"Dan bersama orang yang tepat, hidup rumit akan menjadi lebih sederhana, sederhana tapi tetap bermakna, sederhana namun tetap membuat bahagia. Sederhana yang tak hanya menyenangkan tapi juga menenangkan. Sederhana yang tak hanya meringankan tapi juga mendewasakan."
----------
Bagas tersenyum tipis, mendekati Kanaya yang terpojok di wastafel toilet. Kanaya berbalik saat Bagas mendekatinya.
"Sudah lama tidak bertemu, bagaimana kabar kamu Kanaya?"
"Kak Bagas, ini toilet wanita. Kak Bagas jangan masuk sembarang disini." Ujar Kanaya khawatir, dan Bagas kembali tersenyum tipis pada Kanaya.
"Nggak masalah kok, kalau ini toilet wanita, lagi pula hanya ada kita berdua disini. Benar bukan?"
Entahlah, Kanaya tidak paham akan maksud Bagas. Kanaya bersikap cuek, Kanaya memilih menghindar dari pria itu.Tapi,Bagas menarik tangan Kanaya. Toilet memang sepi dan e
"Kesedihan mengajarkan kita untuk selalu bersabar, sedangkan kebahagiaan mengajarkan kita untuk selalu bersyukur. Hidup seperti roda dan Allah yang akan menjalankan semuanya."----------Kanaya NaratamaSudah tiga hari aku terpaku dalam keterdiaman. Tiga hari sudah aku lupa akan jati diri, hingga membuat orang-orang disekitarku menatapku dengan tatapan sedih, terlebih suamiku dan kakakku. Tiga hari Al tidak meninggalkanku kemana-mana, dia selalu disamping ku menguatkan ku. Dia dengan sabar menghiburku, dia memperlakukan diriku bak seorang princess, sampai mandi pun dia ingin memandikanku, dan jelaslah aku menolak, karena aku tau akan tingkat kemesuman suamiku itu. Kak Bagas? Ya, aku sudah memaafkannya, walaupun dia belum meminta maaf langsung tapi aku sebagai
"Kemanapun kita berlari, sejauh apapun kita pergi, kematian itu tetap datang menemui. Kita hanya bisa mempersiapkan diri menjadi seorang hamba-Nya yang taat dan patuh saat di bumi."***** Kanaya NaratamaLima bulan sudah pernikahanku dengan Alfizam berlangsung. Beberapa cobaan sempat menguji bahtera rumah tangga kami. Cemburu, bumbu yang kerap kali menghampiri kehidupan rumah tangga kami. Ya, aku selalu cemburu saat wanita diluar sana kerap kali mendekati Al, apa lagi menjadikan Al objek fantasi gila mereka. Nasib punya suami gantengnya tiada tara plus tajir ya seperti itu. Alhamdulillah, Al sudah menyelesaikan skripsinya, tinggal menunggu wisuda. Saat ini Al sedang fokus dengan perusahaan, dia mencoba menjalin kerjasama di bidang prope
"Ikhlas tidak semudah mengatakannya, tapi jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Tuhan memberikan kita cobaan karena Dia tahu kita mampu melewatinya."---------- Matahari sudah menampakkan sinarnya. Burung-burung pun bersiul merdu menjemput indahnya pagi ini. "Kamu mau ikut mas ke kantor kan, yang?" Tanya Dinnar berharap Kanaya mau ikut dengannya."Aku mau di rumah aja ya, mas." Dinnar menghela nafas saat mendengar jawaban istrinya."Kamu nggak bosan yang, dirumah terus? Dinnar melirik Kanaya yang sedang melipat mukena. Sudah tiga minggu semenjak kepergian ayahnya meninggal, Kanaya dan Dinnar tinggal dirumah bundanya, ia pun enggan kemana-mana dan memilih memberikan tugas untuk mahasiswa/i-nya.
"Terima kasih untuk kesempatan mengenalmu. Itu adalah salah satu anugerah terbesar hidupku. Cinta memang tidak perlu ditemukan, namun cintalah yang akan menemukan kita."----------Alfizam Dinnar AgustafDan hari ini, hari wisuda mahasiswa/i. Aku duduk di depan, dideretan mahasiswa/i terbaik. Walaupun bukan peringkat satu dari seantero kampus, tapi aku tetep bangga. Sepanjang acara, aku nggak pernah absen mandangin bidadariku yang sedang bertugas sebagai pembawa acara. Aku baru tahu kalau Aya punya bakat sebagai seorang MC. Pembawa acara menyebutkan satu persatu nama wisudawan dan wisudawati yang diwisuda hari ini. Saat nama ku dipanggil, aku segera berdiri dari tempat duduk, berjalan menujurektor yang menunggu di atas panggung. Dan tali diatas topi wisudaku telah berpindah dari kiri ke kanan kemudian aku mengambil tabung simbolis yang diserahk
"Bahagia itu saling jujur, saling menerima kekurangan, saling memaafkan, dan saling mendoakan."----------Al menggulingkan tubuhnya diatas tubuhku, jam menunjukkan tengah malam, namun kami baru saja selesai melakukan kegiatan itu.Aku membuka mataku saat merasakan seseorang menyelimuti tubuhku. Aku menoleh mendapati suamiku tengah tersenyum manis padaku. Aku tahu arti senyuman itu, senyuman tanda terimakasih karena aku telah melayaninya dengan baik. "Baby-nya sangat rindu sama ayahnya, ya?" Goda Al, mengingat hari ini aku sangat agresif mendominasi percumbuan kami. Aku pun tersenyum malu. Al pun mencium keningku lama."Bundanya atau baby nih yang rindu?" Tanya Al tertawa dan mencium perutku yang mulai terlihat membuncit.Lagi-lagi aku hanya tersenyum malu saat Al memperlakukan ku seperti itu. Untuk menutupi rasa malu ku, aku membalikkan tubuhku memunggunginya. Namun malah Al terkekeh, kan tambah malu akunya. "Sini had
"Seseorang yang mencintai karena fisik, maka suatu hari ia juga akan pergi karena alasan fisik tersebut. Tetapi seseorang yang mencintai karena hati, maka ia tidak akan pernah pergi, karena hati tidak pernah mengajarkan tentang ukuran relatifitas lebih baik atau lebih buruk."----------"Sofia?" Gumam Kanaya pelan."Hai,.." Sapa Sofia sambil tersenyum tipis padanya."Eh... Hai, ayo masuk Sofia." Balas Kanaya, yang kemudian mundur sedikit agar memudahkan Sofia untuk masuk."Tante Marta ada?" Tanya Sofia, lalu duduk di sofa di ruang tamu."Mama udah balik ke Singapur pagi tadi.""Yah, padahal gue kesini mau ketemu tante Marta." Keluh Sofia terdengar lirih. Beberapa saat, Kanaya kembali terpukau menatap perempuan dihadapannya. Perempuan yang dulu pernah disukai oleh suaminya dan sempat dijodohkan dengan suaminya itu. Perempuan yang
"Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali."----------"Apa sih, Varo? Nggak usah teriak-teriak, kamar gue bukan hutan." Kesal Dinnar kala adiknya berteriak di dalam kamarnya.Varo menggubris ucapan kakaknya dan mendekati Dinnar dan mencengkeram baju Dinnar dengan kasar. "Lo bang." Marah Varo."Lo kalau marah dipikir dulu, lo mau mbak Naya di bawa papa ke Singapur? Lihat itu dibawah, mbak Naya terlihat kesakitan, mbak Naya sedang hamil muda, inget bang." Tegur Varo dengan amarah.Mendengar itu, Dinnar langsung melepaskan cengkraman adiknya dan berlari menuju ke ruang keluarga. Jantungnya berdegup kencang saat melihat wajah Kanaya pucat dan terlihat sedang menahan sakit. "Sayang!" Panggil Dinnar sambil berjongkok di
"Seorang Fatimah Az-Zahra saja tak ingin diduakan oleh Sayyidina Ali. Apalagi aku seorang wanita biasa yang tak semulia Khadijah dan secerdas Aisyah."----------"Ya Ampun Kanaya..." Nadin histeris melihatku dan berjalan mendekati kursiku lalu membawaku dalam pelukannya."Kamu kenapa? Cerita sama aku." Ucapnya sambil mengusap punggungku"Aku...aku nggak tau Din, hatiku rasanya sakit banget, kayak ditusuk-tusuk pakai pisau. Aku juga nggak tau kenapa? Tapi habis melihat foto dan membaca pesannya aku takut Din...aku takut Allah akan mengambil Al dariku." Jelasku ditengah isakan."Foto apa? Dari siapa?" Nadin melepas pelukannya dan menatap wajahku yang terasa panas karena menangis."Sofia.. dia..dia bilang...ya Allah, jangan sampai itu terjadi Din. Aku nggak akan sanggup." Aku tidak mampu meneruskan ucapanku. Aku terlalu takut jika ucapan Sofia menjadi kenyataan. Sungguh aku nggak ingin kehilangan Alfizam."Ya Tuhan, Kan