Beranda / Romansa / My Secretary is My Wife / Ponsel Sebagai Jaminan

Share

Ponsel Sebagai Jaminan

Penulis: Tatya Miranthy
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-11 03:34:19

"Hey, kau. Kemarilah!" ajak Adam begitu ia melihat Zea.

"Ha! Eh! Aku?" Zea terkejut, tak menyangka Adam sudah melihatnya, sedang ia dalam keadaan berpikir dan tak terfokus.

Adam melangkah mendekati Zea, lalu mengajak Zea untuk lebih masuk ke dalam ruang dapur itu. Ia akan mengajak Zea turut makan bersama. Sementara ibunya Adam terlihat cemberut.

"Kami memang tidak memiliki meja makan, jadi kita makan di lantai saja," ucap Adam sudah membawa Zea ke dalam ruang dapur.

"Kau bisa membantu ibuku untuk meletakkannya di bawah, aku akan mencuci tanganku dulu," lanjut Adam sambil melangkah ke wastafel.

"Ya, baiklah," balas Zea.

Zea mulai menurunkan satu menu ke lantai. Adam dan ibunya memang terbiasa seperti itu, rumah mereka memang teramat sederhana. Ibunya Adam kemudian melihat tajam pada Zea.

"Ku harap kau tidak mengatakan bahwa kau yang memasak," bisiknya pelan sekali, tepat ke wajah Zea.

Zea tak menyahut, ucapan dengan berbisik itu malah membuatnya bertambah keheranan. Apa yang membuat ibu itu melakukan kebohongan untuk putranya sendiri dan apa tujuannya. Apakah itu baik untuk putranya, sampai-sampai ia mau melakukan hal itu.

"Ini lezat sekali, Bu. Tidak seperti biasanya," ucapnya kagum.

"Jadi maksudmu kemarin-kemarin masakan ibu tidak lezat?" sahut ibunya Adam balik bertanya dan cemberut.

"Bukan begitu maksudku, Bu." Adam menjadi panik, ketakutan ibunya tersinggung.

"Mm, maaf sebaiknya kita tidak berdebat disaat makan," ucap Zea menengahi.

"Ya, kau benar." Adam menyetujui ucapan Zea.

"Maafkan aku, Bu. Masakanmu selalu yang terlezat! Tapi bukan berarti Ibu akan memasak lagi setelah ini, Ibu harus tetap beristirahat," lanjutnya tegas. Ibunya Adam hanya terdiam lalu melihat kepada Zea.

Hanya pulang untuk makan siang, Adam harus kembali lagi bekerja. Ia bahkan belum memenuhi uang setoran kepada bosnya atas taksinya. Jam kerjanya sudah terpotong karena membantu Zea tadi.

Ketika Adam beranjak untuk pergi, ibunya kemudian memanggil lalu menghampirinya. Zea yang tertinggal untuk menghampiri Adam itu terdiam, tak ingin mengetahui itu untuk urusan apa. Walaupun Zea sedikit mencurigai itu berhubungan dengan dirinya.

"Sebaiknya kau ajak saja wanita itu pergi. Ibu tidak ingin ada yang berpikir dia itu istrimu sedangkan dia sudah bersuami, bukan?" bujuknya. Adam melihat pada Zea.

"Baiklah, Bu." Adam melangkah ke arah Zea.

Zea melihat pada Adam sampai pria berwajah tampan itu kini sudah ada di depannya. Ia sudah yakin pria itu akan menuruti permintaan ibunya walaupun ia belum tahu apa itu.

"Kau, siapa namamu tadi?" tanya Adam.

"Zea," jawab Zea singkat.

"Aku akan mengantarmu pulang," ucap Adam.

Dari belakang Adam, tampak ibunya tersenyum senang. Dia berpikir kehadiran Zea hanya sesaat saja menjadi penghalangnya. Ibu yang hanya memiliki satu anak dan suami yang telah tiada itu benar-benar tidak menginginkan adanya wanita dalam hidup putranya itu.

Sudah berada di samping mobil taksi Adam, Zea masih belum siap untuk pulang sebenarnya. Ia tak ingin bertemu dengan suaminya, sanak saudara pun ia tak punya. Ia hanya sebatang kara di dunia ini. Menikah dengan Ruan itu karena sebuah kebaikan dilakukannya yang membuat Ruan jatuh cinta. Pernikahan dan restu dari keluarga Ruan pun terjadi tak lama setelah itu.

"Ponselmu!" Adam mengulurkan ponsel milik Zea.

"Tidak, aku belum bisa mengganti uangmu," sahut Zea.

"Memangnya kau tidak ingin menghubungi suamimu? Atau barangkali suamimu sudah menghubungimu berkali-kali."

Zea terdiam melihat pada ponselnya yang masih diulurkan Adam. Ia menggunakan ponselnya itu untuk jaminan atas biaya ke klinik tadi sementara Zea tidak membawa uang lebih. Akhirnya Adam yang mengeluarkan uangnya untuk hal itu, tetapi Zea tidak ingin berhutang. Jadi, ia memberikan ponselnya untuk jaminan dan akan diambil kembali jika sudah mengganti uang yang dikeluarkan Adam yang memang tak banyak sebenarnya.

Ponselnya itu dalam keadaan tidak aktif. Adam yang memintanya, karena tak ingin terganggu dengan panggilan atau pesan chat yang bukan untuknya. Namun, kini Adam merasa tidak enak jika itu hanya akan membuat Zea tak bisa menghubungi atau dihubungi suaminya.

"Untuk apa? Dia tidak akan menghubungiku," tolak Zea.

"Lalu aku akan mengantarmu kemana?" tanya Adam. Zea menggeleng pelan.

Zea belum menceritakan apa yang terjadi tadi. Namun, saat mengigau di klinik tadi Adam bisa menduga jika suami wanita yang ada di depannya itu berselingkuh. Ia menjadi serba salah, tak tega tetapi ia juga harus bekerja.

"Kau tidak mencoba untuk berbicara baik-baik dengannya?" Adam berharap Zea menerima sarannya.

"Hey! Tunggu! Dokter tadi bilang kau hamil, apa suamimu tidak peduli … atau dia memang belum tahu? Secara kau sendiri belum menyadarinya juga, kan?"

Zea sedikit terperanjat juga dengan ucapan Adam yang ini. Iya, dia juga baru ingat lagi dengan apa yang dikatakan Dokter tadi. Ia dinyatakan hamil, sementara ia sendiri tidak tahu kalau dia hamil. Zea juga tidak merasakan apa yang biasa terjadi pada wanita hamil.

"Ya, kau benar! Aku harus mengetahui apa aku benar-benar hamil," ucap Zea dengan terkejutnya.

"Kau … maukah kau membantuku untuk itu? Kau … kau bisa memakai ponselku sebagai bayarannya atau kau akan menjual dan mengambil uangnya, itu pun bisa kau lakukan." Zea memohon pada Adam sambil memegang tangan Adam juga mengguncang-guncangnya.

"Ku mohon!" Zea memohon lagi dengan mengatupkan kedua tangannya.

"Ya, ya, baiklah." Adam menuruti juga setelah sejenak melihat pada ponsel Zea yang memang terbilang mahal.

Zea masuk ke dalam mobil taksi Adam dengan segera. Ia sudah sangat ingin mengetahui apakah ia benar-benar hamil. Kehamilan yang sudah sangat dinanti-nanti selama tiga tahun pernikahannya.

Dalam mobil itu, perlahan Zea memegang perutnya. Ia memang menyadari bahwa bentuk perutnya memang ada perubahan. Tadinya ia berpikir itu karena ia mulai banyak makan sehingga membuat perutnya sedikit membuncit. Ia baru menyadari hal itu satu minggu lalu. Ia bahkan berniat untuk melakukan diet setelah melihat bentuk perutnya.

Adam melirik Zea dari kaca spion atas. Zea masih berposisi seperti tadi, memegang perutnya dan memikirkan hal-hal yang terjadi belakangan kemarin-kemarin. Rasa kasihan pada Zea kembali menyerangnya.

Adam melihat lagi pada ponsel Zea, dia tidak akan setega itu memanfaatkan kesulitan seseorang. Ia berpikir, biarlah ponsel itu bersamanya dahulu baru kemudian ia akan berikan jika wanita itu membutuhkan.

"Kau yakin ponsel ini untukku? ini ponsel dengan harga yang sangat mahal. Jika aku menjualnya aku bisa membeli dua ponsel baru dengan harga dibawahnya," pancing Adam.

"Aku sudah tidak membutuhkan ponsel itu! sudah ku katakan, tidak ada lagi yang bisa kuhubungi dengan ponsel itu," balas Zea.

"Oke, baiklah." Adam melajukan mobil taksinya dengan yakinnya kemudian.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • My Secretary is My Wife    Simpanlah Rayuanmu

    "Lily, syukurlah, aku bisa menemui Vio! Bagaimana keadaan Vio?" cecar Zea setelah sampai pada Lily."Bu Zea, tadi itu siapa? Pria itu begitu mirip dengan Vio," tanya Lily."Lily, dia itu suamiku! Lily maafkan sikap yang sudah memarahimu tadi." Zea merasa sangat tidak enak pada Lily akan sikap Ruan tadi."Tidak Bu Zea, tidak apa. Itu hal yang wajar! Dia benar-benar mirip dengan Vio! Sayang sekali jika Anda sampai berpisah," lirih dan takjubnya Lily."Apa Anda tidak ingin kembali? Kurasa dia pria yang baik." Lily menatap Zea penuh harap. Ia benar-benar berharap agar Zea kembali lagi pada Ruan. Ia akan sangat menyetujui hal itu."Tidak, Lily," jawab Zea lirih."Ouh, sayang sekali," lirih Lily lagi.Zea menciumi dan memeluk Vio kemudian. Rasa khawatirnya sudah lenyap. Melihat Vio tidak seneng khawatirkan yang dipikirkannya. Tak lupa pula ia mengungkapkan rasa terima kasihnya pada Lily.Banyak hal yang akhirnya diceritakan Lily mengenai jatuhnya Vio dari tempat tidur. Lily yang walaupun be

  • My Secretary is My Wife    Jagalah Bayi Itu

    "Terima kasih, Bu, sudah membantu," ucap Zea kepada Ibu itu sambil mengatupkan tangannya."Iya, Nak. Mengapa kau harus berbohong. Apa kau merahasiakan Ibumu dari Bosmu itu?" sahut Ibu itu merasa peduli pada Zea."Tidak, Bu. Aku hanya tidak ingin dia tahu kalau yang sakit dan berada di Rumah Sakit ini adalah anakku, karena dia melarang seorang Ibu bekerja di perusahaannya," ungkap Zea."Oh, jadi seperti itu! Kebanyakan memang perusahaan seperti itu, Nak." Ibu pasien itu memahami."Tapi kelihatannya dia pria yang baik. Jika kau berkata jujur, aku yakin dia akan memahami. Apalagi jika kau memang menjadi tulang punggung keluarga," lanjutnya."Lalu di mana suamimu? Apa kalian berpisah?" tanyanya kemudian."Amm … amm….:" Zea kebingungan menjawab. Jika ia berbohong mengatakan apa yang ditebak Ibu tersebut, ia merasa berdosa kepada orang yang sudah baik padanya itu."Dia itu … dia itu adalah suamiku, Bu," akhirnya Zea mengatakan juga yang sebenarnya, dengan berpikir, Ibu itu tidak akan bertem

  • My Secretary is My Wife    Ibu Palsu Zea

    Semua mata tertuju pada Zea, terutama Angel. Ia merasa sangat terganggu dengan suara dering ponsel Zea yang tak segera dimatikan. Merasa kesal, ia lekas saja menghampiri Zea, tentu bukan untuk berbicara baik-baik."Heh! Kau ini sangat tidak sopan, kau pikir kau ini orang yang penting, hah! Cepat matikan ponselmu!" hardiknya.Rasa cemas langsung saja menyerang Zea. Ingin sekali ia menerima panggilan telepon dari Lili itu. Ia sangat meyakinkan, kalau ada sesuatu yang terjadi pada Vio."Maaf, Pak Ruan. Apa boleh aku menerima panggilan telepon ini?" Zea tak menghiraukan Angel, ia malah berbicara pada Ruan meminta izinnya untuk menerima telepon dari Lili. Hal itu membuat Angel semakin kesal."Kau!" kesalnya geram melihat pada Zea sambil mengepal tangan, merasa omelannya diacuhkan oleh orang yang dianggapnya tidak penting itu."Apa begitu penting, sehingga kau harus menerima panggilan telepon itu?" tanya Ruan."I-iya, Pak," jawab Zea gugup."Ya, baiklah, silakan. Selagi kita belum memulai m

  • My Secretary is My Wife    Menang Tender

    "Aku sangat bahagia, kita memenangkan tender itu. Proyek pembuatan gedung mall itu jatuh ke tangan kita," seru Angel setelah mereka keluar dari gedung itu.Zea, Ruan dan Shera juga merasa bahagia. Hanya saja mereka tidak terlalu ekspresif seperti Angle yang sudah seperti cacing kepanasan. Ya, lelang tender yang kemarin diperebutkan beberapa perusahaan, kini jatuh ke perusahaan milik Ruan.Sebenarnya passion perusahaan Ruan, mungkin kurang sesuai. Secara, ada beberapa perusahaan kontraktor yang lebih sesuai untuk sebuah proyek. Hanya saja, demo atau presentasi yang disampaikan Zea yang dibantu dengan Shera serta ditambahi oleh Ruan membuat tim perusahaan yang memiliki tender memilih mereka."Kita harus segera mempersiapkan segalanya, Ru," ucap Shera."Ya, kau benar," sahut Ruan.Angel yang sedang berjingkrak kegirangan menjadi terhenti. Ia merasa tidak ada seorangpun yang menghiraukannya. Akhirnya ia hanya cemberut kesal."Baiklah, Ru. Aku kembali ke kantorku. Besok mungkin baru kita a

  • My Secretary is My Wife    Zea Membuka Penyamarannya

    "Bapak ada di taman belakang, Bu. Dari tadi entah mengapa hanya terdiam saja. Kami tidak ada yang berani bertanya," ungkap Pak Galih sambil melangkah mendampingi Zea yang melangkah cepat untuk menemui Ruan."Loh, Anda …." henyak Bi Danty berpapasan melihat terkejut akan kedatangan Zea lagi."Bibi Danty," sahut Zea menyebut nama asisten rumah tangganya itu.Ketiganya kemudian melihat diam pada Ruan yang tengah termenung. Pandangannya luruh kedepan, namun tak terfokus pada apa pun. Bibi Danty dan Pak Galih kebingungan harus berbuat apa."Biarkan saja, Ruan seperti itu dulu. Dia sedang membutuhkan ketenangan," ucap Zea.Seperti halnya pertemuan pertama ketika Zea datang sebelumnya, Bibi Danty merasa sudah tidak asing dengan suara yang ia dengar baru saja. Kembali ia melihat detail pada Zea yang tentunya dengan penyamarannya. Bibi Danty memfokuskan penglihatannya pada bagian alis Zea."Bu Zea!" kali ini Bibi Danty sudah sangat yakin kalau wanita berpenampilan aneh itu adalah Zea, majikann

  • My Secretary is My Wife    Datang Untuk Kedua Kalinya

    Seperti biasa, Zea mendatangi Day Care untuk menitipkan Vio. Hari ini Zea terlambat bangun, sehingga apa pun yang ia kerjakan di rumahnya serba terburu-buru. Ditambah lagi sesampainya di Day Care, Lili sudah mendapat anak titipkan. Zea memelas, tidak mendapatkan Lili. Ia sudah sangat mempercayai Lili yang menjaga Vio."Kau tenang saja, Zea. Semua petugas di sini sangat bertanggung jawab. Kami akan benar-benar menjaga putra atau putri costumer kami." Lili meyakinkan Zea untuk tidak perlu khawatir."Ya, Lili. Bagaimanapun aku tetap memohon padamu untuk membantu memperhatikan Vio," lirih Zea, bukan tidak percaya kepada petugas yang lain, tetapi karena sugestinya lebih yakin kepada Lili.Pada akhirnya, Zea tetap menitipkan Vio pada Day Care itu walaupun tidak dengan Lili sebagai petugasnya. Sungguh Zea tidak merasa tenang. Namun, Ia harus merelakan juga."Ayo, Zea. Kau akan sangat terlambat," ucap Adam mengingatkan Zea, karena Zea terlihat meragu untuk meninggalkan Vio.Zea mengangguk dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status