Sembari membawa dua koper di kanan-kirinya, Amilie dan Theo pun kemudian berjalan keluar dari rumah itu. Theo keluar dengan penuh kekecewaan terhadap Sanjaya yang bertindak tidak adil terhadap dirinya itu.Dalam hati, Stephen tertawa senang. Ia pun kemudian berjalan keliling rumah itu sembari memandangi langit-langit rumah yang kini telah menjadi miliknya."Aku tidak akan mau tinggal di rumah itu!"Theo memasukkan dua buah koper itu ke dalam bagasi dengan kesal sembari terus mengomel.BRAK!Dengan sekuat tenaga Theo menutup pintu bagasi itu begitu keras hingga menimbulkan suara yang mendenging di telinga Amilie. Suara itu membuat Amilie terhenyak seketika, tetapi ia berusaha memakluminya.Sanjaya melihat ke luar, ia menatap Theo yang memasuki mobil jok depan dengan Amilie. Reza berjalan menyusul majikannya, tetapi keegoisan Sanjaya menghentikan Reza."Kamu di sini saja bersama saya! Biarkan dia berdua dengan istrinya!""Maaf, Tuan. Tapi, saya biasanya bekerja untuk Pak Theo," sahu
Di jalan raya saat Theo tengah melempar gurauan pada Amilie. Terlihat dari kaca spion, ada sebuah mobil yang terus mengejar mobil miliknya. Mobil itu menyelinap diantara mobil yang lain dan terus mengikutinya ke manapun pergi.Theo mempercepat kemudi mobilnya, tetapi mobil itu terus berdekatan dengan mobilnya. Seolah tak mau tertinggal.Amilie yang juga melihat hal itu pun, membuatnya cemas. Ia terus menerus melihat ke belakang karena takut orang jahat mencegat mereka. "Bersiaplah untuk pegangan! Kita akan ngebut!" ujar Theo memberi aba-aba kepada Amilie.Sontak, Amilie pun memegang pegangan yang ada di atasnya. Ia berusaha mencengkeram kuat pegangan itu, karena seperti yang dikatakan oleh Theo. Ia mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh. Ini membuat Alissia ketakutan. Tetapi, ia pun tidak bisa berbuat banyak selain menurut dengan permintaan Theo.Hingga, Theo pun akhirnya sampai di salah satu apartemen milik Grup J. Ia segera keluar dari mobil itu. Namun ternyata, mobil yang tadi
14. Theo menyodorkan sebuah kartu kepada resepsionis tersebut."Saya mau tinggal disini. Tolong siapkan kamar VIP untuk kami!" pinta Theo.Resepsionis itu pun kemudian mengambil kartu tersebut.Amilie terus melihat ke arah pintu, ia takut jika Stephen menyusulnya sampai ke sana. Bibirnya kering dengan perasaan panik yang tak kunjung hilang."Mas, bagaimana kalau dia menemukan kita?" ucap Alissia panik dengan pandangan terus ke luar. Memperhatikan siapa saja orang yang keluar -- masuk apartemen tersebut."Tenang saja, dia tidak akan berani mengganggumu."Tak lama setelah menunggu, resepsionis itu mengembalikan kartu itu kepada Theo."Maaf, Pak. Kartu Anda sudah terblokir."Lalu, Theo mengambil kartu yang satunya lagi. Yang mana kemudian kartu itu ia berikan kepada resepsionis tersebut untuk diperiksa juga."Maaf, yang ini juga sudah diblokir."Theo menerima kartu terakhir yang dimilikinya tersebut."Papa! Ini pasti karena ulahnya!" umpat Theo di dalam hatinya.Kekesalan itu tampak sek
Amilie yang melihat Rosalina terus melihat ke arahnya membuatnya tidak bisa diam saja. Ia berjalan ke arah Rosalina dan meminta maaf."Ma, maaf kalau sikap Mas Theo membuat Mama jengkel. Tapi, mungkin dia juga sedang ada masalah dengan hidupnya," ucap Amilie meminta maaf.Meskipun begitu, Rosalina tidak peduli. Sebab, Theo merupakan saingannya Stephen -- anaknya sendiri."Tidak masalah, sudah biasa. Tenang saja, Mama dukung pernikahan kamu dengan Theo."Amilie yang mendapat dukungan itu malah merasa sedih, sebab pernikahan yang ia inginkan adalah dengan Stephen. "Terima kasih," sahut Amilie sembari tersenyum samar.'Berarti selama ini Mama mertua tidak setuju kalau aku menikah dengan Stephen' pikir Amilie dalam lamunannya."Kamu lebih cocok dengan Theo daripada Stephen!" ujar Rosalina seraya menepuk-nepuk pundak Amilie.Amilie mengedipkan mata, ia bangkit dari lamunannya. Lalu, kemudian berpamitan kepada Rosalina."Kalau begitu aku permisi, Ma.""Ya, silakan."Amilie melangkah pergi
Theo mematikan telepon itu. Ia menjemput Amilie dan membawanya pergi dari sana menuju kamar."Ayo tidur! Besok saya akan mengajak kamu pergi ke suatu tempat!" katanya.Amilie dan Theo berjalan berdampingan, keduanya masuk kamar dan siap tidur. Saat itu, Amilie langsung membantingkan tubuhnya ke tempat tidur."Aahh, akhirnya aku bisa istirahat di sini dengan nyaman. Tapi, sekarang aku merasa lapar," ucap Amilie sembari memegang perutnya yang bersuara.Lantas, Amilie bangkit dari baringnya. Ia berjalan menuju pintu kamar yang ada di sebelah kanan sana."Kamu mau pergi ke mana?"Amilie menoleh. "Saya mau makan, lapar," jawabnya.Theo tidak bisa membiarkan Amilie sendirian ke sana, ia pun kemudian menemaninya. "Kamu juga mau ke mana?""Makan malam. Seharian saya belum makan."Padahal, itu hanya alasannya saja. Dibalik semua itu, ia menyimpan rasa khawatir. Dirinya tidak mau Amilie menemui sesuatu yang aneh di sana.Mereka pun berjalan menuju tangga dengan langkah santai. Namun, Theo me
Pertengkaran mulai terjadi. Dan semua berasal dari Stephen yang mencari gara-gara itu. Ia bahkan dengan berani mengambil potongan sayuran itu dan membuangnya ke tempat sampah."Apa-apaan ini, potongan sayurannya tidak bagus! Cocoknya di tempat sampah!"Theo yang melihat hal itu pun membuatnya geram. Ia memanggil Stephen dengan kasar dan amarah yang memuncak di kepala. Ia mengangkat tangannya dengan sebilah pisau yang seolah siap menancap."Stephen!"Stephen menoleh ke arah Theo dengan santainya. Matanya langsung terbelalak, ia terlihat ketakutan begitu melihat pisau tajam yang siap menancap itu.Amilie yang berada di sana dan melihat hal itu pun membuatnya ikut takut. Ia tidak ingin sesuatu hal yang buruk terjadi pada keduanya."Mas!" seru Amilie.Mata Theo memerah, seolah menyala bagai dipenuhi bara api penuh amarah. Ia pun menancapkan pisau itu ke atas talenan. Amilie mengelus dada tenang. "Syukurlah Mas Theo masih sadar."Sebelumnya, Amilie takut Theo melayangkan pisau itu ke kepa
Theo yang melihat hal itu pun membuatnya panik. Segera saja ia menghentikan dirinya saat sedang memasak demi membantu Alissia agar tidak mual-mual secara terus menerus."Aku akan mengambilkanmu kayu putih!" ucap Theo sembari bersiap untuk pergi.Namun, Amilie menghentikannya. "Tidak usah, Mas. Sebentar lagi ini pasti akan membaik.""Mungkin ini karena jabang yang ada di dalam kandungannya, Mas," jawab Alissia sembari memegang perut.Tanpa sengaja, Sanjaya datang dan mendengar percakapan anak dan menantunya itu. Ia mendatangi mereka ke dapur!"Ada apa ini? Siapa yang tengah hamil?"Amilie yang mendengar Sanjaya ada di sana pun membuatnya terhenyak seketika. Ia menatap gugup ke arah Sanjaya dengan mulut mengatup rapat.Sontak, Theo memeluk Amilie dari samping. Seakan tengah memperlihatkan keharmonisan keduanya kepada Sanjaya."Istriku. Dia sedang hamil!" Tatapan Sanjaya pun turun ke bawah dada menantunya. Ia melihat ke arah perut Amilie lekat-lekat."Bagaimana mungkin wanita yang baru
Malam itu menjadi malam sendu bagi Amilie. Ketika dirinya sudah ingin melupakan Stephen dan mengikhlaskan semua yang telah terjadi. Tetapi, Sanjaya mengingatkannya pada kejadian hari itu."Ayo, lebih baik kita lanjutkan masak! Jangan dengarkan Papa!" ajak Theo sembari memeluk Amilie dari samping.Theo melepaskan tangannya itu dari bahu Amilie, lalu ia pun melanjutkan kembali memasak.Hingga, tak lama kemudian masakan itu jadi. Perut Amilie yang sudah bersuara itu pun akhirnya akan terisi dengan makanan lezat."Aku merasa lapar, tapi aku jadi tidak berselera makan," batin Amilie.Setelah makanan itu tersaji dengan baik, Theo membawanya ke meja makan. Saat itu, hanya menyediakan dua piring saja. "Untuk Papa mana? Kenapa hanya ada dua piring saja?" tanya Sanjaya sembari melihat ke meja makan.Theo melepaskan apron itu, lalu dengan santainya ia pun menjawab pertanyaan Sanjaya."Kalau Papa mau 'kan masih bisa minta buatkan kepada pembantu yang ada di sini.""Dasar anak kurang ajar!" ump