“Kakak!” seru Melissa dengan girang mendapati Riko turun dari mobilnya. Wanita itu melepaskan genggaman suaminya dan berhambur memeluk kakaknya.
“Kenapa? Kangen sama kakak?” Melissa mengangguk kencang di pelukan Riko. Wanita yang kini telah menjadi istri Rendy itu menoleh ke arah sahabat sekaligus kakak iparnya.
“Selamat pagi kakak ipar?” goda Melissa dengan lirikan geli.
Wajah Mita merona dan juga geli secara bersamaan. Buru-buru ia menyembunyikan rona merah di kedua pipinya dengan satu deheman lirih.
Melissa melepaskan diri dari pelukan Riko setelah ia merasa berhasil menjahili kakak iparnya. Kemudian ia beralih memeluknya.
“Aku berangkat kerja dulu ya, Sayang?”
“Iya, Kak. Hati-hati.” Sebenarnya Mita ingin dikecup keningnya. Tapi ia terlalu malu mengungkapkan di depan adik ipar sekaligus sahabatnya.
Dan tanpa Mita tahu, Riko yang akan memberikan untuknya.
Cup ...
“Nambah lagi, Kak?”“Enggak, Sayang. Ini udah cukup.”Bagas dan Dewi yang berada di sana, saling melemparkan senyum ketika pandangan mereka bertemu.“Besok kalian mesti ke butik lagi, loh,” ucap Dewi yang telah selesai dengan makan malamnya.Mita menoleh. “Kenapa lagi, Ma?”“Mencoba lagi gaun yang kemarin. Mama rasa ... badan kamu agak gemukan,” ucap Dewi dengan tatapan polos.Mendengar itu, Mita membulatkan mata. Melotot ke arah mamanya yang tampak tak menyadari perubahan raut wajahnya.“Mama,”“Kenapa?” tanya Dewi bingung. Wanita itu dengan polosnya menoleh ke arah Bagas. “Benar ‘kan Pa? Mita terlihat agak gemuk?”Bagas menoleh, melirik sejenak ke arah putri semata wayangnya yang memerah. Pria itu tersenyum sebelum berkata.“Sepertinya iya,”“Tuh ‘kan,” Dewi tersenyum penuh k
Seorang pria terbahak-bahak mendengar serentetan cerita tentang masa kecil yang lucu menggemaskan.“Ha ha ha ... itu lucu sekali, Sayang. Bagaimana bisa kamu ketinggalan di tempat pengisian bahan bakar?”Riko masih betah tertawa sambil memegangi perutnya tanpa memperhatikan raut muka sang istri yang berubah masam.“Terus-terusin aja ketawanya!” Mita membaringkan tubuhnya yang lelah dan menarik selimut. Memunggungi pria yang berstatus suaminya.“Sayang,” Tangan Riko terulur meraih lengan Mita. Mencoba menarik wanita itu untuk menghadap padanya.Pria itu tak akan bisa tidur jika diberi punggung.“Masih mau tertawa?” sinis Mita. Wanita itu kesal karena suaminya menertawakan pengalaman masa kecilnya sejak 30 menit yang lalu.“Enggak,” jawab Riko cepat sambil menggelengkan kepalanya. Namun sialnya dorongan untuk tertawa tak mampu ia tahan.Tawa itu kembali menye
“Bagaimana keadaannya dokter?” tanya Riko panik. Dokter dengan name tag, Ariani, yang selesai melakukan pemeriksaan USG, meletakkan transduser dan menoleh ke arah Riko yang mengernyit. “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Pak. Istri Anda hanya perlu banyak istirahat dan menjaga pola makan, karena ada kehidupan baru di dalam rahimnya. Beliau sedang hamil, Pak,” ucap sang dokter ramah. “Ha-hamil?” Ucapan Riko terdengar seperti pertanyaan yang membuat dokter muda itu bingung. “Iya, Pak. Usia kandungannya berusia 4 minggu,” ucapnya penuh keyakinan. “Selamat ya, Pak. Nanti akan saya resepkan vitamin dan obat pereda mual,” imbuhnya. Riko tertegun. “Kalau begitu saya pamit. Tolong dijaga pola makan dan emosinya, Pak. Ibu hamil akan mudah tertekan dan mengalami penurunan nafsu makan drastis.” “Baik, Dok, terima kasih,” ucapnya kemudian. Untuk beberapa saat lamanya, Riko hanya termenung dengan tubuh membeku. Tak ada niatan
Riko mengumpat berulang kali saat jalanan malam ini macet.“Sial!” Riko memukul kemudi dengan kedua tangannya.Sejak tadi, firasatnya begitu buruk ketika nomor ponsel istrinya tidak bisa dihubungi.Beruntung, papa mertuanya mengabari jika istrinya baik-baik saja dan sudah berada di rumah.Sesampainya di rumah, Riko yang baru saja pulang terlambat, tak mendapati sang istri menyambutnya. Bahkan hingga ia masuk ke kamar, pria itu tak juga mendapati keberadaan Mita.“Ke mana dia?” gumam Riko seraya melepaskan sepatu dan pakaian kerjanya, sebelum masuk ke kamar mandi, untuk membersihkan diri.Ceklek ...Sesaat Riko belum menyadari bahwa sang istri sudah berada di dalam kamar. Tepatnya di walk in closet, menyiapkan pakaian untuknya.“Eh, Sayang?” pekik Riko kaget.Seperti biasa, Mita meraih tangan Riko dan mencium punggung tangannya. Namun, ketika pria itu akan mencium dahinya, Mita seolah m
Mita hanya mampu terpaku melihat suaminya dipeluk oleh wanita lain, yang hingga kini masih terisak.Ya, setelah menerima telepon dadakan di ponsel suaminya, Mita segera bangun dan membersihkan tubuh seadanya. Pergi ke rumah sakit untuk memastikan keadaan Alyssa.“Maafkan anak saya ya, Nak,” ucap wanita lima puluh satu tahun, yang tak lain adalah mamanya Alyssa.Mita memaksa untuk tersenyum, meskipun itu sangat sulit.Memangnya wanita mana yang bisa melihat suaminya memeluk wanita lain?Apalagi kejadian itu tepat di depan matanya sendiri.“Tak apa, Nyonya. Saya bisa mengerti,” jawab Mita susah payah.“Hati kamu baik sekali, Nak. Terima kasih,” ucapnya tulus.Mita kembali menampilkan senyum yang tak sampai mata. Bohong jika dia tak merasa keberatan. Namun, melihat wajah sayu wanita paruh baya yang berada di sana, mengetuk hati nurani Mita untuk merelakan. Meskipun ia harus menahan seribu jarum
“Kita harus bicara, Mita,” ucap Riko yang sudah menunggu sang istri keluar dari kamar mandi.Mita tertegun mendengar namanya disebut oleh suaminya. Selanjutnya ia tersenyum masam. Meratapi kemalangannya yang sudah jatuh ke dalam pesona pria yang sudah menikahinya.“Bicaralah,” balas Mita seraya menarik kursi dan duduk di sana.“Begini cara kamu berbicara dengan suami?”DegDada Mita berdetak kencang. Ada getaran yang mengisyaratkan kepedihan.‘Kenapa rasanya sesakit ini?’Menguatkan hati, Mita memutar badannya. Menatap ke arah pria yang kini yang masih berstatus menjadi suaminya.“Bicaralah!” ucap Mita dengan nada dingin yang menusuk. Padahal dalam hati ia menahan untuk tidak menangis.‘Sabar Mita.’Riko bangkit. Menghampiri Mita dan mengulurkan tangannya.Untuk beberapa detik lamanya, Mita hanya menatap tangan Riko. Tangan hangat yang
“Jadi ... kamu sudah memutuskan dengan baik-baik?” tanya Dewi yang sejak tadi menunggu putrinya masih enggan berbicara.Mita yang sedari tadi menunduk dengan dua tangan yang saling bertaut, mendongak.“Atau ... kamu masih bimbang?”“Bukan begitu, Ma.”“Lalu?” Dewi meletakkan majalah di tangannya.Lantas Mita memberanikan diri menatap kedua bola mata wanita yang telah melahirkan dan merawatnya hingga saat ini. Ada setitik harapan yang terpancar di sana. Menguatkan hati, Mita mencoba menghela nafas sebelum kembali berkata.“Mita berniat menarik kembali ucapan kemarin.”Lega. Itulah yang Mita rasakan di dalam hatinya. Meskipun rasa sakit itu masih ada, ia berusaha sekuat tenaga mempertahankan pernikahan. Mengingat semalam, suaminya juga mengatakan akan memperbaiki diri.“Bagus. Memang seharusnya seperti itu.”Mita menatap tak percaya dengan jawaba
Entah mengapa Mita merasa berdebar saat tatapan Riko memaku kedua matanya. Padahal, setiap ada kesempatan atau waktu hanya berdua sang suami tak berhenti menatapnya. Namun, kali ini semuanya berbeda.Rasanya sulit dijelaskan dengan kata-kata yang sering Mita pakai untuk mendefinisikan sebuah arti.Dan saat pertanyaan lirih disertai sentuhan lembut di dagunya, Mita terkesiap karena kegugupan yang melanda.“Mau dengar?”Nyatanya, hanya satu pertanyaan sederhana itu mampu membuat debaran di dada Mita semakin menggila. Dan untuk menuntaskan rasa penasarannya, ia mengangguk polos.Namun, semua itu tak bertahan lama tatkala Riko membisikkan kata-kata lirih tepat di depan wajahnya.“Ayah dan Bunda pengin cucu secepatnya.”Blush ...Seketika wajah Mita merona dengan tubuh yang membeku. Ditambah ajakan yang terkesan tak tahu malu yang Riko ucapkan semakin menambah warna merah hingga ke leher.“Bagaim