Author POV
"Kau gila Dante!" Pekik Bobby setelah mendengar penjelasan dari Dante.
"Mana aku tau kalau kau berteman akrab dengan Dexter, Bob." Balas santai Dante.
"Aku mengenal anak itu sejak dia masih SMP, dan sekarang sebentar lagi dia lulus kuliah. Memang benar sesekali aku memanjakan anak manis itu. Tapi aku bahkan tidak tau kalau Dexter membawa lari uangmu." Ucap Bobby.
Dante hanya menghisap rokoknya, mereka berdiri tepat di depan pintu utama.
"Aku saja yang merawatnya bagaimana? Aku sudah memperhatikan pertumbuhannya sejak dulu jadi aku merasa dia seperti keponakanku sendiri. Kalau Dexter bisa membesarkannya seperti anak kandung sendiri, seharusnya aku juga bisa." Racau Bobby.
"Apa?!" Lirik Dante.
"Lylia, gadis itu bukan anak kandung Dexter. Dia bahkan tidak memiliki darah keluarga Prozky sama sekali. Tetapi Dexter dan Christine membesarkannya seperti anak kandung mereka sendiri." Jelas Bobby.
"Lalu, apa gadis itu tau?" Tanya Dante.
"Sepertinya tidak. Dexter mengunci rapat mulutnya soal asal muasal Lylia. Dia tidak mau membuat Lylia sedih. Mereka sangat menyayangi Lyli." Ucap Bobby.
Dante tersenyum meremehkan.
"Kalau mereka menyayangi gadis itu, seharusnya mereka juga ikut membawa lari anak itu. Bukan hanya membawa anak kandung mereka saja, lalu meninggalkan anak pungut mereka." Dengus Dante.
"Jadi, boleh? Biar aku yang merawatnya." Pinta Bobby.
"Ditangan yang tepat anak itu bisa mekar seperti bunga lili." Racaunya.
"Ada apa denganmu? Mendadak puitis seperti itu." Tawa Dante.
"Baiklah, kalau kau memang menginginkannya kau boleh untuk me-"
"Tunggu sampai selesai ulang tahunmu sayang." Ucap Alicia dari belakang.
Bobby menengok ke arah sumber suara, sedangkan Dante tetap menghadap ke depan lalu menutup mulutnya.
"Aku memakai jasa anak itu untuk membuatkan camilan untuk para tamu nanti. Setelah acara ulang tahun nanti baru akan kunilai, apa perlu mempertahankannya atau tidak. Aku tidak peduli dia berasal dari keluarga mana, toh dia juga sudah dibuang oleh keluarganya. Kalau nanti aku tidak menyukai kinerjanya, silahkan kau pungut Bob. Kau jadikan jalang juga aku tidak peduli." Senyum Alicia ke Bobby.
Bobby membalas senyumannya.
"Baiklah kalau itu maumu, Nyonya Prime." Ucapnya.
"Aku pergi dulu ya sayang, jangan menungguku. Aku bersama teman teman." Pamitnya kemudian berjalan saat mobil pribadinya menghampiri.
Dante menghela nafas kasar, lagi-lagi perlakuan istrinya yang semena mena itu membuatnya muak!
"Sabar. Ingat? Sugar Baby?" Bob menepuk pundak sahabatnya.
Dante terdiam.
.
.
.
Menjelang siang, Dante sedang menghubungi seseorang dari pinggir jendela kamarnya yang pemandangannya mengarah langsung ke taman utama istana ini.
Tok.
Tok.
"Makan siangnya, Tuan." Ucap seseorang dari balik pintu.
Dante berjalan menuju ke pintu kamarnya masih dengan ponsel yang menempel di telinganya. Ia membuka pintu dan mempersilahkan Lylia untuk masuk mempersiapkan makanan di meja tamu yang berada di kamar Dante. Dante memperhatikan Lylia melangkah masuk dengan penuh hati-hati. Lylia menahan rasa takutnya. Masuk ke sarang monster membuatnya gugup luar biasa. Kamar dengan nuansa hitam dan emas ini semakin membuat kesan garang pria dewasa yang terus mengawasinya dari belakang.
Ceklek!
Suara pintu tertutup.
Tertutup!
Meninggalkan Lylia dan sang monster berdua di kamar! Tangan Lylia gemetar hebat. Membuat secangkir jus di tangannya bergemericik. Lylia tidak bisa mengatur nafasnya. Dia membayangkan dirinya akan segera di terkam oleh sang monster.
"Ly?" Dante menggenggam tangan Lylia dengan satu tangannya.
"Sebentar, aku akan menghubungimu lagi nanti." Ucapnya seraya mematikan ponsel.
Lylia tidak bergerak sama sekali karena takut.
"Kamu tidak apa?" Tanyanya masih menggenggam tangan Lylia.
Lylia membuka mulutnya namun tidak ada suara yang keluar. Dante melihat bibir basah Lylia yang tengah terbuka itu. Tanpa lipstick berwarna, bibir merah ranum alami itu terlihat menggoda baginya. Ingin rasanya Dante segera menggigit dan menyesapi dan mencari tau rasanya, apakah manis?
Dante merutuki pikirannya sendiri. Lalu kembali melihat netra coklat milik Lylia yang terpaku menatapnya. Di ambilnya segelas jus dari tangan Lylia, lalu di tuntunnya Lylia untuk duduk di sofa kamarnya.
"Nafas." Perintahnya sambil memberikan contoh Lylia untuk menarik dan menghembuskan nafas.
Pundak Lylia kini terlihat sedikit lebih santai dan ia mulai mencontohi gerakan Dante.
"Calm down. It's okay." Tenangnya.
Lylia yang mulai bisa mengambil kendali atas tubuhnya sendiri kemudian segera berdiri dan menunduk.
"Ma-maafkan aku, Tuan." Ucapnya meminta maaf.
"Kamu punya panic attack, Ly?" Tanya Dante.
"A-aku tidak tau, Tu-Tuan." Jawab Lylia ragu.
"Jelas jelas yang barusan itu panic attack. Kamu harus lebih mengetahui kondisi tubuhmu sendiri, Ly." Balas Dante.
Kini Dante paham mengapa gadis seumuran Lylia belum pernah menyentuh minuman keras. Dante yakin Lylia juga belum pernah menginjakkan kaki di diskotik manapun, meskipun Lylia hidup di tengah kerasnya pergaulan ibu kota. Lylia tidak akan diperbolehkan untuk mencobanya. Karena Lylia memiliki gangguan panic attack yang tentu saja dapat mengganggu fungsi kerja jantungnya untuk memompa darah. Kalau sampai kambuh, bisa menyebabkan hal seperti tadi atau bahkan dalam kasus yang lebih parah adalah serangan jantung. Minuman keras atau bahkan tempat berisik seperti diskotik hanya akan mempercepat kumatnya.
"Terima kasih atas sarannya, Tuan. Permisi, ini makan siangnya." Lylia lalu kembali melanjutkan meletakkan berbagai macam makanan yang kini sudah tersusun rapi di meja tamu.
"Dimana Harley? Bukannya ini sudah tugasnya?" Tanya Dante.
"Maaf Tuan, beliau sedang sibuk menyusun dan mengawasi persiapan ulang tahun Tuan lusa nanti. Jadi sepertinya untuk dua hari kedepan, aku yang akan bertanggung jawab mengantarkan sarapan, makan siang dan makan malam Tuan dan Nyonya." Jelas Lylia.
Dante terdiam paham.
"Baik Tuan, semuanya sudah lengkap. Silahkan dinikmati. Saya permisi." Bungkuk Lylia pamit.
Dante memperhatikan Lylia yang berlalu membawa trolley makanan bersamanya. Lalu menatap makanan yang tersaji lengkap di hadapannya. Tidak adanya nafsu makan membuat Dante membakar rokoknya kemudian bersandar di sandaran sofa lalu menutup kedua matanya. Bayangan bibir basah Lylia yang sempat menggoda pikirannya itu kembali menghampiri. Dante yang terperanjak kaget segera membuka matanya.
'Hah?! Kenapa aku memikirkan anak itu? Apa benar kondisiku sekarang ini hanya membutuhkan pelampiasan, sampai-sampai baru melihat hal seperti itu saja sudah memancing pikiran kotorku? Tapi kenapa harus gadis itu?' Batinnya.
Dante beranjak dari sofa, berharap fokusnya kembali. Ia kembali berdiri di pinggir jendela kamarnya sambil memegang ponselnya.
"Lanjutkan laporanmu!" Perintahnya seraya mengibaskan tirai jendela kamarnya agar taman bunga mawarnya terlihat jelas.
Dante akhirnya terfokus mendengarkan setiap inti laporan yang di sampaikan bawahannya melalui telepon. Namun fokus Dante kembali teralihkan saat melihat sosok Lylia di bawah sana yang masih membawa trolley makanannya sedah berhenti sejenak untuk menikmati keindahan taman bunga mawar miliknya. Sesekali dia mencoba mencium bau mawar itu. Dante mengamati gerak gerik gadis itu dengan saksama. Tiba tiba bayangan Nico yang sedang jalan berjinjit di belakang Lylia menepuk punggung dan mengagetkan Lylia yang sedang tidak fokus! Lylia terperanjak kaget lalu mengusap-usap dadanya sambil mengatur nafasnya, persis seperti apa yang diajari Dante tadi. Dante tersenyum melihat anak itu baik baik saja. Lylia lalu membalas Nico dengan senyum manis dan Nico mengusap lembut pucuk kepala Lylia.
'Tunggu... Ada apa ini?'
Author POV END
***⚠️be wise⚠️ ⚠️the scenes going to be 18+⚠️ Dante POV "Aku mau melihat salah satu kakinya ada di meja kerjaku besok!" Perintahku sembari mematikan telepon. Rasanya geram sekali mendengar salah satu rekan kerjaku berusaha untuk berkhianat. Sama seperti Dexter, Ayah dari gadis yang kupekerjakan di rumah ini. Ingin sekali aku memotong salah satu jari tangannya untuk memperingatkannya agar tidak bermain main dengan kepercayaanku. "Carikan aku info mengenai pengkhianat itu,Victor. Siapa saja keluarganya dan partner bisnisnya yang lain. Pergi!" Titahku. "Baik, Tuan." Victor pergi meninggalkanku sendirian di ruang kerja. Aku kehilangan fokus kerja. Ku bakar sebatang rokok dan mulai memejamkan mata. Rasanya lelah sekali. Tok. Tok. "Hai Dad, aku mau pergi clubbing
Lylia POV'Apa yang barusan itu?' Aku terduduk setelah nafasku kembali normal."Aku baru saja di serang oleh monster!" Jeritku pelan.Aku menyentuh bibirku yang basah.'Seumur umur aku hanya menonton adegan itu di film dan barusan aku merasakannya bersama si monster!' Batinku.Aku menjambak rambutku.'Apa aku akan di bunuh kalau menentangnya? Monster itu kan tidak suka di tentang!' Panikku.'Apa yang harus aku lakukan? Aku harap dia tidak melakukannya lagi! Aku tidak mau di bunuh.' Aku lemas seketika.Aku yang bergidik ngeri tidak ingin terlalu larut dalam ketakutanku, segera kubersihkan kekacauan yang berserakan di lantai marmer akibat ulahku sendiri. Dan berlari kembali ke dapur."Disitu kamu rupanya, Lylia!" Teriak Harley saat melihatku."Ada apa Tuan Harley? Aku baru saja membuat kopi untuk Tuan Dante." Jawabku."Maaf aku terlalu sibuk
Author POV Dante menepuk-nepuk kedua pipi Lylia saat gadis ini mulai kehilangan kesadarannya. Tidak ada respon. Tubuh gadis ini lunglai tidak berdaya. Yang tersisa hanya Dante dan kebingungannya sendiri mendapati dirinya tengah menindih tubuh seorang gadis. 'Apa dia pingsan karena panic attacknya kumat?' Batinnya. Suara deru nafas yang teratur kemudian terdengar dari gadis itu. Lylia tertidur! Wajar saja, semalam suntuk ia mengerjakan pekerjaannya tanpa istirahat seharian. Dia masih belum terbiasa begadang saat jam kerja. 'Hah? Tidur?' Heran Dante. 'Bisa bisanya dia tertidur dalam situasi seperti ini? Apa kasurku begitu nyaman? Atau jangan-jangan dia mencoba memancingku lagi?' Batinnya lalu bergerak mengangkat tubuh Lylia ke posisi yang lebih nyaman di atas kasurnya. Dante bisa mencium dengan jelas wangi shampo dan sabun murah yang Lylia gunakan.
Lylia POVKubuka mataku dengan jantung yang berdegup tidak beraturan. Sepertinya aku tertidur lelap sekali. Tunggu. Ini bukan kamarku."Hah?!" Pekikku seraya terduduk.Aku sangat sadar ini kamar si monster pemilik rumah. Ku dapati bayangannya sedang terduduk di sofa sambil menggenggam sebatang rokok. Ia nampak memijat tulang hidungnya dengan ekspresi yang sedang kesal.'Mati aku!' Tangisku dalam hati."Ma-maafkan aku, Tuan." Ucapku segera mengeluarkan kakiku dari selimut.Tunggu, mana sepatuku? Dan kenapa kancing kerahku terbuka? Apa monster ini membiarkan ku tertidur? Ku dapati sepatuku di bawah kaki kasur. Sang monster tidak mengeluarkan sepatah katapun dari tadi. Ku perbaiki kerah bajuku setelah memakai sepatuku dan berjalan mendekati trolley makanan yang ada di dekatnya."Kemari." Nada baritonnya menghentikan langkahku.Kuturuti perintahnya untuk duduk sesuai dengan ar
Nicholas POV Gadis bergaun putih dengan sepatu berwarna khaki itu tersenyum menyeka poninya ke belakang telinga lalu berpose manis di depanku. Aku tidak berkedip, hanya berpakaian bahkan berdandan sederhana seperti ini saja membuatnya terlihat seperti gadis dewasa pada umumnya. 'kapan dia jadi secantik ini?' Batinku. "Makasih, Kak. Aku suka. Yang ini saja ya." Ucapnya tersenyum. Aku ikut tersenyum lalu berjalan mengarah ke pramuniaga di belakangnya. "Cariin gue pakaian yang lebih modis lagi. Lebih cantik, lengkap dengan aksesoris sepatu dan tasnya. Jangan lupa harus serasi!" Titahku berbisik. Pramuniaga itu menunduk paham lalu meninggalkan kami berdua di ruangan tersebut. "Apa yang kakak bicarakan sama mbaknya tadi?" Tanyanya masih berdiri di tempat yang sama. "Hm? Nothing." Ucapku terduduk lalu menepuk nepuk sofa di sebelahku. Lylia mengikutiku.
Lylia POVMatahari pagi mulai kembali menyapa ketika aku berjalan menuju ke kamar Nyonya rumah mewah ini, Alicia Prime. Seperti biasa ku ketuk pintu kamarnya lalu masuk begitu dipersilahkan."Bagaimana persiapan dessertmu hari ini?" Tanyanya."Sempurna, Nyonya. Semua sudah siap." Jawabku percaya diri."Awas saja kalau kau mengacaukannya." Desisnya."Baik Nyonya, makanan sudah siap. Silahkan di nikmati." Pamitku setelah selesai menyajikan sarapan di meja kamarnya.Kupercepat langkahku untuk segera keluar dari kamar singa betina ini lalu menuju kamar Nicholas."Permisi Tuan, aku membawakan sarapan." Ucapku setelah mengetuk pintu kamarnya."Masuk lah, Ly." Jawabnya.Aku melangkah masuk setelah membuka pintu kamar dan mendapatinya masih bertelanjang dada di atas kasurnya yang tampak berantakan. Dia merentangkan kedua lengannya. Aku yang bingung lalu memilih untuk mengacuhkannya dan melanjutkan peker
Dante POV"Tuan, tampaknya Nyonya Alica sedang menghukum gadis itu di gedung ketiga." Bisik Kai di telingaku."Permisi Pak, saya ingin mengurus sesuatu dulu. Terima kasih atas kunjungannya, silahkan nikmati acaranya." Ucapku pada salah satu petinggi negeri ini seraya pamit meninggalkan mereka."Cari tau kenapa wanita gila itu berani menyentuhnya!" Titahku pada Kai."Baik, Tuan" Patuh Kai.Kupercepat langkahku menuju gedung ke tiga. Begitu Kai membuka pintu kudapati Nicholas tengah melompat ke dalam kolam renang. Aku berjalan masuk mendekati kolam. Kai segera menutup pintu begitu aku masuk sepenuhnya. Alicia tampak berdiri di sekitar kolam renang menatapku dengan penuh rasa kesal. Nicholas yang muncul ke permukaan dengan Lylia yang tanpa busana di lengannya mulai berenang mendekatiku. Aku berjongkok di pinggir kolam, ku buka jasku lalu kubungkus tubuh polos Lylia begitu Nico menyerahkannya padaku. Ia pingsan dengan wajah ya
Nicholas POVAku tengah duduk di samping ranjang menatap gadis malang yang belakangan ini selalu menarik perhatianku. Wajah manisnya kini lebam dan membengkak. Warna bibirnya juga ikut memucat. Apa karena aku mengajaknya jalan sampai Mom dengan teganya melukai gadis sepololos ini dan membuat Dad marah besar. Aku bahkan tidak bisa membela Mom saat Dad menamparnya untuk pertama kali, itu karena aku tau apa yang ingin Mom lakukan dengan gunting di tangannya.'Maafin gue, Ly... Lo pasti ketakutan'Batinku mengelus tangannya yang dingin.Kai dan salah satu pengawal Dad sedang berjaga di depan pintu kamar Lylia saat ini melarang siapapun kecuali perawat dan dokter untuk masuk ke ruangan ini. Aku hanya dipersilahkan untuk sekedar melihat sekilas dan mengucapkan selamat malam pada Lylia dan segera berjalan menuju ke kamarku. Saat sedang di lorong kulihat Dad yang sudah berpakaian rapi mulai meninggalkan kamarnya."Dad, ini