Share

MSDiaM - 08

Author POV

"Sugar Baby?" Tanya Dante mengangkat alisnya tidak mengerti.

"Iya! Sugar Baby? Seorang wanita muda di luar sana yang siap melayanimu setiap kau butuh, tanpa harus berbagi dengan pria lain. Kau hanya perlu membiayai kehidupannya dan dia akan memberikanmu perasaan manis itu! Tanpa adanya rasa cinta dan hanya kontrak saja. Dia akan jadi milikmu seorang! Itu kan yang kau mau?" Jelas Bobby sembari meneguk minuman kerasnya.

Dante terdiam kembali. Kepalanya makin pusing mendengar penjelasan sahabatnya. Dia hanya mengangkat bahunya tanda tidak yakin karena dirinya sendiripun masih bimbang dengan keputusannya untuk mengkhianati pernikahannya yang sudah dia pertahankan selama 23 Tahun ini. Tapi jauh di lubuk hatinya, monster ini merasakan kesepian yang sangat mencekik. Tidak pernah sekalipun dia membagi penderitaannya kepada orang lain. Hanya Bobby yang paham dengan apa yang di butuhkan sahabatnya ini.

"Ya sudah, aku pulang! Terserah kau mau mendengar saranku atau tidak. Jika tertarik dengan sugar baby ini kabari aku segera." Ucap Bobby seraya berdiri.

Dantepun ikut berdiri berniat mengantar kepulangan sahabat karib satu satunya ini. Sepanjang perjalanan mereka masih terlibat perbincangan santai.

"You did it! Yahoo!" Teriak Nico bertepuk tangan dari arah ruang makan.

Dante dan Bobby berhenti dan mengalihkan pandangan ke arah sumber suara. Saling bertatapan bingung lalu berjalan mendekatinya.

"Ly-Lylia?!" Kaget Bobby.

"Paman Bob??" Jawab Lylia terkaget melihat rekanan sang Ayah berada di samping sang monster.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Bobby berjalan mendekati Lylia lalu memeluk gadis tersebut.

"A-anu, Paman." Jawabnya ragu.

Nico segera menarik Bobby agar segera mengakhiri drama berpelukan antara teman Daddy-nya dan adik barunya ini.

"Come on.. Uncle!" Ucapnya tidak suka.

Bobby hanya tersenyum ke arah Nico lalu melepaskan pelukannya pada Lylia.

"Jawab Paman, Lyli! Kenapa kau bisa berada di rumah lelaki tua ini, berseragam seperti ini dan dimana Ayah atau Kakakmu?" Tanyanya penasaran.

Lylia terdiam mengeluarkan ekspresi yang aneh itu kembali. Dante membulatkan matanya. Ekspresi yang sama saat gadis itu tau dirinya telah di tinggalkan oleh keluarganya. Ah-

"Sudah. Sudah. Tenang ada Paman Bob di sini." Ucap Bobby seraya kembali memeluk Lylia dan menyembunyikan wajah Lylia dalam dadanya lalu memandang bingung Dante.

Dante mengangkat kedua alisnya.

Nico kesal melihat sikap berlebihan sang Uncle.

 

Author POV END

.

.

.

Nicholas POV

Aku melihat Lylia memasuki ruangan dengan beberapa orang yang berasal dari dapur membawa masing masing piring yang berisi berbagai macam camilan yang berbeda. Lylia dengan teliti menghitung satu persatu camilan rersebut. Sangat rapi menurutku. Gadis ini, gadis yang tidak beruntung ini, sangat menarik perhatianku. Caranya berbicara saat bersamaku atau sikapnya yang lembut dan kadang lucu itu benar benar menarik perhatianku. Dia sangat berbeda dari Mommy. Sepertinya aku bisa bercerita apa saja saat sedang bersamanya. Adik. Aku menemukan sosok Adik di setiap ekspresi yang tanpa dia sadari sering ia keluarkan saat bersamaku. Aku ingin lebih lama berdua dengannya. Berbicara dengan santai bahkan bercanda gurau.

"Lu sangat-sangat bisa di andalkan, Ly." Pujiku.

Lylia hanya tersenyum ketika melihatku. Ahh- Senyuman itu. Sangat menggemaskan!

"Dalam waktu singkat lu nyelesein ini semua?" Tanyaku terkagum.

Lylia mengangguk.

"You did it! Yahoo!" Aku bertepuk tangan dengan riang gembira.

Lylia yang sudah selesai menghitung jumlah dessertnya ikut tertawa melihatku.

"Ku harap rasanya sesuai dengan selera Mommymu ya Kak." Ucapnya seraya tersenyum.

AKU GEMAS!!!

Ku usap pucuk rambutnya sambil tersenyum.

"Ly.. Lylia?!" Ucap uncle Bobby dari belakang ku.

"Paman Bob?" Jawab Lylia kaget.

Wait... mereka saling kenal? Bagaimana?

Uncle Bobby berlalu melewatiku lalu memeluk Lylia.

Tunggu.

MEMELUK?

Siapa?

LYLIA?

Uncle Bob memeluk Lylia?

But.. WHY???

"Come on! Uncle." Ucapku seraya menarik uncle Bob menjauh dari Lylia.

Aku tidak suka melihatnya! Aku yang lebih dulu akrab dengan Lylia di sini, jadi jangan sembarangan menyentuhnya di depanku.

"Jawab Paman, Lyli! Kenapa kau bisa berada di rumah lelaki tua ini, berseragam seperti ini dan dimana Ayah atau Kakakmu?!" Tanya Uncle Bob.

Aku bisa melihat ekspresi Lylia dengan sangat jelas. Ekspresi yang akupun tidak tau apa artinya itu, tapi melihatnya mengeluarkan ekspresi itu membuat ku tidak suka dengan ketidak-pekaan Uncle Bob. Lylia tidak bisa menjawabnya. Uncle Bob kemudian menenangkan Lylia dengan memeluknya. Aku tidak suka! Tapi kubiarkan saja karena sepertinya Lylia membutuhkannya.

Tak lama Dad memberi kode agar Uncle Bobby meninggalkan kami berdua dan mengikutinya. Aku memandang Lylia. Ingin kupeluk seperti yang di lakukan Uncle Bobby tadi tapi kuurungkan niatanku. Karena nampaknya dia mulai membangkitkan moodnya dan menepuk nepuk pipinya agar tersadar dari kesedihannya. Aku tersenyum simpul melihat kelakuannya lalu mengusap kembali pucuk kepalanya. Dia terseyum melihatku.

Waktu benar benar berjalan sangat cepat saat kami berdua berbincang. Mommy datang lengkap dengan pakaian branded, aksesoris dan make up khasnya. Aku yakin dia mau keluar untuk berkumpul dengan teman arisannya lagi

"Silahkan, Nyonya." Tunduk Lylia segera memberikan salam.

Mommy melihat dengan seksama tampilan dessert Lylia, lalu mulai mengambil piring dan sendok. Mencermati, mencium dan mencicipi satu persatu sampel dessert yang tersedia tanpa ekspresi. Lylia yang tampak gugup berdiri dengan tegak memberhatian gerak gerik mommy dengan saksama. Aku tersenyum, membayangkan sedang melihat ujian praktek Lylia secara langsung.

Setelah camilan terakhir, Mommy meminum air putih untuk menjernihkan lidahnya dari berbagai rasa yang masih melekat.

"Well, not bad." Ucapnya kemudian.

"Aku suka yang ini, yang ini dan yang itu." Ucapnya sambil menunjuk nunjuk camilan yang menarik perhatiannya.

"Tapi aku mau yang ini dan yang itu juga ada di pesta ulang tahun suamiku. Bisa?"

"Hah?" Balas kami kompak.

"Kenapa? Tak suka?" Tanya Mommy.

"Ti-tidak Nyonya, terima kasih atas pujiannya." Ucap Lylia.

"Buatkan masing masing 200 biji. Aku mau bentuk dan rasanya sama tanpa cacat sedikitpun. Kalau kau gagal, keluar dari istanaku." Ucap Mommy seraya meninggalkan kami berdua.

1000 camilan yang harus di buat Lylia? Tentu saja aku khawatir. Kulirik ekspresi menggemaskan yang Lylia keluarkan, ada sedikit rasa cemas dibalik senyuman dan mata yang berbinar itu.

"Lu pasti bisa, Ly." Ucapku menyemangatinya.

"Harus Kak!" Balasnya bersemangat.

  

Nicholas POV END

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status