Share

MSB 5 - DOUBLE HOT MAN

ANASTASIA POV

Aku merasa seperti gadis buruk rupa yang mendadak menjadi pusat perhatian, karena dua cowok Bule dengan celana kolor yang males-malesan berjalan disampingku dengan wajahnya sialan mencolok dan berbeda. Bahkan dengan celana kolor yang mereka kenakan tidak mengurangi pesona mereka.

Sejak kapan celana kolor terlihat keren dipakai untuk ke mall,

Ibarat angsa berbaur dengan bebek.

Entah bagaimana aku merasa seperti bebek yang salah berbaur dengan rombongan angsa yang cantik dan elegan,

Aku melirik mereka malas, tapi tidak bisa berhenti melirik tingkah mereka. Entah sudah keberapa kalinya aku mencuri pandang kepada mereka berdua.

Berjalan dengan tangan disaku,

Celingak-celinguk,

Dan yang paling menyebalkan, mereka masih mempesona dengan tampang melongonya.

Sejak kapan tampang melongo gak tahu apa-apa begitu sedap dipandang.

Sedangkan diriku, yang sudah mencoba untuk tampil mempesona terhempas jauh dengan outfit Celana kolor mereka. Eder dan Earl, mereka cocok menjadi model Celana kolor.

Menyebalkan!

Hampir satu Mall gempar dengan kedatangan Bule tampan wajah serupa dengan celana kolor dan tampang bangun tidurnya.

Aku menghela nafas, ikut berjalan malas-malasan.

Andai saja Daddy tidak menelpon dan memintaku menemani calon saudara tiri untuk fitting baju pernikahan, pasti aku masih sibuk dengan laptopku, Mencoba menulis untuk blog-ku atau mendesain tugas akhir kuliahku.

Kembali melirik Eder, kejadian tadi pagi masih membuatku malu.

Menghusap wajahku yang tiba-tiba memanas, pasti wajahku mesum sekali saat itu.

Melihat penampilannya saat ini..

Demi tuhan, Aku tidak pernah tahu kalau Celana kolor akan terlihat sexy dibadan pria.

Ok, entah sejak kapan aku terobsesi dengan Celana kolor.

"Jadi dimana?" Earl berbalik, menatapku.

"Hah?" Sahutku refleks karena Earl bertanya tiba-tiba, "Dimana?" Mengulangi perkataannya.

Tampang melongo mendadak menjadi permanen di wajahku, bukan melongo menawan seperti mereka, melongo cendrung bodoh yang lebih mendekati ekspresiku sekarang. Melongo minta dipukul, ya siapapun bisa pukul aku.

"Jangan bilang lo gak tau." Sahut Eder tatapannya berubah sinis, matanya menyipit, mengintimidasi.

Mencoba mencerna,

Memikirkan apa tujuanku di Mall ini,

1

2

3

4

5

Aku membutuhkan lima detik untuk sadar dan mengingat tujuanku. Ahh, butik, Butik tempat mereka fitting baju. Dimana ya?

Yang buruknya adalah aku sudah membuat mereka berjalan-jalan mengeliling Lobby, tapi aku malah tidak sadar dimana butik yang menjadi tujuan itu.

Katakan sesuatu Ana.

Sial! Aku gelagapan, bagaimana tidak empat mata biru laut menatapku tajam, antara kesal dan tak percaya bahwa ternyata aku hanya membuat mereka berputar-putar tidak jelas.

"Ja.. jangan lihat aku begitu." Malah gagap, sejak kapan aku gagap?

Aku berdaham mencoba mengurangi aura intimidasi yang aku rasakan. "Aku tahu kok, Papa cuma bilang dilantai satu dekat lobby."

"Well, ini lobby kan?" Earl memandang sekeliling, dia itu, masih kecil tapi sudah pintar bersikap sinis.

Aku ikut memandang sekeliling, Sial! Aku tidak melakukan apapun selain memandangi Earl dan Eder dari tadi, hingga aku bahkan tidak tahu sudah berapa banyak toko yang aku lewati tadi.

Dan yang lebih memalukannya lagi, aku ketangkap basah dengan tingkahku ini, aku celingak-celinguk mulai panik.

Dimana butik sialan itu?

"Ah itu dia.." Aku menunjuk sebuah toko yang berapa beberapa meter dari kami dengan bersemangat, "Disitu butiknya."

Earl menghela nafas, "Yang benar saja, kita udah ngelewatin toko itu dua kali tahu!"

Masa iya? Wajah melongo kesekian kalinya, aku butuh air mineral untuk mengembalikan fokus yang tertiup angin entah kemana.

Aku diam ditempat melihat Earl dan Eder berjalan lebih dulu didepanku, super duper malu.

Malu maksimal.

Dasar saus tartar.

Ahhh, bodohnya.......

EDER POV

Aku melirik Earl yang masih diam seribu bahasa disebelahku.

Anak itu membuat posisiku menjadi salah, ya aku rasa dia tersinggung atas perkataanku kemarin malam.

Tapi kenapa jadi aku yang salah?

Seharusnya aku yang diam, kan?

Earl tahu betul apa yang terjadi, dia bahkan diam saja saat itu terjadi, tapi ya aku tidak bisa menyalahkan dia. Dia tidak lebih dari anak kecil dulu.

"Ini tante Aini, dia yang akan bantu kalian fitting baju." Anastasia berkata, memperkenalkan Wanita paruh baya yang berdiri disampingnya.

Penampilan modis menunjukkan identitasnya sebagai desainer.

Aku tersenyum sekenanya, "Saya Eder."

"Saya Earl." Sahut Earl menimpali.

"Wahhh, kalian sama sekali gak mirip sama Mama kalian ya, Bule banget." Kata Tante Aini kegirangan.

Awkward moment.

Apa itu pujian atau?

Dia mencoba mengatakan jika kami berdua seperti anak angkat?

Jika boleh jujur, aku sedikit sensitif jika wajahku dikait-kaitkan dengan Dad dan Mom, merasa tidak bisa berbuat apa-apa karena DNA yang tidak bisa aku kuras habis dan aku isi ulang.

Karena tidak ada satupun yang menimpali dan malah membuat suasana canggung, Tante Aini kembali berkata, "Oke, langsung aja, mungkin kalian lelah karena baru sampai."

Tante Aini berjalan lebih dulu, Earl mengekori dari belakang.

"Lo gak ikut?" Tanyaku berbalik saat melihat Anastasia diam ditempat.

"Engga, aku udah fitting baju kemarin, pas kamu belum sampai." Jawab Anastasia kemudian berjalan ke sofa putih yang ada beberapa langkah didepannya.

"Ok." Aku melangkah menuju ruang dimana Earl dan Tante Aini pergi.

Aku menaikan bahuku, Anastasia dia bahkan tidak melihat mataku saat diajak berbicara. Sebenarnya ada apa dengan semua orang?

Sekitar 15 menit aku mencoba setelan tuxedo hitam ini, merapihkan sedikit dasi kupu-kupu yang melingkari leherku.

Aku menoleh saat mendengar tepukkan tangan muncul dari balik tirai, Tante Aini berjalan mendekati, memperhatikanku dan menepuk bahuku.

"Gorgeous, aku benar-benar gak bisa comment apa-apa, kalian udah ditakdirkan jadi bintang." Kata Tante Aini antusias, "Eder juga ganteng banget, diruang sebelah."

"Earl maksud Tante, saya yang Eder." Ralatku.

"Ah Iya, maksudnya Earl." Tante Aini menepuk bahuku keras, membuatku meringis. "Nama kalian jarang sih, Earl Eder, jadi kederkan Tante."

Dengan canggung aku tertawa renyah sambil mengusap bahuku yang panas, "haha Iya."

"Ayo kita ke Earl dan Ana, Ana pasti mimisan ngeliat calon saudara tirinya." Kata Tante Aini sebenuhnya bercanda,

Aku mengekori Tante Aini dari belakang.

Senyumku mengembang saat melihat Earl sibuk mengancingi bajunya, ini pertama kali bagiku melihat adik semata wayangku menggunakan setelan resmi seperti sekarang. Dia keren juga,

"Tuhkan Eder, Tante bilang apa, Earl juga gak kalah cakepnya sama kamu."

Suara Tante Aini menghentikan pergerakkan dari Earl, Earl tersenyum canggung.

"Gue ngerasa aneh, I'm feel old." Sahut Earl menatapku.

Aku tersenyum, "Relax bro, Lo cocok pakai itu."

Earl tersenyum kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat terjeda tadi.

Aku terpisah sejak muda dengan Earl, tapi bukan berarti aku tidak deket dengannya, bukan berarti aku tidak menyayanginya, mungkin aku lebih menyayangi Earl dari pada Dad dan Mom.

Earl, aku berusaha begitu kuat, untuk menutupi luka yang masih membakas dalam diriku, untuk membuatnya merasa lebih baik, karena memang seperti itu sejak awal.

Sebuah air mata tidak ada artinya

Tidak bisa menggetarkan sebuah hati

Tidak bisa menjadi alasan untuk tetap tinggal

Terkubur dalam lubang kesendirian

Tersesat dalam kesepian yang begitu menyesakkan

Apa yang akan dilakukan saat tidak ada jalan untuk kembali

Tidak ada alasan untuk tetap bertahan

Buntu,

Tidak ada cahaya

Tidak ada titik terang

Hanya lubang besar yang gelap gulita

Menyelimuti hingga membuat sesak didada

Aku tersesat disana

Tidak tahu apa yang akan membawaku pulang

Tidak tahu apa yang bisa membuatku kembali

Tidak ada bimbingan

Aku sepenuhnya tersesat

Saat mencoba mencari titik terang

Dan salah jalan

Terjun semakin dalam

Semakin tidak ada uluran tangan

Aku sepenuhnya terbuang

By EVM.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status