Share

MSDiaM - 09

Author POV

"Kau gila Dante!" Pekik Bobby setelah mendengar penjelasan dari Dante.

"Mana aku tau kalau kau berteman akrab dengan Dexter, Bob." Balas santai Dante.

"Aku mengenal anak itu sejak dia masih SMP, dan sekarang sebentar lagi dia lulus kuliah. Memang benar sesekali aku memanjakan anak manis itu. Tapi aku bahkan tidak tau kalau Dexter membawa lari uangmu." Ucap Bobby.

Dante hanya menghisap rokoknya, mereka berdiri tepat di depan pintu utama.

"Aku saja yang merawatnya bagaimana? Aku sudah memperhatikan pertumbuhannya sejak dulu jadi aku merasa dia seperti keponakanku sendiri. Kalau Dexter bisa membesarkannya seperti anak kandung sendiri, seharusnya aku juga bisa." Racau Bobby.

"Apa?!" Lirik Dante.

"Lylia, gadis itu bukan anak kandung Dexter. Dia bahkan tidak memiliki darah keluarga Prozky sama sekali. Tetapi Dexter dan Christine membesarkannya seperti anak kandung mereka sendiri." Jelas Bobby.

"Lalu, apa gadis itu tau?" Tanya Dante.

"Sepertinya tidak. Dexter mengunci rapat mulutnya soal asal muasal Lylia. Dia tidak mau membuat Lylia sedih. Mereka sangat menyayangi Lyli." Ucap Bobby.

Dante tersenyum meremehkan.

"Kalau mereka menyayangi gadis itu, seharusnya mereka juga ikut membawa lari anak itu. Bukan hanya membawa anak kandung mereka saja, lalu meninggalkan anak pungut mereka." Dengus Dante.

"Jadi, boleh? Biar aku yang merawatnya." Pinta Bobby.

"Ditangan yang tepat anak itu bisa mekar seperti bunga lili." Racaunya.

"Ada apa denganmu? Mendadak puitis seperti itu." Tawa Dante.

"Baiklah, kalau kau memang menginginkannya kau boleh untuk me-"

"Tunggu sampai selesai ulang tahunmu sayang." Ucap Alicia dari belakang.

Bobby menengok ke arah sumber suara, sedangkan Dante tetap menghadap ke depan lalu menutup mulutnya.

"Aku memakai jasa anak itu untuk membuatkan camilan untuk para tamu nanti. Setelah acara ulang tahun nanti baru akan kunilai, apa perlu mempertahankannya atau tidak. Aku tidak peduli dia berasal dari keluarga mana, toh dia juga sudah dibuang oleh keluarganya. Kalau nanti aku tidak menyukai kinerjanya, silahkan kau pungut Bob. Kau jadikan jalang juga aku tidak peduli." Senyum Alicia ke Bobby.

Bobby membalas senyumannya.

"Baiklah kalau itu maumu, Nyonya Prime." Ucapnya.

"Aku pergi dulu ya sayang, jangan menungguku. Aku bersama teman teman." Pamitnya kemudian berjalan saat mobil pribadinya menghampiri.

Dante menghela nafas kasar, lagi-lagi perlakuan istrinya yang semena mena itu membuatnya muak!

"Sabar. Ingat? Sugar Baby?" Bob menepuk pundak sahabatnya.

Dante terdiam.

.

.

.

  

Menjelang siang, Dante sedang menghubungi seseorang dari pinggir jendela kamarnya yang pemandangannya mengarah langsung ke taman utama istana ini.

Tok.

Tok.

"Makan siangnya, Tuan." Ucap seseorang dari balik pintu.

Dante berjalan menuju ke pintu kamarnya masih dengan ponsel yang menempel di telinganya. Ia membuka pintu dan mempersilahkan Lylia untuk masuk mempersiapkan makanan di meja tamu yang berada di kamar Dante. Dante memperhatikan Lylia melangkah masuk dengan penuh hati-hati. Lylia menahan rasa takutnya. Masuk ke sarang monster membuatnya gugup luar biasa. Kamar dengan nuansa hitam dan emas ini semakin membuat kesan garang pria dewasa yang terus mengawasinya dari belakang.

Ceklek!

Suara pintu tertutup.

Tertutup!

Meninggalkan Lylia dan sang monster berdua di kamar! Tangan Lylia gemetar hebat. Membuat secangkir jus di tangannya bergemericik. Lylia tidak bisa mengatur nafasnya. Dia membayangkan dirinya akan segera di terkam oleh sang monster.

"Ly?" Dante menggenggam tangan Lylia dengan satu tangannya.

"Sebentar, aku akan menghubungimu lagi nanti." Ucapnya seraya mematikan ponsel.

Lylia tidak bergerak sama sekali karena takut.

"Kamu tidak apa?" Tanyanya masih menggenggam tangan Lylia.

Lylia membuka mulutnya namun tidak ada suara yang keluar. Dante melihat bibir basah Lylia yang tengah terbuka itu. Tanpa lipstick berwarna, bibir merah ranum alami itu terlihat menggoda baginya. Ingin rasanya Dante segera menggigit dan menyesapi dan mencari tau rasanya, apakah manis?

Dante merutuki pikirannya sendiri. Lalu kembali melihat netra coklat milik Lylia yang terpaku menatapnya. Di ambilnya segelas jus dari tangan Lylia, lalu di tuntunnya Lylia untuk duduk di sofa kamarnya.

"Nafas." Perintahnya sambil memberikan contoh Lylia untuk menarik dan menghembuskan nafas.

Pundak Lylia kini terlihat sedikit lebih santai dan ia mulai mencontohi gerakan Dante.

"Calm down. It's okay." Tenangnya.

Lylia yang mulai bisa mengambil kendali atas tubuhnya sendiri kemudian segera berdiri dan menunduk.

"Ma-maafkan aku, Tuan." Ucapnya meminta maaf.

"Kamu punya panic attack, Ly?" Tanya Dante.

"A-aku tidak tau, Tu-Tuan." Jawab Lylia ragu.

"Jelas jelas yang barusan itu panic attack. Kamu harus lebih mengetahui kondisi tubuhmu sendiri, Ly." Balas Dante.

Kini Dante paham mengapa gadis seumuran Lylia belum pernah menyentuh minuman keras. Dante yakin Lylia juga belum pernah menginjakkan kaki di diskotik manapun, meskipun Lylia hidup di tengah kerasnya pergaulan ibu kota. Lylia tidak akan diperbolehkan untuk mencobanya. Karena Lylia memiliki gangguan panic attack yang tentu saja dapat mengganggu fungsi kerja jantungnya untuk memompa darah. Kalau sampai kambuh, bisa menyebabkan hal seperti tadi atau bahkan dalam kasus yang lebih parah adalah serangan jantung. Minuman keras atau bahkan tempat berisik seperti diskotik hanya akan mempercepat kumatnya.

"Terima kasih atas sarannya, Tuan. Permisi, ini makan siangnya." Lylia lalu kembali melanjutkan meletakkan berbagai macam makanan yang kini sudah tersusun rapi di meja tamu.

"Dimana Harley? Bukannya ini sudah tugasnya?" Tanya Dante.

"Maaf Tuan, beliau sedang sibuk menyusun dan mengawasi persiapan ulang tahun Tuan lusa nanti. Jadi sepertinya untuk dua hari kedepan, aku yang akan bertanggung jawab mengantarkan sarapan, makan siang dan makan malam Tuan dan Nyonya." Jelas Lylia.

Dante terdiam paham.

"Baik Tuan, semuanya sudah lengkap. Silahkan dinikmati. Saya permisi." Bungkuk Lylia pamit.

Dante memperhatikan Lylia yang berlalu membawa trolley makanan bersamanya. Lalu menatap makanan yang tersaji lengkap di hadapannya. Tidak adanya nafsu makan membuat Dante membakar rokoknya kemudian bersandar di sandaran sofa lalu menutup kedua matanya. Bayangan bibir basah Lylia yang sempat menggoda pikirannya itu kembali menghampiri. Dante yang terperanjak kaget segera membuka matanya.

'Hah?! Kenapa aku memikirkan anak itu? Apa benar kondisiku sekarang ini hanya membutuhkan pelampiasan, sampai-sampai baru melihat hal seperti itu saja sudah memancing pikiran kotorku? Tapi kenapa harus gadis itu?' Batinnya.

Dante beranjak dari sofa, berharap fokusnya kembali. Ia kembali berdiri di pinggir jendela kamarnya sambil memegang ponselnya.

"Lanjutkan laporanmu!" Perintahnya seraya mengibaskan tirai jendela kamarnya agar taman bunga mawarnya terlihat jelas.

Dante akhirnya terfokus mendengarkan setiap inti laporan yang di sampaikan bawahannya melalui telepon. Namun fokus Dante kembali teralihkan saat melihat sosok Lylia di bawah sana yang masih membawa trolley makanannya sedah berhenti sejenak untuk menikmati keindahan taman bunga mawar miliknya. Sesekali dia mencoba mencium bau mawar itu. Dante mengamati gerak gerik gadis itu dengan saksama. Tiba tiba bayangan Nico yang sedang jalan berjinjit di belakang Lylia menepuk punggung dan mengagetkan Lylia yang sedang tidak fokus! Lylia terperanjak kaget lalu mengusap-usap dadanya sambil mengatur nafasnya, persis seperti apa yang diajari Dante tadi. Dante tersenyum melihat anak itu baik baik saja. Lylia lalu membalas Nico dengan senyum manis dan Nico mengusap lembut pucuk kepala Lylia.

'Tunggu... Ada apa ini?'

  

  Author POV END

  ***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Remika Sirait
buka bab nya dong
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status