Share

MSB 6 - MISUNDERSTANDING

EDER POV

Aku bisa melihat bagaimana bentuk pulau Bali sebelum pesawatku mendarat,

Ini kali pertama aku ke tempat ini. Dan perasaanku masih berantakan,

Ya, aku belum pernah ke Indonesia, bukan berarti aku tidak punya uang tapi Indonesia salah satu negara yang membuatku berfikir dua kali untuk berkunjung setelah Korea Utara.

Jangan bertanya kenapa, karena aku sudah cukup lelah mendikte alasannya.

Aku melepas Safe Balt saat Pramugari sudah memberi isyarat jika pesawat sudah mendarat dengan aman di Bandara Ngurah Rai, Bali.

Tersenyum Samar,

Akhirnya aku menginjakkan kaki dengan percaya diri disini.

Aku tidak akan mengelak, beberapa tahun yang lalu saat aku sudah bisa mengurus semuanya sendiri, aku sempat berfikir untuk datang kesini, tapi..

Aku menaikan bahuku, lupakan saja, sekarang aku disini.

Jangan membebani diri dengan pikiranmu sendiri, Ed.

Mataku menangkap Earl yang merapihkan dirinya sebelum bangkit dari kursi pesawat yang ia duduki sejak dua jam perjalanan.

Perang dingin, ini masih berlanjut. dan, entah sampai kapan akan berakhir.

"Kamu gak mau turun?"

Aku menoleh setelah mendengar suara seseorang dibelakangku,

Anastasia berdiri dibelakangku, dengan wajah bingung. "Postur kamu cukup untuk nutupin satu jalan." Lanjutnya melirik kebelakang dimana beberapa orang berdiri, antri karena ulahku.

"Maaf." Sahutku singkat, lalu berjalan menuju pintu pesawat.

"Kamu mabok udara?" Anastasia menyamakan langkahnya denganku, menyusuri lorong garbarata, pintu sambung antara pesawat dan ruang tunggu penumpang. "Kamu tahu maksudnya mabok-kan?"

Tanpa sadar aku tersenyum samar, entah apa yang membuat pertanyaan-nya terdengar lucu ditelingaku. "Gue gapapa." jawabku.

"Bagus deh, masa bule aku kasih antimo." Dia menoleh dengan cengiran jahil, ekspresi baru yang aku lihat di wajah Anastasia, "Nanti perut kamu bermasalah."

Aku menyipitkan mataku sekilas, "Ini bukan termasuk perlakukan diskriminasikan?"

"Hah?" Anastasia melongo, "Bu.. Bukan begitu."

Aku menaikan alisku, niat jahil muncul begitu saja, mengerjainya sedikit pasti menyenangkan, "Terus namanya apa kalau bukan diskriminasi? Well, ini pertama kali gue kesini dan dapet perlakuan diskriminasi."

Dengan panik Anastasia menggerak-gerakkan tangannya, "Eh bukan begitu, aku cuma mastiin kamu gak sakit, aku kira perhatian adalah salah satu sikap yang harus dimiliki antar saudara, walaupun kamu dan aku itu saudara tiri-"

"Ok," selaku, Dia terlalu banyak mengatakan hal aneh dan mulai membuatku tidak nyaman.

Perhatian antar saudara?

Saudara tiri?

Oh, come on, aku bahkan masih dalam mode Freeze dengan saudara kandungku.

Kenapa aku perlu saudara tiri? Apa aku terlihat membutuhkan seorang saudara lagi?

Mendadak aku menjadi kesal,

"Gue baik, sehat dan masih bernafas. Saran gue, jangan terlalu banyak belajar dari buku atau film soal hubungan antar saudara, terkadang saudara itu hanya sekedar darah." Aku menepuk bahunya singkat, "Don't be fake, gue menghargai jika lo jadi diri sendiri."

"Tapi-"

Belum sempat bersuara, aku segera menggelengkan kepala, mengisyaratkan untuk diam. "Banyak kata tapi itu gak baik, gue tahu lo anak tunggal, Dan tetap lu akan jadi anak tunggal, gak usah terbebani dengan kata "Saudara Tiri", kita baru saling kenal, baru beberapa hari tinggal serumah, jadi gak perlu berlebihan, gue udah cukup tua untuk menjaga diri gue dan bisa memastikan kebutuhan biologis dan fisik gue terpenuhi."

Ana melongo, sepenuhnya diam.

Apa kata yang aku katakan terlalu tajam?

Apa yang aku katakan terlalu berlebihan?

Melihat reaksinya mungkin semua pertanyaan merujuk pada jawaban ya.

Ya, Eder, you are so fucking rude!

ā€”ā€”

ANASTASIA POV

Aku tidak bisa berkata apapun, mendengar serentetan kemarahan dari Eder hanya karena hal sesepele itu.

Disini aku hanya berusaha baik, tolong garis bawahi berusaha bersikap baik. Tapi entah apa yang terjadi, reaksinya sialan berlebihan.

Dari semua yang dia katakan aku bisa menangkap, dia mengira aku bersikap sok peduli dan Fake, alias aku tidak menunjukkan sikap asliku.

Sikap asliku?

Sikap asliku yang mana yang Mr. sok tau itu pertanyakan?

Ya tuhan, dia buat aku bingung bagaimana aku harus beraksi, ini kali pertamanya aku punya saudara, dan aku benar-benar sedang berusaha untuk dekat dengannya dan Earl.

Tapi..

Aku menghela nafas, aku ingin sekali memukul kepalanya.

Dengan dengusan tak percaya aku melangkahkan kakiku menjauhi orang sok bijak yang berkata semaunya.

Eder Sialan!

Dia sendiri yang bilang dia baru mengenalku, tinggal serumahpun baru beberapa hari, lalu siapa dia yang mengatakan semua hal itu.

Berkata semaunya! Apa katanya tadi? Aku fake?!

Anak tunggal!

Dan, aku benci dibilang Anak Tunggal.

Siapa yang tidak mau memiliki saudara kandung, sayangnya aku tidak seberuntung itu!

Aku benar-benar ingin sekali meneriaki wajahnya, tapi aku terlalu marah hingga tidak tahu harus berkata apa sebagai kata pembuka.

Aku bahkan tidak peduli Jika dia sudah memenuhi segala kebutuhan biologis ataupun fisiknya.

Tidak ada yang pernah mengatakan hal seperti itu kepadaku.

Dan dia, orang pertama yang ingin sekali aku cekoki sambal agar tidak asal bicara.

Saat melihat Daddy duduk di salah satu sofa ruang tunggu VIP, aku langsung menghampirinya dengan wajah merengut.

"Wow, Ana, ada apa?" Tanya Daddy, dia pasti bisa melihat wajah anak sematawayangnya ini merah padam karena marah.

"Aku.." perkataanku tersendat saat melihat Tante Yuli dengan wajah sama khawatirnya dengan Daddy menatapku, dia juga menunggu jawabanku. "Aku, aku mau langsung jalan-jalan dulu."

Bagaimana bisa aku mengatakan terus terang bahwa anak Tante Yuli baru saja marah-marah padaku karena hal sepele, dan si Eder itu jelas-jelas tidak mau bersaudara tiri denganku.

Aku tahu bagaimana Daddy, maka dari itu aku tidak mau semuanya menjadi berantakan dan tegang nanti.

"Ya ampun Ana, Daddy, kira kamu kenapa." Daddy meraih tanganku, "Kita hanya perlu menunggu sopir, kamukan bisa pergi setelah sampai di Vila."

"Daddy pergi dulu aja, aku cuma mau titip koper, sudah lama gak ke Bali, aku mau jalan-jalan aja kok." Sahutku, bersikeras, aku tidak mau bertemu dengan Eder menyebalkan itu dulu.

"Hei Eder." Sapa Tante Yuli, yang ditanggapi Eder dengan acuh tak acuh.

Lihat si Mr sok tau itu, disapa Mama-nya aja malah merengut begitu.

Berumur panjang,

Baru aku memikirkan namanya dia sudah muncul, aku bisa melihat senyum canggung dari wajahnya saat disapa Tante Yuli.

"Ok Daddy? aku bisa pergi dan pulang sendiri kok." Kataku lagi, ingin pergi dari sini secepat mungkin.

"Not now sweety, Keponakkan kamu sudah pada di Vila, masa Kita sampai kamunya gak ada, Nanti Alcila nanyain kamu loh."

Aku menghela nafas, tidak ada pilihan lain selain berkompromi dengan keadaan. "Iya iya." sahutku malas,

Aku kembali melirik Eder yang sekarang duduk santai disofa sebelah kanan, berbeda 2 sofa dari sofa yang diduduki Tante Yuli.

Eder sibuk memainkan iPhonenya tanpa rasa bersalah, dia bahkan bisa mengacuhkanku setelah membuat mood-ku hancur lebur.

Menyebalkan!

ā€”ā€”

EDER POV

Benar, apa yang aku bilang beberapa waktu lalu.

Anatashia seperti maskot dalam keluarga Nugroho, terlihat dari bagaimana semua anggota keluarga berbaur padanya saat dia datang.

Dari yang kecil, remaja hingga dewasa tidak ada satupun yang tidak memanggil namanya.

Ana sayang, kemarilah tante bawain kue lapis kesukaan kamu,

Auntie Ana, ayo kita buat milkshake,

Ana, join main bola voli yuk.

dan semua basa-basi lainnya,

Entah karena mereka benar-benar menyayangi Anastasia atau hanya mencari keuntungan darinya. ya, tidak heran kalaupun mereka mencari keuntungan Anastasia merupakan sasaran yang tepat.

Aku berpaling dari memperhatikannya, lelah sendiri melihat Anastasia yang mondar-mandir sibuk dengan sanak saudaranya.

Mataku menyisiri sepanjang pantai yang membantang luas dihadapanku. Mulai menikmati kedamaian yang tiba-tiba menerpa wajahku.

Sepertinya aku perlu membeli properti disekitaran sini,

Rumah dipesisir pantai, itu hal yang bagus.

Tidak perlu besar, hanya rumah minimalis yang cukup untuk diriku sendiri.

Seketika lamunanku buyar saat merasa jemariku ditarik seseorang, mataku bertemu mata bulat dengan iris hitam legam. Anak kecil kira-kira berumur 5 tahun mengenggam tanganku, dengan tatapan polos seperti meminta sesuatu.

Mencari perhatian.

Aku tersenyum, siapapun anak ini memiliki dia memiliki wajah menggemaskan yang memikat, "Can I help you?" Tanyaku sambil membungkuk kearahnya.

Dia masih diam memegang tanganku, menariknya sekali lagi.

Aku berjongkok dihadapannya, memposisikan diriku sejajar dengannya, meraih jemari kecilnya. "Can I help you?" Tanyaku sekali lagi.

"Uncle sedang apa? Auntie Ana bilang, gak boleh bengong nanti kemasukan hantu." sahutnya dengan polos,

Jawabannya membuatku tertewa renyah, menoleh ke kanan ke kiri mencari yang punya nama, tetapi tidak ada.

Ana-ana, berapa umurnya.

Konyol sekali dia, menceritakan hal aneh pada anak kecil.

Aku kembali menatap ke anak kecil yang masih memperhatikan gerak-gerikku. "Nama kamu siapa?"

"Cila, Alcila Putri Haryono." jawabnya dengan antusias,

"Aku Eder, Eder Von Mirrendeff." aku tersenyum samar, "Panggil aja Uncle Ed."

Jemari kami terkait, tangannya hanya seperampat telapak tanganku. Mungil,

Alcila tersenyum, menghusap wajahku lembut.

"Cila." Panggilan yang berhasil membuat Alcila terkejut hingga tangannya jatuh disebelah tubuhnya.

Anastasia, dengan wajah merah padam berjalan dengan langkah lebar menuju Alcila, dan langsung menggendongnya, seakan aku Duri yang bisa melukai gadis kecil itu.

Apa-apaan tingkah berlebihan itu?

"Kamu gak boleh dekat-dekat sama orang Asing, nanti diculik." Katanya menatap Alcila serius.

Aku bangkit dari posisiku, berdiri lebih tinggi dihadapan Anastasia dengan pandangan protes.

"Dia teman Cila, Auntie. Uncle Ed." jawaban Cila membuatku tersenyum samar,

"Bukan!" Anastasia menatap Alcila serius, "Kamu gak boleh kenal sembarangan sama orang, gimana kalau dia jahat? Culik Cila, terus Cila gak bisa ketemu Mami Papi dan Auntie lagi."

Aku mendengus tak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar, "Gak baik nakut-nakutin anak kaya gitu. Lo-" kataku berhenti saat melihat Alcila memperhatikan aku dan Anastasia bergantian, "Kamu gak boleh sedikit-sedikit nakut-nakutin anak kecil yang aneh-aneh."

"Yang kesurupanlah, yang diculiklah, konyol banget." Tambahku.

Anastasia menatapku tajam, "Saya gak cukup kenal sama anda ya, jadi wajar jika saya bersikap waspada."

Aku mendengus tidak percaya, dia memang marah dan masih tersinggung dengan apa yang aku katakan di bandara tadi.

Merasa tidak perlu menanggapi, aku meraih pipi Alcila yang tampak kebingungan, menghusap pipinya lembut.

Alcila, gadis kecil yang lucu.

"Nice to meet you Cila, Uncle Ed masuk dulu ya." Kataku, melambaikan tangan pada Alcila sebelum pergi.

"Dadah Uncle Ed." Balas Alcila, sedangkan Anastasia menatapku tajam karena mengabaikan coletehannya.

Tidak ada gunanya saat menjelaskan kesalahpahaman pada orang yang terlanjur marah dan keras kepala, hanya membuang-buang waktu.

Mereka hanya mau mendengar apa yang ingin mereka dengar.

ā€”ā€”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status