Share

BAB : 4

Jam menunjukkan pukul setengah delapan malam. Alvin mengantar Kimmy balik ke rumahnya.

"Makasih, Pak ... sudah mengantar saya pulang dengan selamat," ucapnya yang sudah berada di luar mobil Alvin.

"Jangan panggil saya Bapak," kesal Alvin yang berada di dalam mobil.

"Eh, iya, maaf ... Bapak Alvin," ledek Kim yang langsung kabur sambil tertawa. Entah kenapa, melihat tampang Alvin yang sedang kesal, itu membuatnya sangat terhibur .

"Malam," teriak Kim saat menapaki kakinya di ruang keluarga.

"Kim ... jangan teriak-teriak," semprot mamanya langsung, yang ternyata sudah menunggu di ruang tamu.

"Eh, Mama, kirain nggak ada orang. Papa juga," ujar Kim sambil cengengesan, menyadari tak hanya mamanya yang ada di sana, tapi juga papanya.

"Gimana?'' tanya William pada putrinya.

"Gimana apanya, Pa?'' tanya Kim balik .

"Ya elah, maksud Papa gimana kamu sama Alvin?''

''Biasa aja."

"Ganteng, kan, Alvinnya?'' tanya Jessica senyum-senyum nggak jelas.

"Gini, ya, Pa, Ma. Memang, sih, Pak Alvin itu ganteng. Tapi Papa tau, kan, dia orangnya nyebelin pake banget. Papa nggak mau ngerubah keputusan Papa buat batalin ini semua?" tanya Kim .

"Sayangnya, enggak. Papa malah tambah semangat ngeliat sifatnya Alvin yang kayak gitu."

"Papa nyebelin, ah. Dibilang dianya nyebelin, malah makin semanagat," kesal Kim meninggalkan mama dan papanya yang malah semakin bersemangat tentang perjodohan gila ini.

"Jangan tidur larut malam. Besok kamu tunangan loh ... jam sepuluh!!'' teriak Jessica mengingatkan. 

Ia bisa mendengar teriakan mamanya itu dengan sangat jelas, tapi ia abaikan saja. 

Bagi pasangan yang akan bertunangan atau menikah dengan rasa cinta, mungkin mereka takkan bisa tidur semalaman karena saking bahagianya. Tapi tidak dengan Kim, ia malah tak bisa tidur memikirkan itu semua karena ia tak cinta bahkan mengenalpun tidak. Semoga saja kejadian hari ini hanya mimpi belaka ... yang ketika membuka mata semuanya akan kembali normal.

---000---

Yap, benar sekali. Hari ini adalah hari pertunangannya dengan Alvin. Hah, dunia ini benar-benar sudah tak berada diposisi yang seharusnya. Begitu juga dengan pemikiran kedua orang tuanya yang ikut bergeser dari porosnya.

"Non, bangun!!" 

Suara bibik yang heboh berteriak-teriak di pintu kamarnya Kim.

"Kimmy!!!" 

Nah, kalo yang ini bukan suara bibik lagi, melainkan suara dari ibu negara yang perkataannya tak bisa dibantah sedikitpun.

"Iya,'' jawabnya segera bangun dan berjalan dengan gontai untuk membuka pintu kamarnya. "Aduh Mama sama Bibik ngapain, sih, teriak-teriak nggak jelas," racau Kim sambil mengucek-ngucek matanya yang masih ngantuk berat.

"Sudah jam delapan Kimmy dan kamu masih saja tidur. Kamu lupa ini adalah hari pertunangan kamu sama Alvin." 

Mamanya langsung heboh mengomel seperti sebuah mobil yang remnya sudah blong. Ya ... sepertinya harapannya semalam tak terkabul. Ini bukan mimpi, tapi benar-benar nyata.

''Mama bilang lupa? Mama tau, semalaman aku nggak bisa tidur, cuman mikirin tunangan nggak jelas ini." 

"Nggak jelas kamu bilang? Jelas-jelas ini udah ada di depan mata kamu. Jadi, ya, nikmatin aja. Sudahlah, sana kamu mandi dan siap-siap. Dan ini baju yang akan kamu pake," jelas Jessica sambil meletakkan dress berwarna putih dan hels di atas tempat tidur.

Setelah selesai mandi, ia segera mengenakan baju yang sudah disediakan mamanya tadi. Disaat itu, tiba-tiba ponselnya berdering.

"Hadeh ... si Jeje nelfon," keluh Kim saat melihat nama Jeje lah yang tertera dilayar ponselnya.

"Ya, Je.''

"Lo nggak masuk?"

"Nggak ... soalnya mau ke acara tunangannya sepupu gue." Bohong Kimmy.

"Tapi, besok masuk, kan?"

"Iya, besok gue Sekolah, kok."

"Ya udah, bye."

"bye."

"Gue mau menghadiri acara tunangan sepupu gue. Hello ... jelas-jelas gue yang tunangan," gerutu Kim sambil menghentakkan kakinya pertanda kesal.

Jam setengah sepuluh, Kim dan keluarga besar menuju ke tempat acara yang sudah ditentukan. Entah kapan orang tuanya mempersiapkan semua ini. Yang jelas, semuanya sudah beres saja.

"Kimmy, Sayang ... kamu cantik banget," puji Mila mematut-matut penampilan, Kim. "Bener kan, Vin?" tanyanya pada Alvin yang berada di sebelahnya, yang hanya dibalas oleh putranya itu dengan tatapan dinginnya pada Kim.

'Lumayan, cantik,' batinnya.

"Nggak salah pilih kita," tambah Doni.

"Makasih, Om, Tante," ucap Kim.

"Ayo, Jeng, duduk dulu," ajak Mila pada Jessica--mamanya Kim.

Sementara Kim, ia malah lebih memilih duduk di pojokan dari pada kumpul sama emak-emak dan bapak-bapak. Karna menurutnya itu sangat membosankan.

Sekitar sepuluh menit kemudian, mamanya memanggil dari kejauhan. Saat ia hendak melangkahkan kaki, tiba-tiba seseorang langsung menabraknya.

"Omaigat," umpatnya kesal. Apalagi saat melihat siapa orang yang menabraknya.

"Bapak ngapain, sih, hobby banget, ya, nabrak saya?" Kesal Kim mengomeli seseorang yang menabraknya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Alvin.

Ia tak habis pikir, baru dua hari mengenal sosok Alvin yang berprofesi sebagai gurunya, dan hampir menjadi tunangannya, tapi sudah menabraknya sebanyak tiga kali. Apa ini yang dinamakan, tabrakan cinta. Tentunya ,tidak. 

"Sekali lagi kamu panggil saya dengan panggilan, Bapak ... saya bakal nikahin kamu sekarang juga. Nggak ada acara tunangan-tunangan," ancam Alvin dengan kesal.

"Benarkah? Memangnya Bapak berani?'' tanya Kim mengetes ancaman Alvin barusan. Yakali Alvin bakalan berani lakuin ancamannya itu.

Tanpa komando dan aba-aba, Alvin langsung saja menarik tangan Kim dengan paksa untuk mengikutinya.

"Eh, ini mau ngapain, sih, Bapak narik-narik saya," ujar Kim yang bingung karna ditarik paksa oleh Alvin dan entah mau dibawa kemana.

Ternyata Alvin membawanya menuju meja, dimana kedua orang tua mereka berkumpul.

"Ada apa, Nak?'' tanya Mila yang bingung melihat putranya datang sambil menggeret Kim.

"Ma, Pa, Om, dan Tante. Nggak akan ada acara tunangan," ujar Alvin masih sambil menggenggam tangan kanan Kim.

Mendengar pernyataan Alvin barusan, seolah-olah terpampang tanda tanya yang besar di atas kepala mereka masing-masing. Tapi tidak dengan Kim, ia malah senang sekali saat Alvin mengatakan itu.

"Hwahhhh," girang Kim. 

"Maksud kamu apa bicara seperti itu?" tanya Doni, papanya Alvin dengan sedikit emosi.

"Kita langsung nikah, sekarang!" seru Alvin singkat, tapi mampu membuat semuanya kaget bahagia. 

Tentu tidak dengan, Kim, yang kagetnya bukan main. Tadinya ia sudah bernapas lega saat Alvin mengatakan nggak ada acara tunangan-tunangan. Tapi sekarang, ia ingin sekali menangis sejadi-jadinya.

"Astaga, ya ampun, omaigat," gerutunya sambil menepuk jidat. "Buat tunangan hari ini aja aku udah mikirinnya semalam suntuk, dan nggak bisa tidur ... apalagi buat nikah dadakan. Aku nggak bisa!" Ia menghentakkan tangn Alvin yang masih memegang erat tangannya hingga terlepas.

Ia tak terima dengan keputusan yang dibuat Alvin secara tiba-tiba begini.

"Bukankah kamu yang mencoba mengetes ucapanku," balas Alvin.

"Iya, tapi aku becanda doang," ujar Kim takut.

"Maaf, aku bukan tipe orang yang suka becanda."

"Oke, keputusan sudah diambil. Intinya adalah ... kalian nikah, sekarang." 

Mendengar ucapan papanya, Kim merasa kepalanya seolah dipukul pake palu yang super besar, trus dilempar ke kutub utara yang dinginnya bukan main. Rasanya ia ingin pingsan saat itu juga, tapi kok nggak pingsan-pingsan. 

"Yee!!!" teriak Jessica dan Milan yang merasa menang tanpa berperang.

"Tamat sudah riwayatmu, Kim. Kamu terjebak dengan ucapanmu sendiri," gumamnya yang masih bisa didengar oleh Alvin, tapi hanya dia respon dengan sedikit senyuman. Senyuman?

Akhirnya dengan sangat sangat terpaksa, Kim pun menikah dadakan dengan Alvin. Tanpa adanya persiapan fisik dan mental, lahir maupun batin. Ia saja masih merasa kalau ini hanyalah mimpi belaka, tapi tak bisa bangun. Apa ia harus menemui ketua KPAI untuk mengadu? Tapi, ia tak ingin orang tuanya bermasalah dengan hukum .

Saat ini, pasrah adalah cara terbaik yang mesti ia pilih. 

S

K

I

P

Semua acara sudah selesai dilaksanakan. Acara apa? Sudahlah, jangan ditanya lagi. Apalagi kalau bukan pernikahannya dengan Alvin yang semuanya serba dadakan. 

Percaya nggak percaya, Alvin yang notabennya adalah gurunya, sekarang statusnya juga bertambah menjadi suaminya, yang sah secara hukum maupun agama.

Dia yang tadi pagi masih berstatus ABG, sekarang dalam waktu beberapa jam saja sudah berubah status menjadi seorang istri. Yap, sulit dipercaya. Tapi, inilah kenyataannya. 

Satu lagi, kalau sudah mendengar kata suami, hal yang jadi pokok pikirannya kini adalah kewajiban seorang istri. Jujur saja, itu menurutnya sangat menakutkan.

"Bapak ... eh, maksudnya Kakak mau ngapain?" tanya Kim heran karena Alvin yang terus mengikutinya hingga ke kamar.

"Tidur."

"Di sini?" 

"Nggak lupa, kan, kalau aku ini suamimu?" tanya Alvin langsung saja menyelonong masuk kamar, tanpa menunggu jawaban dari Kim.

"Aku nggak lupa, tapi kita nggak perlu tidur sekamar juga," protes Kim tak terima.

"Bukannya suami istri seharusnya memang begitu?'' 

"Tapi aku nggak mau!" tolaknya tak setuju. "Gimana kalau ntar, Bap ... eh, maksudnya Kakak ngapa-ngapain aku, gawat, kan." 

Maaf saja, bukannya mau mikir gimana-gimana. Soalnya otaknya sudah mencar kemana-mana. Tidur sekamar sama cowok, meskipun statusnya sudah suami istri. Tapi menurut Kim, tetap saja itu nggak banget.

Alvin berdiri berhadap-hadapan dengan Kim dengan dahi berkerut. "Ngapa-ngapain kamu, maksudnya?'' tanya Alvin seakan-akan tau apa maksud dari perkataan Kim.

"Ya ... itu,'' jawab Kim gugup.

"Itu?" Alvin menunggu penjelasan Kim

"Aah, sudahlah," kesalnya saat Alvin malah membuatnya bingung harus mengatakannya seperti apa. "Pokoknya nanti Kakak tidur di sofa, aku nggak mau tau," tambahnya berlalu menuju ke kamar mandi sambil ngomel-ngomel.

"Dasar ABG," gumam Alvin.

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Kim yang awalnya tidur dengan nyenyak, sekarang matanya malah tak bisa tidur gara-gara pandangannya terus tertuju pada Alvin. Ia terus memperhatikan laki-laki itu, yang bergerak miring ke kiri dan ke kanan, mencari posisi tidur yang nyaman.

'Oh, Ayolah, Kim, tidur saja dan jangan hiraukan dia," batinnya merutuki kegundahan hatinya yang terasa begitu aneh.

Hingga sepuluh menit kemudian...

"Euuhh, bikin gue nggak bisa tidur gara-gara ini mata seolah fokus padanya," gerutunya bangun, dan mendekat ke arah Alvin yang berada di sofa.

"Kak Alvin, bangun," ujarnya mencoba membangunkan Alvin dengan ragu-ragu.

'Duh, gantengnya. Justin bibir mah lewat,' batin Kim.

"Kamu bilang apa barusan?" Alvin tiba-tiba langsung bangun.

"Apa? Aku cuman bilang cepetan bangun. Apalagi? Ya nggak ada lagi," elak Kim.

"Setelah itu?"

"Nggak ada lagi. Sana pindah ke tempat tidur," pintanya.

"Apa?" Bukannya Alvin tak mendengar, tapi ia sedikit tak percaya dengan apa yang dikatakan gadis ini padanya.

"Budek, ya? Tidurnya ke tempat tidur. Tapi awas, jangan macem-macam!" Ingatkan Kim.

Alvin pun menuju ke tempat tidur dan langsung tidur pulas. Meskipun perkataan, jangan macam-macam yang diucapkan Kim barusan terdengar sangat lucu baginya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status