Arland mengantarkan Kiran untuk pulang ke rumah. Sebenarnya kepalanya berasa pusing karena tadi ia sempat minum, tapi berusaha ia tahan. Sangat tidak lucu kalau sampai dirinya harus tergeletak untuk kedua kalinya dan di bawa pulang oleh orang yang tak dikenal lagi.
“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Kiran saat melihat ekspressi tak baik di wajah Arland.
“Hmm,” angguknya.
Sampai di depan gerbang ruamh Kiran, Arland melirik ke arah gadis yang ada di sampingnya ini. Dia seolah tak berniat untuk turun.
“Kenapa?”
"Aku takut . Mama pasti akan ..."
"Apa aku perlu mengantarkanmu sampai ke dalam rumah?" tanya Arland .
"Tidak ... tidak perlu,” sahut Kiran cepat. “Dan makasih banyak sudah menolong dan mengantarkanku pulang,” tambahnya.
Hanya dibalas dengan anggukan. Ya, sepertinya dia bukan cowok yang akan membalas dengan senyuman manis ataupun kata-kata manis. Dan jangan berharap
"Kiran!” Teriakan menggelegar seantero rumah. Padahal ini masih pagi buta, loh. "Mama! Mama ngapain, sih, manggil Kiran? Dia udah nggak ada disini.” Dinda yang keluar dari dalam kamar dan menghampiri Mamanya di ruang makan."Oiya, Mama lupa. Habisnya udah kebiasaan, sih,” respon Dewi."Dan mulai sekarang Mama harus biasain nggak manggil namanya di rumah ini.""Iya, iya ... dan juga Mama ingin tanya sam kamuDinda. Apa yang terjadi semalam? Apa semuanya berhasil?”Dinda menghempaskan bokongnya di kursi dengan malas. "Semua rencanaku berantakan, tapi setidaknya dia tidak disini lagi.""Berantakan?""Ya, rencana yang aku b
Kiran yang menerima sebuah ciuman di bibirnya dari Arland, sampai mencengkeran pinggiran kemejanya karena shock. Seolah waktu dan napasnya ikut terhenti saat bibirnya bersentuhan dengan bibir Arland.Berharap ini semua tak terjadi, tapi apa? Arland malah benar-benar melakukan tantangan yang diberikan Ceryl. Berniat mengakhiri adegan ini, tapi Arland malah menahannya untuk tetap lanjut. Benar-benar ... apa yang dilakukan cowok ini di luar pemikirannya.Semua yang menyaksikan adegan itu terdiam dan terpana. Lebih tepatnya mereka semua kaget karna Arland benar-benar melakukan itu. Terlebih para sahabatnya."Kakak jahat!” pekik Ceryl. “Dan aku membenci kalian berdua!” sambil menunjuk Kiran dan Arland bergantian.Sontak, suara melengking Ceryl membuat Arland langsung mengakhiri semua itu. Ada yang aneh dengan perasaannya. Kenapa ia bisa melakukan ini semua. Berniat hanya memberikan bukti pada Ceryl, tapi entah kenapa saat bersentuhan, membuat
"Parah, lo bener-bener nyium Kiran.""Tris, lo udah bilang itu ke gue berkali-kali,” balas Arland sedikit kesal."Habisnya gue nggak nyangka kalo lo bakal lakuin itu, Land ... gue shock. Apa jangan-jangan lo beneran suka sama Kiran?" Tristan mencoba menebak, meskipun tebakannya cuman sekedar tebakan."Heh!”Tristan bersidekap dada dihadapan Arland. “Land, lo nyentuh cewek aja ogah-ogahan. Dan sekarang sama Kiran, lo kayaknya iklas-iklas aja bersentuhan sama dia. Dan ciuman dong.”"Dia cuman pacar bohongan, jadi gue mesti total dong ngikutin permainan itu.""L
"Kiran!”Panggilan itu membuatnya menghentikan langkah yang saat itu sedang berjalan di lorong kampus.Seorang gadis dengan sedikit berlari menghampirinya dan sampai dengan napas yang ngos-ngos’an.“Capek gue lari-lari,” ungkapnya dengan naps sesak.“Dih, siapa suruh lari-lari, sih,” ledek Kiran.Saat berjalan menuju kelas, Kiran hanya diam. Seolah-olah ada masalah besar yang tengah dia pikirkan dan Dira bisa merasakan itu."Lo kenapa, sih ... ada masalah samapacar bohonganlo yang ganteng, tajir, dan berstatus dokter itu?” tanya Dira dengan penjelasan panjang sosok Arland."Apaan, sih, RA. Lo nggak percaya, ya, sama omongan gue tentang tu cowok?"Padahal ia sudah menjelaskan sosok dan bentukan Arland secara detail dan kejujuran penuh, tapi sobatnya ini seolah tak percaya."Kan gue belum pernah ketemu,” komentar Dira."Ntar, kalo lo ketemu ... gue
“Dan harus lo tahu, kalau Kiran adalah cewek gue!” Perkataannya ditujukan pada Dinda.Kiran kaget dengan pernyataan Arland. Kemudian dengan paksa melepaskan rengkuhan cowok itu yang seenaknya melingkar di badannya."What!!'' Efek kaget Dira."Jangan bercanda!” Dinda tak terima.“Amazone,” respon Dira dengan pernyataan dadakan Arland."Inget, kan ... kalau kita cumanpacar bohongan. Dan saat ini juga semuanya sudah berakhir,dokter," ingatkan Kiran pada Arland dengan sedikit berbisik."Itu menurutmu, bukan menurutku,"bantah Arland."Kenapa begitu ... aku punya hak untuk mengakhiri permainan ini," geram Kiran atas jawaban Arland."Aku juga punya hak untuk terus melanjutkannya. Jadi, diamlah.’' Kekeuh Arland tak mau kalah."Land ... bisa nggak lo lepasin Kiran. Gue eneg liatnya!" Kesal Dinda tak suka menyaksikan Arland yang masih merangk
Setelah menyelesaikan tugasnya di Rumah sakit, Arland saat ini baru saja sampai di kediaman orang tuanya. Karna sudah beberapa hari ia berada di Apartment disebabkan percekcok'an antara ia dan Mamanya."Kakak!" heboh Lauren dan Lhinzy menyambytnya.“Apa kabar kalian?” tanyanya pada kedua adiknya."Kakak kenapa, sih, nginep di apartment terus. Nggak pernah ngajak kita jalan lagi,” komentar Lauren dengan nada kesal."Maaf, ya ... soalnya Kakak lagi banyak kerjaan,” jelasnya."Ya ... kami mengerti, dokter,” respon kedua berbarengan."Makan dulu, Land," ujar mamanya bersikap yang seolah-olah tak terjadi apa-apa. Oke, mungkin juga mama nya sudah melupakan permasalahan yang terjadi."Nggak, Ma ... soalnya aku ada janji makan di luar,” tolaknya berniat menuju kamarnya."Bentar lagi Tante Hani, Om Dylan sama Ceryl mau kesini. Kita makan malam bareng.”Langkah Arland terhent
Kiran yang bingung harus melakukan apa, kemudian mencoba menghubungi Tristan. Sejujurnya, ia bukan bingung harus apa, tapi ia tak mau melakukannya. Jelas saja kalau Arland kondisinya menurun, dia masih dalam keadaan basah kuyup. Karna pakaiannya belum diganti. Itulah inti masalahnya dan Kiran tak sanggup kalau harus melakukan itu.Sudah berulang kali ia meneleponn Tristan, tapi panggilannya sama sekali tak direspon. Apa dia sudah tidur? Tapi tak mungkin juga. Cowok, jam tidurnya biasanya kan sering larut malam."Tristan kemana, sih ... gak tahu orang lagi butuh bantuan apa,” dumel Kiran melempar ponselnya di kasur dan menuju ke dapur."Tetep saja, kalau pakaiannya basah gini kondisinya nggak akan baik," pikirnya.Mengganti pakaian dia adalah cara yang paling tepat. Tapi masalahnya matanya belum siap untuk melihat tubuh cowok dalam keadaan tanpa pakaian. Dan tangannya juga belum siap untuk menyentuh tubuh cowok. Mondar-mandir sabi
"Kenapa?” tanya Arland."Dira ... Dira kesini,” hebohnya."Trus?” Masih memasang wajah santai."Trus, trus ... ya kamu ngumpet lah. Gila aja kalau dia ngeliat kamu di sini dengan keadaan kaya gini. Pemikirannya kan rada-rada nggak beres."Kiran memaksa Arland untuk masuk ke kamarnya. "Itu, pakaian'mu mungkin udah kering,” tunjuknya ke arah jeans dan kemeja yang ada di kasur. "Dan jangan berisik,” tambahnya segera keluar dan mengunci pintu kamar."Hoh ... semoga nggak ketahuan,” harapnya."Kiran!!”Teriakan itu diiringi ketukan pintu."Iya!” sahut Kiran segera membuka pintu. Tentunya dengan wajah yang ia ciptakan dengan serileks mungkin.Pintu terbuka, menampakkan sosok Dira yang seperti biasa. Ceria, heboh dan ... berisik."Lama banget buka pintunya, lagi ngapain sih?" tanya Dira yang langsung menyelonong masuk dan duduk di sofa."Toilet, biasa transfera