir jalan. Duduk diatas trotoar, menikmati kopi murahan serta rokoknya. Pikirannya tengah semrawut, dari sejak menikah dengan Yara tidak ada sedikitpun rasa bahagia dia rasakan, ya terus menerus meneriakinya ketika mereka sedang adu argumen, atau menyakitinya dengan mendorong, menampar, dia juga beberapa kali memergoki Yara mengecek ponselnya bahkan menguntit kemanapun dia pergi. Lama-lama ini menjadi memuakkan. Lama-lama dia merasa menjadi tidak bebas akan hal itu. Apa yang dia harapkan sudah tercapai, mobil dan rumah mewah, uang yang seperti tidak ada habisnya di dalam rekening bank. Itu semua yang dia inginkan, yang dia harapkan setelah pernikahannya dengan Geya dulu. Pernikahan yang diawali dengan cinta itu lama-lama menjadi membosankan, melihat Geya yang begitu menurut pa
Alba memanglah anak berusia 5 tahun saja, bulan depan dia akan menginjak usia 6 tahun. Itu akan menjadi tahun keduanya bersama ayah dan keenam pamannya, serta keluarga barunya. Alba kini sudah bisa memahami bahasa Indonesia yang baik, dia juga sudah bisa merangkai kata dalam bahasa Indonesia menjadi sebuah kalimat. Dia sudah bisa menjawab pertanyaan oranglain dengan baik, dan sopan. Alba sudah bisa berbaur di taman kanak-kanak, selain Anna kini dia sudah punya cukup banyak teman. Bulan depan bertepatan dengan ulang tahun ke 6 dia juga wisuda dari taman kanak-kanak dan bersiap masuk sekolah dasar. Ada rasa takut dan juga semangat yang membuatnya ingin segera masuk tempat baru. Tapi, dia juga tahu kalau ayahnya selalu berpikiran pesimis untuk mendaftarkannya sekolah. Dia juga tahu ayahnya suka takut dia jadi bahan omongan jika seseorang tahu siapa dirinya, siapa Alba Parvati. Dulu, Alba tidak terlalu mengerti kemudian dia menyadari beberapa orang yang mengenalinya sebagai anak Janu Kri
Akhir-akhir ini Janu tengah disibukkan dengan beberapa finishing projectnya bersama Kiyoko, Kiyoko sudah mulai syuting untuk pemotretan album dan juga syuting Music Video. Keseluruhan lagu sudah rampung, namun ada beberapa bagian yang mesti diedit, diselesaikan ataupun masih harus dipantau. Dia memakan waktu hampir 10 jam sehari di studio untuk menyelesaikannya. Hubungannya dengan Geya sudah berjalan tiga bulan dan dalam rentang waktu itu juga tidak ada perubahan signifikan terjadi, Geya sibuk dengan project barunya sekarang, membuat seri spesial untuk bukunya. Dia mengerti kesibukan Janu, dan Janu juga sama, mengerti bagaimana sibuknya Geya dengan project terbarunya. Alba seperti biasa harus dioper kesana kemari dalam beberapa waktu, Janu tidak sampai hati harus melibatkan Geya dalam pengurusan Alba. Bagaimanapun, mereka belum dalam tahap kesana, maksudnya, Geya belum menjadi ibu sah Alba. Untungnya, Magani dan Yuwa punya waktu luang lebih. Yang lain sedang dalam pekerjaannya masi
Janu memakirkan mobilnya dengan hati-hati, dia baru saja sampai di depan toko Yuwa. Iya, baru saja dia mengantar Alba ke sekolah dan kini dia sudah berada di toko Yuwa, jam masih menunjukkan pukul 10 ketika dia sampai, melepas sabuk pengaman dia tidak lupa membawa paper bag berisi sarapannya bersama Yuwa. Dia menyebrang dan mendapati Yuwa bersama karyawannya tengah mengeluarkan beberapa bunga display ke depan toko. “Lah udah datang aja Nu?” Yuwa terkejut, memang benar teman-temannya berjanji untuk bertemu di tempatnya tapi tidak sepagi ini seingatnya. Jadi dia terkejut melihat pria dengan celana jeans gombrang dan kaos belel itu ada di depan tokonya. “Jam 12 sama jam 10 apa bedanya sih kak...” Ujar Janu santai, masuk ke dalam toko Yuwa dan pergi ke belakang, mencari-cari mangkok dan kemudian duduk di salah satu bangku kayu. “Kak aku gak beliin karyawanmu makan, tapi ini aku beliin buat kamu!” Pekiknya dari belakang. “Udah makan dia!” Jawab Yuwa lagi berteriak dari depan, masih sibu
Janu memasukkan mobil ke dalam garasi, dia mengecek Alba yang baru saja menyelesaikan nyanyiannya di kursi belakang. Anak itu begitu ceria sejak di jemput dari taman kanak-kanak, Janu turun dari mobil, membuka pintu belakang dan melepaskan sabuk pengaman bocah itu. Alba merentangkan tangannya minta di gendong, Janu tersenyum dan menggendong putri kecilnya masuk ke dalam rumah. Sesampainya di rumah si kecil Alba masih bernyanyi riang, mbak Ayu menyambut Alba dan membantunya melepaskan sepatu serta baju seragamnya. “Non seneng banget hari ini..” Kata mbak Ayu sambil melepaskan rok sekolah Alba, bocah itu menatapnya, matanya berbinar-binar. “Aba mau ulang tahun!” Pekiknya lantang, Janu terkekeh mendengarnya menatap si kecil dari arah dapur. Tiga hari sudah berlalu semenjak dia dan keenam temannya bertemu di tempat Yuwa. Mereka sudah merencanakan bagaimana acara itu akan digelar, Magani sudah membuatkan rundown acara yang akan berlangsung selama satu jam saja, karena ketika Janu berk
Alba membuka matanya, sejak semalam dia sudah begitu bersemangat sampai-sampai ayahnya memintanya untuk tidur dengan tenang atau hari ini dia akan bangun kesiangan, kenyataannya dia tidak bangun kesiangan sedikitpun. Malahan dia bangun terlalu pagi, membangunkan sang ayah yang masih terkantuk-kantuk, dia mengoceh selama sejam sebelum akhirnya tertidur kembali. Janu melirik kearah jam dan waktu menunjukkan pukul 7 pagi, dia membuka pintu kamar perlahan dan mendapati keenam temannya sudah tersenyum lebar menyambutnya. Janu menutup pintu kamar selembut mungkin agar tidak membangunkan putri kecilnya yang bersemangat, dia mendekat kearah teman-temannya yang sudah merampungkan dekorasi hampir delapan puluh persen. Mereka berencana merayakan ulang tahun outdoor karena memang teras belakang Janu cukup besar untuk ukuran rumah orang Indonesia yang berada di tengah kota, jadi mereka bisa mendekorasi balon, tulisan, dan lain-lain yang berhubungan dengan pesta ulang tahun Alba. “Nu, ini hadiah