Hari yang sudah semakin sore, Zea berharap Adam sudah pulang dari pekerjaannya sebagai sopir taksi. Ia berharap jika bertemu dengan ibunya Adam nanti, Adam akan membelanya seperti yang pernah terjadi. Zea meyakinkan ibunya Adam tidak akan menyambut baik kedatangannya ini.Pintu terbuka setelah ketukan ketiga. Zea tertunduk takut, jika yang membuka adalah ibunya Adam. Ia tidak ingin melihat dulu."Zea! Ada apa?" tanya Adam, ternyata yang membuka pintu."Oh, syukurlah Adam, kau sudah pulang dan kau yang membuka pintu." Zea merasa lega."Ya, aku baru saja pulang. Kau takut jika ibuku yang membukakan pintu?" timpal Adam diselingi ledekan diakhir katanya."Adam, aku tidak tahu sekarang Vio di mana?" cecar Zea mengadu, tak menghiraukan ledekan Adam."Bukannya kau menitipkannya di daycare? Ouh, kau baru pulang dari pekerjaanmu?" Adam pun mulai panik sudah bisa menebak Zea telat mendatangi daycare yang sudah diketahui jam kerjanya."Iya, Adam. Sekarang di mana Vio? Dan Lili … apakah Vio masih
"Lili, aku jadi merepotkanmu," ucap Zea tak enak hati."Tidak, Bu Zea. Aku lebih sering sendiri di rumah ini. Sedangkan suamiku, dia memang jarang pulang. Ya, itu karena tuntutan pekerjaannya," balas Lili sedikit mengungkapkan isi hatinya."Kedatangan kalian saat ini justru membuatku senang," lanjutnya sambil menyuguhkan makanan itu ke hadapan Adam dan Zea."Sedangkan kalian adalah pasangan yang ideal," pujinya, tentu itu hal yang luput dari sepengetahuannya. Adam dan Zea saling pandang mendengar ucapan Lili itu."Lili, kau harus tahu. Aku dan Adam bukanlah pasangan," balas Zea mengungkapkan."Oh, benarkah seperti itu? Lalu bagaimana kalian terlihat dekat seperti ini? Apa kalian berhubungan gelap … atau apa?" tanya Lili tercetus begitu saja. Adam dan Zea kembali saling menatap."Maaf, jika aku salah menuduh. Lupakan pertanyaanku, seharusnya aku tidak perlu tahu urusan pribadi kalian dan yang terpenting aku bekerja, itu saja," ralat Lili menyesali pertanyaan tadi."Tidak, Lili. Pertany
Zea berada di dalam mobil taksi Adam. Adam menjeput Zea untuk datang lagi ke tempat kerjanya. Bermalam semalam di rumah Lili, Zea berangkat dari situ dengan meninggalkan Vio. Tentu untuk dititipkan kepada Lili. Entah nanti Lili akan membawanya ke daycare atau tidak."Bu Zea, aku tidak selalu mendapatkan anak yang sama dihari berikutnya di daycare. Kami akan berganti anak setiap harinya, tergantung kepala suster yang mengatur dan kami harus bisa menghadapi atau mengendalikan emosi anak itu," ucap Lili tadi pagi, sebelum berangkatnya.Pada akhirnya Lili tetap menerima Vio atas permohonan Zea. Namun, untuk membawanya ke daycare atau tidak, Lili belum tahu. Pagi tadi mereka tidak cukup waktu untuk membahas hal itu. Sampai akhirnya, Lili membiarkan Zea pergi saja dulu untuk bekerja."Kau tahu, Zea. Ibuku menitipkan salamnya padamu," ungkap Adam dalam menyetirnya."Oh, ya? Oh, itu hal yang lucu, Adam," balas Zea sedikit tertawa."Bagaimana ibumu bisa menitip salam untukku, seandainya saja d
"Terima kasih untuk kemarin, Aretha," ucap Ruan berdiri di depan Zea yang masih melangkah dengan lesu. Zea terkejut lalu mengangkat wajahnya dan melihat cepat pada Ruan."Ruan! Kau sudah sembuh? Kau baik-baik saja?" Zea langsung saja menubruk Ruan, menangkup wajahnya. Ya, semua itu ia lakukan tanpa sadar. Yang ia rasa dirinya bukanlah seorang Aretha melainkan seorang Zea, istri Ruan Martin–Pria yang saat ini tidak mengenali istrinya itu.Meski terkaget-kaget dengan apa yang dilakukan Zea terhadap dirinya, Ruan terdiam saja. Ia seolah menikmati sentuhan lembut tangan Zea. Sentuhan yang seperti pernah ia rasakan sebelumnya. Ruan bahkan menatap Zea, tetapi ia dalam keadaan yang tidak tahu rasanya seperti apa."Hey! Hey!" teriak seseorang tiba-tiba."Apa-apaan kau ini? Lancang sekali!" lanjutnya marah tak terkendali.Zea dan Ruan terhenyak baru menyadari akan posisi mereka yang sebegitu dekatnya. Langsung saja mereka menjauhkan diri. Perasaan Ruan tak karuan, ia sampai-sampai tak tahu har
"Kau ingat, Angel. Kau dan aku sama. Jika kita berdua pergi bersama, siapa yang memimpin kantor?" tolak Ruan."Itu mudah saja, Uncle. Kita bisa menyerahkannya pada karyawan lain. Gampang, kan?" Angle menangkis tak mau kalah."Tidak bisa seperti itu begitu saja, Angel! Sudahlah, kau boleh libur besok, sebagai gantinya," tak menunda lagi untuk mendengarkan rengekan Angle, Ruan melangkah untuk keluar ruang kerjanya.Zea segera mengambil posisi, mendengar langkah Ruan yang mulai mendekat. Begitu besar keinginannya untuk ikut bersama Ruan, tapi apalah daya ia hanya seorang bawahan. Zea melanjutkan lagi pekerjaannya. Ada hal yang masih membuatnya tenang, yaitu penyamarannya yang masih aman. Seorang yang disuruh Ruan itu, pasti belum sampai mengetahui tentangnya saat ini. Meski begitu, ia mulai harus waspada.Dengan sedikitnya mulai terbuka yang mengarah pada Ruan masih mengingatnya dan kemungkinan tidak berselingkuh, Zea sudah bisa berterus terang tentangnya. Tetapi menurutnya, ini belum sa
"Istri Anda pernah tinggal di daerah ini, Bos," ucap pelan pria itu pada Ruan, akhirnya mengalihkan juga pandangannya dari Zea.Zea menghempas nafas lega. Itu juga artinya pria itu tidak mengetahui dirinya yang menyamar saat ini. Sekali lagi ia merasa terselamatkan dengan penampilannya kini. Selamat dari dugaan Ruan juga selamat dari penyelidikan pria suruhan Ruan."Pernah? Itu artinya Zea sudah tidak berada di daerah ini? Begitu?" Ruan terlihat marah, karena informasi yang didapat sudah terlambat menurutnya."Tenang dulu, Bos." Pria itu menenangkan Ruan agar tidak marah dulu.Zea mendengar ucapan pria itu, rasa tegang semakin menyerangnya. Informasi yang disampaikan pria itu memang benar. Lalu informasi apa lagi yang diketahui orang itu. Zea sudah ketakutan jika orang itu juga mengetahui tempat tinggalnya saat ini. Apalagi, orang itu mengatakan agar Ruan tenang dulu.'Pria itu pasti sudah menyebar fotoku dan menanyakan pada banyak orang, tapi bagaimana dia bisa sampai ke sini? Daerah
"Ayo, katakan. Apa kau suami wanita itu?" tanya ibunya Adam sekali lagi, karena Ruan tak segera menyahuti."Iya, benar. Di mana istriku sekarang? Tolong beri tahu aku," jawab Ruan malah berbalik mendesak."Baiklah aku akan memberitahumu, tapi kau harus membayar dulu," sahut ibunya Adam bernegosiasi. Walaupun ada rasa kesal dengan ibunya Adam yang meminta bayaran untuk sebuah informasi, Ruan mengeluarkan juga dompetnya menuruti permintaan ibunya Adam."Ini uangnya. Apa cukup?" Ruan menunjukkan banyak lembaran uang ke depan mata ibunya Adam. Lantas saja ibunya Adam berbinar."Baiklah, aku akan mengatakan sesuatu tentang istrimu itu," ucap ibunya Adam sambil menyambar uang yang menggiurkan itu.Zea terus saja terdiam, tak tahu harus berbuat apa. Ibunya Adam pun masih belum menghiraukan kehadirannya. Ibunya Adam mengira Zea yang ada di depannya itu hanyalah kawanan dari Ruan. Setengah wajah Zea yang tertutup slayer, sangat berhasil mengelabui ibunya Adam. Kalau begitu, itu artinya Zea sem
Ponsel Angel berdering, segera saja ia berlari menjauh dari pintu ruang kerja Ruan. Suara ponselnya bisa membuatnya ketahuan yang sedang menguping. Sudah sedikit menjauh, Angle baru mengangkat telponnya. Sambil berjalan ia berbicara pada seseorang yang menelponnya. Zea tidak mempedulikan apa yang sedang terjadi pada Angel, walaupun ia sempat melihat juga pada Angel sesaat.Jam menunjukkan bahwa hari sudah semakin siang. Zea hampir menyelesaikan pekerjaannya. Dengan rasa marahnya, Zea mengerjakan pekerjaannya lebih cepat tak terjeda tanpa memikirkan hasilnya.Ruan dan mantan sekretarisnya keluar dari ruang kerja Ruan. Tampaknya mantan sekretarisnya itu mendapatkan apa yang dimaunya. Senyum puas tertoreh di bibir merahnya. Zea melihat marah pada wanita itu lalu beralih melihat pada Ruan tanpa merubah ekspresi wajahnya.Berhenti. Mantan sekretaris Ruan berhenti melangkah tepat di meja kerja Zea. Meja kerja yang dulunya adalah tempat kerjanya juga. Ia melihat detail Zea dengan senyum reme