Share

MSB 2 - RELATIONSHIP

EDER POV

Itu kenyataan,

Suka tidak suka, 

Terima tidak terima,

Keluargaku tidak seharmonis cerita yang ada.

Well, fakta itu tidak menyakiti-ku lagi. Mereka divorce, saat aku masih belia dan semenjak itu, aku memutuskan keluar dari rumah dan bekerja paruh waktu sebagai model salah satu web fashion di California.

That's why, aku sangat mencintai wajahku. 

Sangat bersyukur, Tuhan menganugerahkan wajah tampan hingga mencari uang disaat yang sulit menjadi mudah untukku. Cukup berdiam diri saja, aku sudah menghasilkan jutaan dolar di akun bank-ku.

Aku tidak berniat mencampuri urusan orang tuaku, aku tidak peduli lagi. Mereka orang tua egois yang memilih mengakhiri semuanya daripada memperbaiki. Apa salahnya memperbaiki yang ada? mereka punya anak-anak yang cukup dijadikan alasan untuk tetap tinggal.

Aku pernah memohon, memohon demi aku dan Earl yang saat itu masih sangat membutuhkan Daddy dan Mom. Tapi, tangisan anak remaja bahkan tidak bisa meruntuhkan keegoisan, kemarahan serta keras kepala mereka. Hati mereka sudah membatu, 

Apa yang diharapkan dengan orang tua seperti itu? Mereka tidak lebih dari orang tua yang egois, orang tua yang melupakan fakta bahwa mereka memiliki anak remaja yang butuh dibimbing dulu.

Beberapa hari setelah Daddy dan Mommy bertengkar hebat, Mommy memberi ultimatum bahwa ia akan kembali ke Indonesia. Itu tidak berarti buruk hingga aku tahu Mom hanya menyiapkan visa untuk Earl, adikku dan tidak untukku.

"Mom, kenapa aku tidak ikut?" Tanyaku.

"Tidak Eder, kamu harus disini sementara waktu, selesaikan high school-mu. Kita akan membicarakan hal ini lagi."

"Tapi Mom, aku tidak mau dimassion tanpa ada Earl dan Mommy."

"Eder." Daddy yang semula hanya diam melihat kami, bersuara. "Daddy berjanji tidak akan membuat kamu kesepian, Daddy akan selalu pulang lebih awal."

Itu kebohongan.

Kebohongan yang sama sejak aku masih anak-anak.

Awalnya aku menunggu tapi lama kelamaan aku muak untuk menunggu.

Aku menggeleng keras, kembali menatap Mom. "Jika Earl bisa ikut kenapa aku tidak? Earl juga masih bersekolah, kenapa Earl diajak dan aku tidak?"

"Mudah untuk Earl untuk pindah sekolah Eder, kamu harus mengerti nak." Mom berusaha meraih tanganku tapi langsung aku tepis.

Aku marah.

Sangat marah.

"Jika kalian berpisah kenapa harus aku yang merasakannya?" Teriakku.

"Jika kalian bertengkar dan tidak mau hidup bersama kenapa aku yang harus ditinggalkan?" Aku berlari ke arah tangga, membayangkan dimassion sendirian membuatku merasa sesak dan takut,

Aku tidak suka sendirian.

"Eder!" Teriak Mom menghentikanku.

"Aku benci kalian!" Aku menoleh, mengepal tanganku kuat, "Pergilah sesuka kalian, aku tidak akan peduli lagi!"

Benar, Mommy pergi di keesokkan harinya.

Sebagian dariku yang menyesal karena berkata begitu tapi kemarahanku semakin besar mengingat bahkan saat aku menangis pun mereka tidak lagi peduli. Bahkan batu karang pun akan tetap rapuh jika terus diterpa air laut, tapi beda dengan orang tuaku, keegoisan mereka lebih keras daripada apapun.

Setahun..

Dua tahun..

Dan bertahun-tahun kemudian..

Hingga Daddy membawa seseorang, Laura mengubah Daddy semakin mengacuhkanku.

Aku merasa terbuang.

Tingkah laku jalang Laura membuatku memutuskan untuk pergi dan hidup mandiri di usia remajaku. Background orang tua-ku yang kaya tidak membantuku.

Daddy dan Mom mencoba rutin menghubungi-ku tapi aku berusaha untuk mengacuhkan mereka, menjawab sekenanya dan berusaha bahagia dengan hidup yang kupunya.

Aku pergi ke Club, mencoba bagaimana rasanya minuman keras, rokok bahkan aku pernah merasakan bagaimana Kokain bisa membuatku melayang. Itu berlangsung lama hingga Daddy menemukanku sakaw di Apartementku dan merehabilitasi diriku dengan paksa.

Bahkan saat aku hampir mati, aku masih mendengar dengan samar mereka berdebat saling menyalahkan atas kondisiku, aku tersenyum miris bahkan saat kondisi buruk seperti ini, mereka lebih sibuk membenarkan diri mereka masing-masing tanpa menyadari bahwa semua ini adalah kesalahan mereka.

Itu cara nakalku, dan itu tidak berhasil.

Hingga tanpa sengaja, aku menemukan cara lain, cara bagaimana mereka menyadari kesalahan mereka. Seseorang dari agensi model tanpa sengaja menemukanku di sebuah mall besar di California.

Dia, Bryan, seorang Gay yang menawarkan kesempatan untuk menjadi model, memberiku ide, menjadi sukses dengan usahaku sendiri mungkin bisa membuat orang tuaku malu.

Cara ini mungkin berhasil.

Aku mulai bekerja paruh waktu menjadi model, dan mulai hidup sehat untuk menjaga tubuhku.

Dan disinilah aku,

Pemilik Evon Brand, sekaligus model besar dan memiliki bayaran termahal di California,

Eder Von Mirrendeff, yang bahkan tetap cemerlang dan bisa hidup dengan sukses walau tanpa bimbingan siapapun.

Tidak ada balas dendam yang lebih bagus dari itu.

ANASTASIA POV

Aku hanya diam memperhatikan Eder yang langsung keluar dari mobilku saat sudah memasuki pekarangan rumah. Well, Eder dia lumayan,

Bukan tapi memiliki wajahnya diatas rata-rata, bahkan hampir menyentuh angka sempurna.

Tubuhnya professional dan benar-benar hmm..

Hot man,

Harus aku akui, aku beberapa kali menelan liur-ku sendiri setiap kali mencuri pandang padanya, aku belum pernah melihat tubuh dan wajah yang sangat pas untuk ukuran pria. Eder Von Mirrendeff, dia memiliki pesona maksimal.

Aku keluar dari mobil menyusul Eder yang berjalan melalui pintu pagar berwarna hitam, pintu yang menghubungkan langsung dengan bagian samping rumah. Seolah-olah dia pernah datang ke tempat ini sebelumnya hingga tidak perlu lagi bimbinganku,

Aku berjalan lebih cepat berusaha menyamai langkah lebarnya, "Memangnya kamu tahu rumah saya, main nyelonong aja." kataku agak sewot, 

Dia berhenti, berbalik dan menjulang tinggi didepanku.

Postur tubuhnya benar-benar mengintimidasi.

"Kamu tahu nyelonong maksudnya apakan?" Tambahku, lupa kalau saudara tiriku ini Bule.

"Gak susah cari Nugroho Putra penthouses, gue sudah liat seluruh furniture aset keluarga lo lewat majalah exclusive furniture yang terbit bulan lalu."

Ah iya, kenapa bisa lupa, bulan lalu baru saja ada wartawan dan penerbit majalah yang diizinkan untuk kunjungan exclusive kerumah. dan itu diberitakan,

"Oh." Sahutku ber-oh ria.

"Eder!"

Aku menoleh ke sumber suara, itu adalah versi muda beberapa tahun dari Eder.

Hampir seperti buah pinang dibelah dua.

"Hey Earl!"

Oh tuhan, dua jelmaan dewa yunani sekaligus muncul di hadapanku, membuatku menganga untuk sepersekian detik.

Mata biru yang sama persis,

Garis rahang yang sama,

Hidung mancung yang sempurna,

Tapi bibir Eder lebih penuh dan menggairahkan.

Aku mengedipkan mataku, apa yang baru saja aku pikirkan?

Adegan Earl memeluk Eder, menyadarkanku. Bromance goals!

"Kangen sama gue?" Tanya Eder dengan cengiran yang menurutku menyebalkan sesaat setelah Earl melepaskan pelukannya. tapi cengiran itu seperti candu, membuatku ikut tersenyum tanpa alasan.

"Gue kangen uang jajan gue." Sahut Earl, menepuk bahu kakaknya, jawaban asal-asalan Earl membuatku tersenyum semakin lebar.

Earl menoleh ke arahku, dia mengulurkan tangannya padaku, tersenyum kaku, "Saya Earl Von Mirrendeff."

Aku ikut tersenyum canggung. "Hey." Menerima uluran tangannya, "Saya Anastasia Sandhy Nugroho." Langsung melepas jabatan tanganku dan Earl.

"Eder, kamu sudah sampai." Kali ini Tante Yuli muncul dari tembok pemisah.

Tante Yuli langsung memeluk Eder yang masih berdiri kaku, "Miss you so badly, Ed."

Sedangkan Eder, dia tampak diam membisu dalam pelukan Tante Yuli.

Aku memang tidak memiliki seorang Ibu, Tapi, aku tahu tidak ada hubungan anak dan orang tua sekaku itu.

Keluarga mereka baik-baik sajakan?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status