Share

BAB : 3

Author: Soffia
last update Huling Na-update: 2021-04-17 10:19:14


Dia yang tadinya sudah bersiap mengobati luka di tangan Arland, malah menghentikan seketka itu juga sambil memasang wajah kesal.

"Kalau tahu kamu orangnya, aku nggak akan nolongin," kesalnya beranjak dari hadapan Arland dan berlalu pergi begitu saja.

Saking kesalnya, dia tak sengaja malah menyenggol siku Arland, membuatnya sedikit meringis. Tentu saja reaksinya itu membuat kedua adiknya terlihat cemas.

"Sakit banget ya, Kak?"

"Ngga, kok," jawabnya mengelak sambil sedikit tersenyum. Padahal aslinya lumayan perih. 

Dia yang tadinya sudah berlalu pergi, tiba-tiba saja kembali menghampiri Arland. Kemudian mengambil kotak obat yang berada di tangan Lauren dan lanjut membersihkan serta mengobati luka di siku Arland. Ya ... meskipun wajahnya itu sangat menunjukkan kalau dirinya sedang kesal.

"Apa rasanya sakit?" Dia bertanya, meskipun pandangannya hanya berfokus pada luka itu. Takut saja, sentuhannya nantinya malah membuat rasa perih makin bertambah.

"Tidak," jawab Arland.

Tak ada pembicaraan apapun lagi, baik itu dari Arland-nya sendiri ataupun si cewek, hingga selesai mengobati luka itu.

"Apa kalian berdua saling kenal?" tanya Lhinzy mengarah pada keduanya.

"Nggak," jawab keduanya singkat dan serentak, membuat si kembar malah tersenyum gaje.

"Wihhh ... kok bisa barengan gitu, sih,” komentar Lhinzy.

“Apa ini yang dinamakan jodoh?"

Arland menatap horor kearah dua adiknya. Kenapa mereka harus berkata sedewasa itu. Masih anak-anak, loh, malah ngomong masalah jodoh.

"Haii, Kak ... aku Lauren dan ini kembaranku namanya Lhinzy. Ini Kakakku tercinta namanya Arland," jelas Lauren

"Iya, salam kenal juga. Namaku Kiran," balasnya memperkenalkan diri sambil tersenyum manis. Tapi, senyuman itu kembali pudar saat mengarah pada Arland.

"Kemarikan telapak tanganmu," pintanya pada Arland. Tapi malah diacuhkan saja, hingga ia langsung saja menarik tangan Arland dengan paksa.

"Biasanya luka goresan aspal rasanya akan lebih perih meskipun sedikit," ujarnya membersihkan luka itu sambil sesekali meniup-niup agar tak ada rasa perih dirasakan Arland.

Tiba-tiba saja Arland merasa ada yang aneh pada hatinya. Matanya, juga seolah tak mau diajak beralih dari sosok Kiran yang kini sibuk mengobati lukanya. Apalagi sentuhan itu, membuatnya merasa tenang. Rasa perih seolah hilang begitu saja.

"Kak Kiran, kita makan, yuk," ajak Lhinzy pada Kiran yang selesai mengobati luka di telapak tangan Arland.

"Maaf, ya, Dek ... bukannya Kakak nggak mau, tapi Kakak mesti ke Rumah Sakit," jelas Kiran menolak secara halus ajakan si kembar dengan senyuman manis mengukir bibir tipisnya.

"Yaah ..." keluh keduanya.

Ia membereskan dan memasukkan obat-obatan itu ke dalam sebuah kotak dan mengembalikan pada Lhinzy. "Kalau gitu, Kakak pergi dulu ya. Bye," pamit Kiran pada Lauren dan Lhinzy, tapi tidak pada Arland. Setidaknya ia sudah melemparkan pandangan kesal pada makhluk itu.

Lauren dan Lhinzy hanya menatap kepergian Kiran dengan lesu. Padahal mereka berdua berharap kalau Kiran mau ikut makan bersama. Kini, pandangan itu beralih pada Arland dengan tatapan kecut

"Kenapa menatap seperti itu?"

"Kakak, sih, jadinya Kak Kiran pergi," keluh Lauren menyalahkan Arland sambil bersidekap dada.

"Kok malah Kakak yang disalahin?"

"Iyalah. Tampangnya jutek giu. Nggak bisakah Kakak berbagi sedikit senyuman? Smile, Kak, smile..."

"Padahal kita berdua tadinya kan mau comblangin Kakak sama Kak Kiran," ungkap Lhinzy blak-blakan mengakui niat tersembunyi yang dari tadi sudah keduanya susun dengan baik.

Ekspressi wajah Arland langsung berubah drastis. "Apa?!" Benar-benar tak percaya dengan tingkah kedua adiknya ini.

"Iya, daripada sama Kak Ceryl. Emang Kakak mau, nggak kan?"

"Kalian masih kecil juga, udah ngerti comblang-comblangan. Trus sekarang kita jadi makan nggak, nih?"

"Jadi dong," jawab keduanya serentak.

Mereka bertiga pun segera memasuki restoran untuk melanjutkan makan malam yang sempat tertunda.

---000---

Alvin merasa berada di rumah sendiri, tapi seperti terkurung dalam sangkar burung murai. Ceryl tiba-tiba saja datang sambil ngomel-ngomel dan heboh karena Arland tak kunjung menemuinya untuk menemani dia ke ultah salah satu temannya.

"Kan, Tante udah janji sama aku supaya Kak Arland mau nemenin. Dan sekarang Tante bilang dia nggak ada di rumah. Gimana, sih, Tan," rengeknya yang sudah seperti seekor kucing yang gagal menangkap seekor tikus.

Bahkan di seluruh penjuru ruangan rumah, hanya suara Ceryl lah yang terdengar. Seperti suara terompet di malam tahun baru.

"Tante minta maaf, tapi dia nggak mau mengecewakan adik-adiknya."

"Apa dia lebih menyayangi adik-adiknya daripada aku? Kenapa dia nggak pernah perhatian padaku?"

Bagi yang baru mengenal Cheryl, suara ocehannya itu seakan-akan menyambar-nyabar di dalam telinga.

Kim tak berkomentar apa-apa, karna menurutnya sudah jelas Arland lebih memilih adik-adiknya. Mereka berdua segalanya bagi Arland, bahkan ia mengambil libur setiap hari minggu hanya untuk mengajak dua bocah itu keluar.

"Ehem ...."

Deheman itu membuat pandangan kedua wanita itu mengarah padanya secara bersamaan. Ia sampai keluar dari ruang kerjanya saat mendengar kehebohan di lantai bawah.

"Malam, Om," sapa Ceryl pada Alvin yang dating menghampirinya dan Kim.

"Ada apa, nih ... kok datang malam-malam begini. Udah ijin sama orang tua kamu, kan?" tanya Alvin tertuju pada Cheryl.

"Udah kok, Om," jawabnya.

"Oiya ... mumpung kamu ada di sini, Om mau bicara sesuatu," ujar Alvin pada Ceryl.

"Mau bicara apa, Om?"

"Kamu suka sama Arland?" tanya Alvin .

Ceryl malah tersenyum menanggapi pertanyaan Alvin.

"Pertanyaan Om mah ... kan Om juga tahu kalau aku udah suka dan cinta sama Kak Arland dari dulu," jelas Ceryl sambil senyum-senyum gaje.

"Dan Arland-nya sendiri?"

"Kak Arland pasti juga punya rasa yang sama kayak yang aku rasain. Cuman mungkin dia malu aja untuk mengatakannya, Om," jelas Ceryl percaya diri dengan apa yang dikatakannya.

Coba saja Arland ada di situ, mungkin dia bakalan ngamuk-ngamuk mendengar omongan Ceryl yang menurutnya sangat tak masuk akal itu.

"Kamu yakin?"

"Iyalah, Om."

"Om akan pastikan itu sama Arland. Tapi kalau dia nggak cinta sama kamu, bisakah kamu menerimanya?"

Wajah Ceryl berubah murung saat mendengar perkataan Alvin.

"Nggak mungkinlah Kak Arland nggak suka sama aku, Om. Buktinya selama ini dia selalu perhatian sama aku. Kalau nggak cinta, lalu apa?"

Ternyata, tingkat percaya diri Ceryl sangat tinggi. Ditambah lagi perhatian Arland malah membuat dia semakin baper. Padahal Arland sendiri juga bersikap sama dengan Keyra ataupun Dilla, yang merupakan putri dari sahabat kedua orang tuanya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   SELESAI

    Kiran selesai menyiapkan sarapan. Berniat memanggil Ziel, ternyata anak itu sudah datang duluan.Arland meletakkan ponselnya di meja, saat anaknya itu datang. Setidaknya ia harus menghentikan kebiasaan ini jika di rumah.“Zi, nanti pulang sekolah Papa yang jemput, ya,” ujar Kiran menatap serius pada Ziel yang sedang menikmati nasi goreng kesukaannya. Tak ada suara, melainkan hanya anggukan yang ia terima dari bocah itu.Tenang. Hanya suara dentingan sendok dan garpu yang terkadang bersenggolan dengan piring. Jadi, mau berkilah seperti apalagi, saat dua cowok ini memiliki sikap dan sifat yang sama.Selesai makan, Ziel turun dari kursinya. Begitupun dengan Arland. Keduanya bersiap untuk berangkat.“Belajar yang pintar, ya,” pesan Kiran pada Ziel.“Iya, Ma ... aku sekolah dulu,” pamitnya sambil mencium punggung tangan Kiran.“Papanya nggak dikasih pesan apa apa, gitu?” tanya Arland berkomen

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   EKSTRA PART : 4

    Ziel terbangun dari tidurnya, membuka mata dan mendapati Kiran masih setia di sampingnya. Ia tersenyum, saat apa yang diharapkannya terkabul. Ya, wanita yang rasanya benar-benar dekat dengannya kini, tak meninggalkannya.“Sudah bangun,” ujar Kiran membelai lembut wajah itu.Ziel mengangguk. “Mama nggak meninggalkanku. Aku senang,” ucapnya.“Ziel, apa kamu benar mau tetap di sini denganku?”Ziel mengangguk cepat.“Kenapa?”“Aku nggak punya mama sama papa lagi. Aku juga nggak punya siapapun lagi. Percuma warisan banyak, tapi aku sendirian. Boleh, kan ... aku numpang hidup sama Mama? Aku janji akan jadi anak baik dan pintar. Aku janji akan jadi anak yang berbakti dan bersikap seperti pada orang tuaku sendiri.&rdquo

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   EKSTRA PART : 3

    Sekarang Kiran, Arland bersama pihak berwajib begitupun beberapa dokter baru saja menemukan hal yang mengejutkan. Apalagi setelah dilakukannya visum pada Ziel dan beberapa test dari psikolog anak.“Aku benar-benar nggak percaya dengan semua ini,” gumam Kiran berpikir. “Membunuh orang tuanya dan beralibi kalau mereka bunuh diri. Kemudian menyiksa dia hingga luka fisik dan mental. Bersyukur banget aku om dan tantenya itu hangus kebakar sama mobil. Jadi nggak menuh-menuhin sel dan buang buang jatah makanan buat mereka. Dan selanjutnya bagaimana kehidupan dia, ya? Bukankah hanya tinggal sebatang kara.”Arland tak menanggapi perkataan istrinya. Ia seolah fokus pada makanannya.“Land! Kamu dengar aku nggak, sih?” Kiran malah kesal saat Arland tak merespon perkataannya dan asik makan begitu saja.“Maaf, Ki ... aku benar-benar lapar. Perutku sakit karena belum makan dari tadi pagi,” ungkapnya dengan ta

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   EKSTRA PART : 2

    Kiran berada di rumah sakit. Tak hanya sendiri, ada Arland yang berada di sisinya. Karena di perjalanan tadi ia segera menghubungi suaminya itu.“Dia nggak kenapa-kenapa, kan?”Arland menarik Kiran ke pelukannya, saat ia rasakan kesedihan dan ketakut terlihat jelas di dalam diri istrinya itu. “Kamu tenang aja, Bukankah dokter bilang dia hanya shock.”Kiran mengangguk. “Iya, hanya sedikit luka di dahi dan lengannya.”Tak lama, pintu ruang UGD dibuka dari arah dalam. Menampakkan sesosok dokter. Kiran melepaskan diri dari pelukan Arland dan langsung menghampiri dokter.“Gimana keadaannya dokter?”Arland mengikuti langkah Kiran.“Anda tenang saja, dia tak apa apa. Hanya beberapa luka kecil. Hanya saja ...”“Ada apa?” Giliran Arland

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   EKSTRA PART : 1

    Pernikahan sebenarnya yang paling penting adalah kenyamanan. Mau miskin ataupun kaya, tetap saja saat nyaman, semua terasa indah. Bahkan saat dokter sudah memprediksi kalau ia dan Arland tak akan memiliki keturunan, tetap saja hidupnya terasa tenang. Bahkan di usia pernikahan yang menginjak satu tahun.Menjadi seorang istri yang kasih sayang suami hanya miliknya, apalagi yang membuatnya tak nyaman dan tenang? Meskipun orang-orang mungkin akan mempermasalahkan tentang keturunan, tetap saja ia tak ambil pusing.“Hari ini pulang jam berapa?” tanya Kiran.Arland tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan istrinya itu. Bahkan pemikirannya seolah melayang jauh ke luar angkasa.Sebuah sentuhan di wajahnya, membuat ia tersentak dan mengarahkan pandangan pada sosok yang ternyata sudah duduk di sampingnya.“Kamu kenapa?”Arland lagi-lagi hanya diam seribu bahasa.“Kamu memintaku menceritakan semua permasalahan yang k

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   END

    Arland akan segera kembali ke apartment, tapi tiba-tiba Jeremy menghentikan langkahnya di pintu keluar kantornya."Lo ngapain kesini?""Tau nggak, si Dosen ada dimana?""Harusnya kalau mau nyari Leo itu di kampus atau di rumahnya," balas Arland."Udah gue cari, tapi nggak ketemu. Lagian sekarang hari Minggu, dia nggak ada jadwal ngajar. Cek di rumah juga nggak ada," terang Jeremy"Coba telepon," saran Arland."Itu cara pertama yang gue lakuin sebelum nyariin dia. Nomernya aja kagak aktif.""Ck, gue juga bingung kalo gitu. Coba tanya yang lain dulu. Soalnya gue mau ke rumah nyokap.""Ya udah, gue tanya yang lain.""Gue duluan, ya."Arland meninggalkan Jeremy yang bingung mau mencari dimana keberadaan Leo. Bukannya apa-apa. Tapi, saat ini ia sangat butuh sama Leo. Sebenarnya bukan butuh sama Leo, sih. Lebih tepatnya sama tanda tangannya. Ganteng-ganteng gini, otaknya masih 1/4. Tiap tahun nyariin tanda tangan dosen,

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   BAB : 69

    Alvin baru saja pulang dari kantor dan ia segera menghampiri Kim yang berada di ruang keluarga."Lauren, Lhinzy, kalian ke kamar dulu, ya. Papa mau bicara sama Mama," pinta Alvin pada si kembar yang saat itu bersama Kim."Iya, Pa," jawab mereka serempak dan segera menuju kamar."Mau ngomong apa?" tanya Kim."Aku benar-benar nggak nyangka sama kamu, Kim!"Alvin bicara dengan penuh emosi. Wajah dan matanya langsung memerah menahan amarahnya."Apa, sih, baru pulang langsung marah-marah," balas Kim."Kenapa kamu menekan Kiran untuk berpisah dengan Arland? Kamu sudah kelewatan dengan merusak kebahagiaan anakmu sendiri!""Aku nggak bisa melupakan itu!""Baiklah kalau gitu. Aku juga akan memberikanmu pilihan. Kalau kamu terus berniat melakukan itu, aku juga akan memberikan surat perceraian untukmu!"Ancaman Alvin sukses membuat Kim shock. Ia tak menyangka Alvin akan mengatakan itu."Mengancam ku dengan mengorbanka

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   BAB : 68

    Malam ini harusnya Dira sudah berada di Mall untuk shooping. Tapi semuanya gagal total gara-gara tugas segunung yang diberikan Leo padanya. Satu pertanyaan saja itu sudah membuat separo otaknya kesemutan. Apalagi puluhan pertanyaan. Bisa dijamin, otaknya tak akan beres lagi.Harusnya Leo mengajaknya dinner atau kencan gitu, ini kan malam Minggu. Bukan memberinya tugas seperti ini."Sepertinya gue akan gila, trus mati dengan sangat menyedihkan," gumam Dira sambil menggetok-getok kepalanya dengan pulpen. "Azab seorang gadis yang tergila-gila dengan dosennya, mayatnya ditemukan tak bernapas di tumpukan buku," tambahnya lagi dengan tampang yang menyedihkan.Dari kalimat itu saja dia seperti sudah gila. Mana ada mayat yang masih bernapas. Itu sama saja dengan manusia, tapi tak bernapas."Non Dira!" teriak seorang asisten rumah tangganya sambil menggedor-gedor pintu kamarnya."Apaan, Bik!" Jawab Dira dari dalam kamar tanpa berniat membukakan pintu.

  • My Soulmate From My Heart (Series 2)   BAB : 67

    "Bisakah kamu tak berpakaian seperti ini lagi," ujar Leo menyambar Sweater miliknya dan mengenakannya pada Dira."Heh?""Kamu ke kampus, bukan kepesta."Kalau ia tak mencintai Leo, kalau ia tak tergila-gila pada Leo, dan kalau Leo tak ganteng tingkat dewa. Ia pastikan, sepatunya akan mendarat tepat di kepala Leo tanpa memandang kalau Leo adalah dosennya. Padahal pikirannya sudah kemana-mana. Ternyata Leo malah mengomentari pakaiannya yang memang terlalu terbuka untuk status mahasiswi."Tolong jaga diri kamu, sampai saya punya kewajiban menjaga kamu," jelas Leo. "Sebentar lagi," tambahnya."Sebentar lagi? Jangan bilang kalau Bapak berniat mau nikahin saya?" Entah itu sebuah pertanyaan ataukah sebuah tebakan. Ia yang awalnya duduk di pangkuan Leo, langsung berdiri saking syoknya."Tentu saja. Saya serius dengan hubungan ini!" tegas Leo membenarkan tebakan Dira.Apa yang terjadi pada Dira? Jangan ditanya lagi. Tadi ia ingin melempar Leo

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status