Share

Mimi Aretha

last update Last Updated: 2023-09-25 10:15:52

"CV mu." Ruan meminta CV atau surat lamaran Zea.

Perlahan Zea mengulurkan map berisi data diri dan lainnya yang disebut juga curriculum vitae. Sedikit berdebar ketika map itu sudah berpindah ke tangan Ruan. Zea berharap Ruan tidak teliti saat memeriksa berkas-berkasnya.

Duduk sejajar dan berhadapan dengan Ruan, Zea hanya tertunduk cemas. Ruan mulai membuka map milik Zea sambil sesekali melihat pada Zea. Tentunya Ruan tidak mengenali Zea dengan segala atribut penyamarannya saat ini. Tidak ada cantik-cantiknya membuat Zea berpikir Ruan akan menarik lagi ucapan yang tadi katanya sudah menerimanya.

"Namamu 'Mimi'? 'Mimi Aretha'? tanya Ruan setelah baru hanya membaca bagian nama saja.

"I-iya, Pak," jawab Zea tergagap lagi.

Bukan hanya dirinya saja yang dipalsukan, tetapi juga identitasnya. Bantuan Adam membuat semuanya teratasi dengan baik. Memiliki banyak kenalan orang-orang, tak jarang si sopir taksi itu mendapat bantuan dari berbagai hal dan caranya. Termasuk merubah data diri Zea saat ini. Hanya saja, Adam tidak mengetahui rencana Zea yang merubah dirinya menjadi sebegitu berbedanya.

Dreett …

Ponsel Ruan berdering, membuat aktivitasnya memeriksa CV Zea teralihkan. Ruan segera meraih ponsel yang sama persis dengan milik Zea itu di sampingnya. Sekilas Zea merasa terenyuh ponsel couple yang mereka beli secara bersamaan itu masih ada ditangan Ruan, sementara ponselnya sudah tidak ditangannya.

'Wajar saja jika dia masih memakai ponsel itu. Kurasa itu hanya karena ada beberapa nomor penting, termasuk nomor sekretarisnya' batin Zea menatap sinis pada Ruan.

'Tapi di mana dia, dari tadi aku belum melihat batang hidungnya' batinnya lagi.

Ruan masih berbicara melalui sambungan telepon tanpa beranjak dari duduknya, ia juga berbicara tanpa ragu atau merahasiakannya dari Zea. Zea sendiri sudah bisa menebak percakapan Ruan itu dengan siapa. Ia terlihat serius, tak ada kata romantis, tak ada senyum-senyum sendiri. Itu artinya yang menelpon Ruan bukan sekretaris cantik selingkuhannya. Begitu fikir Zea.

Teringat lagi peristiwa itu, membuat Zea yang tadinya bersikap tenang namun sedikit tegang karena pemeriksaan CV-nya takut ketahuan, kini menjadi menatap benci pada Ruan. Sekilas Ruan melihat tatapan itu, namun Zea menyadarinya. Zea menurunkan pandangannya, tetapi tidak dengan rasa panas di dadanya.

'Zea tenanglah, lupakan itu. Sekarang hidupmu hanya untuk Vio' batin Zea menenangkan diri sendiri.

Ruan menurunkan ponsel dari telinganya, pembicaraan dalam sambungan telepon itu telah berakhir. Tak kembali memeriksa CV Zea, ia malah menutup map berwarna biru muda itu. Kemudian ia melihat pada Zea.

"Siapa namamu tadi?" tanya Ruan.

"Mimi! Mimi Aretha," jawab Zea.

"Baiklah Mimi! Argh, aku tidak suka dengan nama itu. Aku akan memanggilmu 'Aretha' saja. Kau setuju?" Ruan menatap pada Zea.

"Baiklah, terserah Anda saja, Pak." Zea menuruti.

"Aretha, kau mulai tugasmu sekarang juga," titah Ruan kemudian dengan lembut.

"Tugas? Memangnya apa tugasku?" Zea belum tahu tugas apa yang akan diberikan Ruan.

"Kau sekretaris, tugasmu mencatat semua jadwalku dan perusahaan," sedikit penjelasan dari Ruan.

Sejenak Zea terdiam berpikir, kembali teringat pada sekretaris selingkuhan suaminya ini. Banyak hal yang kemudian ditanyakan otaknya. Kemana sekretarisnya itu, mengapa ia diterima menjadi sekretaris dengan penampilan jeleknya ini dan lagi, tadinya Zea ingin melamar menjadi office girl atau cleaning cervis. Secara pendidikan yang tercantum hanyalah tamatan SMA.

"Tapi, Pak. Saya hanya …." Zea bermaksud untuk menolak, ia ingin mengungkapkan tujuan pekerjaan yang ingin ia lamar awalnya dan pendidikannya yang hanya tamatan SMA, tetapi ucapannya terhenti.

"Kau pikir di sini membuka lowongan pekerjaan lainnya? Apa kau tidak membaca iklannya, kalau kami hanya membutuhkan sekertaris! Baiklah, kau punya waktu satu jam untuk mempelajari tugas-tugasmu." Ruan memotong ucapan Zea tanpa jeda dan tidak memberikan kesempatan untuk Zea membalas lagi.

Bukan hanya tidak membaca iklan, justru Zea tidak mengetahui kalau perusahaan suaminya ini tengah membuka lowongan yang terkhusus bagian sekretaris. Zea hanya kebetulan datang melamar pekerjaan di perusahaan Ruan hanya karena terdesak dan tidak ada jalan lain dalam pikirannya. Berharap diterima atau tidak bagaimana hasilnya nanti, Zea sudah memasrahkannya.

"Ini berkas-berkas yang harus kau pelajari! Silakan kau pelajari di sini. Aku akan keluar sebentar," titah Ruan sambil memberi map file pada Zea.

Zea menerima map file itu tanpa berkata-kata. Ia masih keheranan dengan apa yang terjadi padanya saat ini. Semuanya diluar rencana dan dugaannya. Zea juga masih tak habis pikir dengan Ruan yang entah bagaimana dan apa yang ada dipikirannya mengapa ia begitu saja mempercayai Zea.

Baru saja Ruan akan beranjak untuk keluar dari ruangannya itu, tetapi Zea kemudian memanggilnya dengan ragu. Ada rasa takut jika pria yang akan menjadi bosnya itu malah akan marah. Ruan menoleh pada Zea yang menatapnya dengan berani.

"Pak, apa Anda tidak mencurigaiku? Mengapa Anda mempercayaiku untuk berada di ruangan ini sendiri?" tanya Zea.

Sejenak Ruan terdiam, kemudian berucap, "Kau kerjaan saja apa yang kuperintahkan."

Tak memberi jawaban yang pasti, Ruan meninggalkan Zea tanpa menoleh lagi. Ia mendekati pintu, membuka knop pintu lalu keluar. Setelah menutup pintu itu kembali, sesaat Ruan melihat pada pintu yang tertutup itu. Ada rasa aneh dalam benaknya. Ia membenarkan juga pernyataan Zea tadi, mengapa ia begitu mempercayai Zea. Orang asing yang baru saja ia kenal, itu pun karena melihatnya dari data surat lamaran pekerjaan.

'Aku tidak tahu bagaimana aku bisa membiarkan wanita itu ada di dalam ruanganku' batin Ruan sambil melihat pada pintu.

'Aku seperti tidak asing dengannya saat di lift tadi, entahlah' Ruan menggeleng sendiri.

Ruan melanjutkan langkahnya, lalu ia mengambil ponselnya dari saku celananya. Sambil terus melangkah ia menghubungi seseorang yang tak lama kemudian mendapat sahutan dari seberang sana.

"Kami akan datang satu jam lagi," katanya.

Jam memang menunjukkan masih bisa dikatakan pagi. Jadi, jika Ruan akan menemui seseorang yang ditelponnya tadi berjarak satu jam lagi maka itu masih batas waktu yang normal. Ruan sudah memasukkan kembali ponselnya ke saku celananya. Kemudian ia melangkah menuju satu ruangan lainnya.

Sudah berada di depan pintu ruangan lain itu, Ruan kemudian mengetuk pintunya. Tak lama menunggu, pintu pun terbuka. Seorang wanita terlihat jelas menyambut kedatangan Ruan ke ruangannya itu.

Wanita cantik berpenampilan kantoran nan elegan itu mempersilakan Ruan untuk masuk. Tak menunda lagi, Ruan masuk kedalamnya. Pintu ruangan itu dibiarkan terbuka saja, tak ditutup lagi baik oleh si pemilik ruangan atau Ruan sendiri.

"Apa kau sedang mengerjakan pekerjaanmu?" tanya Ruan.

Ditanya seperti itu, wanita itu kemudian terlihat panik. Barulah ia mengeluarkan berkas-berkas yang tersusun rapi di atas mejanya. Tampak jelas jika tumpukan berkas-berkas itu belum tersentuh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Secretary is My Wife    Simpanlah Rayuanmu

    "Lily, syukurlah, aku bisa menemui Vio! Bagaimana keadaan Vio?" cecar Zea setelah sampai pada Lily."Bu Zea, tadi itu siapa? Pria itu begitu mirip dengan Vio," tanya Lily."Lily, dia itu suamiku! Lily maafkan sikap yang sudah memarahimu tadi." Zea merasa sangat tidak enak pada Lily akan sikap Ruan tadi."Tidak Bu Zea, tidak apa. Itu hal yang wajar! Dia benar-benar mirip dengan Vio! Sayang sekali jika Anda sampai berpisah," lirih dan takjubnya Lily."Apa Anda tidak ingin kembali? Kurasa dia pria yang baik." Lily menatap Zea penuh harap. Ia benar-benar berharap agar Zea kembali lagi pada Ruan. Ia akan sangat menyetujui hal itu."Tidak, Lily," jawab Zea lirih."Ouh, sayang sekali," lirih Lily lagi.Zea menciumi dan memeluk Vio kemudian. Rasa khawatirnya sudah lenyap. Melihat Vio tidak seneng khawatirkan yang dipikirkannya. Tak lupa pula ia mengungkapkan rasa terima kasihnya pada Lily.Banyak hal yang akhirnya diceritakan Lily mengenai jatuhnya Vio dari tempat tidur. Lily yang walaupun be

  • My Secretary is My Wife    Jagalah Bayi Itu

    "Terima kasih, Bu, sudah membantu," ucap Zea kepada Ibu itu sambil mengatupkan tangannya."Iya, Nak. Mengapa kau harus berbohong. Apa kau merahasiakan Ibumu dari Bosmu itu?" sahut Ibu itu merasa peduli pada Zea."Tidak, Bu. Aku hanya tidak ingin dia tahu kalau yang sakit dan berada di Rumah Sakit ini adalah anakku, karena dia melarang seorang Ibu bekerja di perusahaannya," ungkap Zea."Oh, jadi seperti itu! Kebanyakan memang perusahaan seperti itu, Nak." Ibu pasien itu memahami."Tapi kelihatannya dia pria yang baik. Jika kau berkata jujur, aku yakin dia akan memahami. Apalagi jika kau memang menjadi tulang punggung keluarga," lanjutnya."Lalu di mana suamimu? Apa kalian berpisah?" tanyanya kemudian."Amm … amm….:" Zea kebingungan menjawab. Jika ia berbohong mengatakan apa yang ditebak Ibu tersebut, ia merasa berdosa kepada orang yang sudah baik padanya itu."Dia itu … dia itu adalah suamiku, Bu," akhirnya Zea mengatakan juga yang sebenarnya, dengan berpikir, Ibu itu tidak akan bertem

  • My Secretary is My Wife    Ibu Palsu Zea

    Semua mata tertuju pada Zea, terutama Angel. Ia merasa sangat terganggu dengan suara dering ponsel Zea yang tak segera dimatikan. Merasa kesal, ia lekas saja menghampiri Zea, tentu bukan untuk berbicara baik-baik."Heh! Kau ini sangat tidak sopan, kau pikir kau ini orang yang penting, hah! Cepat matikan ponselmu!" hardiknya.Rasa cemas langsung saja menyerang Zea. Ingin sekali ia menerima panggilan telepon dari Lili itu. Ia sangat meyakinkan, kalau ada sesuatu yang terjadi pada Vio."Maaf, Pak Ruan. Apa boleh aku menerima panggilan telepon ini?" Zea tak menghiraukan Angel, ia malah berbicara pada Ruan meminta izinnya untuk menerima telepon dari Lili. Hal itu membuat Angel semakin kesal."Kau!" kesalnya geram melihat pada Zea sambil mengepal tangan, merasa omelannya diacuhkan oleh orang yang dianggapnya tidak penting itu."Apa begitu penting, sehingga kau harus menerima panggilan telepon itu?" tanya Ruan."I-iya, Pak," jawab Zea gugup."Ya, baiklah, silakan. Selagi kita belum memulai m

  • My Secretary is My Wife    Menang Tender

    "Aku sangat bahagia, kita memenangkan tender itu. Proyek pembuatan gedung mall itu jatuh ke tangan kita," seru Angel setelah mereka keluar dari gedung itu.Zea, Ruan dan Shera juga merasa bahagia. Hanya saja mereka tidak terlalu ekspresif seperti Angle yang sudah seperti cacing kepanasan. Ya, lelang tender yang kemarin diperebutkan beberapa perusahaan, kini jatuh ke perusahaan milik Ruan.Sebenarnya passion perusahaan Ruan, mungkin kurang sesuai. Secara, ada beberapa perusahaan kontraktor yang lebih sesuai untuk sebuah proyek. Hanya saja, demo atau presentasi yang disampaikan Zea yang dibantu dengan Shera serta ditambahi oleh Ruan membuat tim perusahaan yang memiliki tender memilih mereka."Kita harus segera mempersiapkan segalanya, Ru," ucap Shera."Ya, kau benar," sahut Ruan.Angel yang sedang berjingkrak kegirangan menjadi terhenti. Ia merasa tidak ada seorangpun yang menghiraukannya. Akhirnya ia hanya cemberut kesal."Baiklah, Ru. Aku kembali ke kantorku. Besok mungkin baru kita a

  • My Secretary is My Wife    Zea Membuka Penyamarannya

    "Bapak ada di taman belakang, Bu. Dari tadi entah mengapa hanya terdiam saja. Kami tidak ada yang berani bertanya," ungkap Pak Galih sambil melangkah mendampingi Zea yang melangkah cepat untuk menemui Ruan."Loh, Anda …." henyak Bi Danty berpapasan melihat terkejut akan kedatangan Zea lagi."Bibi Danty," sahut Zea menyebut nama asisten rumah tangganya itu.Ketiganya kemudian melihat diam pada Ruan yang tengah termenung. Pandangannya luruh kedepan, namun tak terfokus pada apa pun. Bibi Danty dan Pak Galih kebingungan harus berbuat apa."Biarkan saja, Ruan seperti itu dulu. Dia sedang membutuhkan ketenangan," ucap Zea.Seperti halnya pertemuan pertama ketika Zea datang sebelumnya, Bibi Danty merasa sudah tidak asing dengan suara yang ia dengar baru saja. Kembali ia melihat detail pada Zea yang tentunya dengan penyamarannya. Bibi Danty memfokuskan penglihatannya pada bagian alis Zea."Bu Zea!" kali ini Bibi Danty sudah sangat yakin kalau wanita berpenampilan aneh itu adalah Zea, majikann

  • My Secretary is My Wife    Datang Untuk Kedua Kalinya

    Seperti biasa, Zea mendatangi Day Care untuk menitipkan Vio. Hari ini Zea terlambat bangun, sehingga apa pun yang ia kerjakan di rumahnya serba terburu-buru. Ditambah lagi sesampainya di Day Care, Lili sudah mendapat anak titipkan. Zea memelas, tidak mendapatkan Lili. Ia sudah sangat mempercayai Lili yang menjaga Vio."Kau tenang saja, Zea. Semua petugas di sini sangat bertanggung jawab. Kami akan benar-benar menjaga putra atau putri costumer kami." Lili meyakinkan Zea untuk tidak perlu khawatir."Ya, Lili. Bagaimanapun aku tetap memohon padamu untuk membantu memperhatikan Vio," lirih Zea, bukan tidak percaya kepada petugas yang lain, tetapi karena sugestinya lebih yakin kepada Lili.Pada akhirnya, Zea tetap menitipkan Vio pada Day Care itu walaupun tidak dengan Lili sebagai petugasnya. Sungguh Zea tidak merasa tenang. Namun, Ia harus merelakan juga."Ayo, Zea. Kau akan sangat terlambat," ucap Adam mengingatkan Zea, karena Zea terlihat meragu untuk meninggalkan Vio.Zea mengangguk dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status