Part 57 - Sorry to disappoint
Roberto menghentikan mobil tepat di depan pintu utama mansion. Sepanjang perjalanan kembali dari San Marino Axel hanya diam bahkan ucapan maaf Roberto tak digubrisnya sama sekali. Tuan mudanya itu tampak memendam kemarahan yang membuat Roberto semakin resah karena mengetahui kesalahannya.
Waktu sudah menunjukkan pukul empat dini hari saat mereka tiba di mansion, Axel turun dari mobil dan disusul Roberto sambil kembali memanggil.
“Axel, kau sungguh akan membiarkan Luna pergi dan Lou terbebas begitu saja?” tanya Roberto.
Pada akhirnya langkah Axel terhenti dan berbalik menatap tajam Roberto yang mulai kesal akan diamnya Axel.
“Berhenti bersikap seolah kau peduli terhadapku setelah apa yang kau lakukan.” Axel berjal
See you 💕N.J🦢
Part 58 - Let Her go “Tiga hari, Luna!” tegas sebuah suara berat yang khas tepat di belakangnya. Luna terperanjat mendengar suara pria yang hendak dihindarinya kini berada di ambang pintu. Dia baru saja selesai merapikan seluruh barangnya di rumah pemberian Axel dan hendak membawanya keluar kamar. Sepulangnya ia dini hari tadi, Luna memang tak langsung pergi, mengingat Grace masih tertidur dan pagi tadi keponakannya masih harus pergi ke sekolah barulah siang ini dirinya hendak menjemput untuk sekalian kembali ke apartemen. “Apa yang kau maksud, Ax?” Luna bertanya tanpa menatap pria di hadapannya yang bersedekap dada sambil bersandar pada pintu kamarnya. Luna melewati pria itu untuk menghindar dan langsung menuju dapur dengan berpura-pur
Part 59 - Kidnapping Luna menghentikan kendaraan beroda empat itu di depan gerbang sekolah Grace. Ia turun dari mobil sambil melihat sekitar sekolah yang sudah tampak sepi karena memang seluruh penghuni sekolah sudah pasti telah pulang mengingat matahari hampir tenggelam. Namun, karena ia sudah berjanji dengan Grace akan menjemputnya untuk kembali ke apartemen lama mereka. Seharusnya gadis kecil itu sudah tahu ia akan datang setelah ia merapikan barang-barang. Beruntung Valerio meminjamkannya mobil walau Luna menolak, pria itu tetap memaksanya jika tak ingin diantarkan dirinya. Luna menekan ulang panggilan terakhirnya, menunggu dering beberapa detik lalu panggilan itu mulai terjawab. “Halo, Grace, Aunty
Part 60 - Axel's sacrifice Axel menutup panggilan telepon Roberto untuk kesekian kalinya. Setelah melakukan perpisahan terhadap Luna. Dirinya merasa masih belum siap berkomunikasi dengan siapa pun, termasuk orang kepercayaannya sekalipun. Terlebih semalam ia mendapat panggilan telepon dari Louisa yang mengatakan ingin meminta seluruh perusahaan Dante padanya. Wanita gila itu jelas membuat Axel tak habis pikir dengan mengancam akan merebut miliknya dengan paksa. Axel merasa Louisa telah terdoktrin seperti ayahnya yang memilih merampok orang daripada berusaha menerima kenyataan atau paling tidak meminta bantuan padanya. “Tuan, Roberto menghubungiku dia—” “Aku tak ingin menerima panggilannya.” “Axel, Angelica disekap. Aku h
Part 61 - Luna's sacrifice Suara baling-baling dari helikopter yang hendak mendarat pada sebuah helipad terdengar gaduh di luar gedung. Axel menghentikan mesin helikopter tersebut dan segera turun dari sana. Getaran pada saku jasnya terasa di dada, ia mengeluarkan ponsel pintarnya dan melihat nama Luna tertera memanggilnya. Alih-alih segera menjawab, jarinya malah berkhianat dan memilih menolak panggilan tersebut serta mematikan selular itu lalu melanjutkan langkahnya untuk memasuki gedung yang menjadi tempat pertemuannya. “Maaf, Luna. Kau tak harus tahu semua ini. Aku janji akan selesaikan tanpa membebanimu lagi.” Setelah bergumam demikian Axel membuka pintu besar itu hingga seketika sorot lampu menembak dirinya sampai membuat Axel harus menutupinya menggunakan tang
Part 62 - This is not the end “Axel,” lirih Luna masih sempat menatap Axel saat tubuhnya baru saja mendapat hantaman dari kursi besi lipat yang diberikan Valerio. Mata yang mulai sayu menandakan kesadarannya menipis dibarengi dengan keluarnya aliran darah dari mulut dan pelipisnya membuat Axel terbelalak dengan napas tersengal berat seakan berhenti berembus sejenak. “Luna apa yang kau lakukan?!” Erangnya merengkuh tubuh wanita yang lemas tak berdaya itu. “Sudah cukup, Ax. Kau tak perlu berkorban lagi. Bukan salahmu,” ujar Luna pelan. “Selamatkan Grace untukku.” Axel menggeleng kuat, napasnya memburu cepat merasakan sesak di dada dan dalam sekejap aliran deras dari matanya yang memerah keluar hingga rasa perih membasahi pipi lebamn
Part 63 - Turn back into the past Kelopak mata yang terbuka menyambut silau putih dan mengusik netra abu Axel yang baru terbangun di suatu tempat asing baginya. Axel melihat ke sekeliling ruangan putih itu tak tampak siapa pun di sana. Tatapannya tertuju pada satu pintu berwarna senada. Tungkai kakinya turun dari ranjang dan menginjak lantai putih lalu melangkah mendekati pintu tersebut dan membukanya. Satu sosok tampak membelakanginya tengah duduk di depan cermin sedang mempercantik wajahnya dengan riasan tipis hanya untuk menutupi garis tipis pada sudut matanya. Pria itu mengerutkan keningnya dan mendekat demi memperjelas penglihatannya. “Mom,” panggilnya yakin bahwa sosok itu adalah sang ibu yang sangat ia rindukan. “Axel,” jawab sang ibu menoleh pada pantulan kaca yang menampilkan put
Part 64 - The real truth or a dream? Axel tertarik ke dimensi lain. Netranya menjelajah ke seluruh penjuru, sejauh pandangannya kini dirinya mengenali bahwa tempat yang ia datangi kali ini adalah sebuah ladang anggur yang di ujungnya berdiri satu bangunan rumah. Ia melihat Luna berada di dekat sana hendak masuk dan secara otomatis membawa langkah Axel untuk bergegas menyusul. “Luna!” serunya memanggil walau tak digubris oleh wanitanya. Sebelumnya Axel berusaha mengikuti insting dan kembali menuju pintu putih tempatnya pertama kali menemukan sang ibu. Lalu setelah kembali pada ruangan serba putih, dirinya menemukan pintu lain. Dari pintu itulah kini ia tiba ke tempat Luna berada. “Luna tunggu,” panggil lagi Axel walau tetap tak mendapat gubrisan.
Part 65 - Pretend the pain “Keduanya mengalami gejala yang sama dan melewati masa kritis hanya selisih beberapa menit.” Penjelasan kedua dokter yang ditanyai Roberto dan Damian hampir membuat mereka merasa ada yang aneh dari kejadian itu. Namun, keduanya tak memikirkan lebih panjang karena yang terpenting Axel dan Luna sudah melewati masa kritisnya. Hingga beberapa jam kemudian waktu sudah cukup malam saat Axel akhirnya tersadar. Samar-samar dia mendengar suara dua pria tengah membicarakannya dengan posisi dirinya yang sedang diperiksa oleh dokter, sampai kesadarannya kembali sepenuhnya dan melihat Roberto juga ada di sana. Sang dokter mengatakan tak ada organ dalam yang rusak setelah mengeluarkan peluru dari dadanya. Beberapa memar dan luka jahit kecil pada pelipis yang membuat kepala Ax