Share

BAB : 5

Jam 05:30 Kim terbangun dari tidurnya. Ia mengarahkan pandangan ke seluruh penjuru kamar, mencari keberadaan Alvin, suaminya.

'Hah, mungkin tu orang udah bangun,' pikirnya. 

Ia beranjak dari tempat tidur dan berjalan gontai menuju ke kamar mandi. Tapi, saat pintu terbuka, di saat itulah ia kaget dengan kedua bola matanya yang langsung membulat.

"Aaaakk!!!" teriaknya histeris dan segera menutup mata dengan kedua telapak tangannya.

"Ya ampun, ni anak," dumel Alvin yang tengah berdiri dihadapan Kim, hanya menggunakan handuk. 

Jangan berpikir kalau ia melihat Alvin dalam keadaan tanpa pakaian alias telanjang. Melihat Alvin dalam keadaan hanya menggunakan handuk begini saja, sudah membuat otaknya konslet. Apalagi kalau telanjang, mungkin ia akan langsung pingsan.

"Apa kamu pingin semua orang mikirnya kita lagi ngapa-ngapain, gitu? Suaramu sangat memekakkan telinga," ujar Alvin sambil berpangku tangan dihadapan gadis itu.

"Abisnya ... salah Bapak, sih. Ngapain juga nongol-nongol cuman pake handuk doang," terangnya sambil masih menutup kedua matanya.

"Kalau kamu masih panggil saya dengan panggilan, Bapak ... saya cium kamu, Kim!" ancam Alvin mendekati Kim.

"Eh ... Maaf, Kak," pekiknya langsung ngacir ke dalam kamar mandi dan segera menutup pintu. Bisa-bisa kalau ia terus berada dihadapan Alvin, sebuah ciuman mungkin saja ia terima. Tentunya ia tak akan rela kalau sampai itu terjadi. 

Setelah selesai mengenakan seragam Sekolah, begitupun dengan Alvin yang juga sudah rapi dengan stelan kantornya, mereka berdua langsung turun dan menuju meja makan. Di sana sudah ada William dan Jessica yang sekarang juga berstatus sebagai mertua Alvin.

"Pagi, Ma, Pa," sapa Kim heboh. Begitupun dengan Alvin yang ikut menyapa dengan sikap dinginnya.

"Pagi juga."

"Jangan teriak-teriak begitu, Kim," omel Jessica.

"Orang aku cuman ngucapin selamat pagi, masa dibilang teriak-teriak," bantah Kim sambil mengoleskan selai pada rotinya.

"Jangan ngebantah omongan orang tua," tambah Alvin ikut melerai.

"Ih, Bap ..."

"Ingat ancaman yang aku katakan tadi, kamu mau aku ngelakuinnya di sini?'' tanya Alvin masih dengan ekspresi dinginnya menatap tajam ke arah sang istri.

"Maaf," lirih Kim.

Yakali Alvin benar-benar melakukan ancamannya tadi. 

William dan Jessica malah tertawa melihat nyali putri mereka yang tiba-tiba saja jadi ciut kalau sudah berurusan dengan Alvin.

"Siapin sarapan buat suami kamu," suruh Jessica pada putrinya.

"Loh, kok, aku?" tanya Kim sambil menunjuk ke arah dirinya.

"Nyiapin sarapan buat suami, kan tugas istri. Masa iya bibik yang nyiapin. Istrinya Alvin kan kamu," terang Papa. 

"Iya, iya," gerutunya sembari menyiapkan piring beserta roti dan selainya untuk Alvin.

"Selai rasa apa?'' tanya Kim dengan tampang jutek.

"Mentega saja, aku nggak suka selai," jawab Alvin.

Kim menatap ke arah Alvin seolah bertanya. Kenapa nggak suka? Iya, raut wajahny menunjukkan efek bingung.

"Aku nggak suka makanan manis,'' jelas Alvin.

"Tak perlu dijelaskan, aku juga nggak nanya," balas Kim kecut.

"Yakin, barusan nggak nanya?" tanya Alvin balik.

Terlihat sekali kalau Kim bingung. Bagaimana bisa Alvin tau kalau barusan ia bertanya. Tapi, kan cuman bertanya dalam hati doang. Aneh, itulah anggapan Kim terhadap Alvin.

"Papa berangkat duluan, ya ... ada meeting pagi ini," ujar William pamit, yang diangguki oleh Alvin dan Kim yang masih sarapan. Sedangkan Jessica, juga mengekor, mengantarnya menuju mobil.

Pada saat mereka berdua masih sibuk menikmati sarapan, tiba-tiba ponsel Kim berdering.

"Jeje," gumam Kim saat melihat nama yang tertera di layar ponsel.

"Apa, Je,'' tanya Kim masih sambil melahap rotinya.

"Lo masih di rumah?"

"Masih, ini lagi sarapan," jawabnya.

"Kita hari ini ada ulangan sama Pak Alvin, lo semalam belajar, nggak?"

"Hah, serius! Gue lupa,'' ujar Kim sambil mengarahkan pandangannya pada Alvin yang berada di sebelahnya.

"Astogehhh! Mampuslah kita. Udah, cepetan datang ke sekolah."

"Mm, bye," balas Kim memutus sambungan telepon dengan Jeje.

Kim langsung memasang wajah seriusnya sambil menatap ke arah Alvin yang masih menikmati sarapannya dengan anteng.

"Kak, hari ini ada ulangan?'' tanya Kim pada Alvin.

"Ada."

"Seriusan?" tanya Kim tak percaya.

"Iya."

"Bisa, nggak, ulangannya ditunda dulu kek buat lusa. Aku mau jawab apa ntar. Ya, Kak? Pliss!" Mohon Kim dengan tampang memelas.

"Itu salah kamu."

"Aduh, beneran, deh, Kak ... tunda dulu ya?"

"Makanya, sebelum tidur itu belajar dulu. Meskipun nanti ada ulangan dadakan-pun, kamu bisa ngatasinnya,'' jelas Alvin.

Ceramah Alvin itu membuat Kim agak jengkel. Apa ia lupa kalau ini di rumah, bukan di Sekolah. Kenapa malah mengomelinya layaknya Guru pada muridnya.

"Soalnya semalam capek banget," ujarnya memberikan alasan. "Jadi, gimana?"

Semoga saja Alvin mau mengerti. Kalau tidak, entah apa yang akan terjadi dengan nilainya nanti.

"Hanya untuk kali ini," jawab Alvin sambil mengalihkan pandangannya pada ponsel miliknya.

"Wihh, makasih, Kak," teriak Kim riang, dan langsung menghambur ke pelukan Alvin. Jelas, sikapnya itu sukses membuat Alvin diam mematung.

"Ehem," deheman Jessica tiba-tiba membuat Alvin maupun Kim kaget dan jadi salah tingkah. 

"Maaf," ujarnya yang dibalas anggukan dari Alvin.

"Kamu berangkat bareng Alvin, kan?'' tanya Jessica mencairkan suasana yang agak canggung antara Kim dan Alvin.

"Nggak," jawab Kim.

"Kan, masih satu tujuan, Kim."

''Aduh, Mama ... masa iya aku berangkat bareng Kak Alvin. Bisa digantung di tiang bendera akunya ntar," jelas Kim.

Yakali berangkat bareng sama Alvin. Ia bisa mampus dihakimi penghuni satu Sekolah. 

'Kok, Kim berangkat bareng Mr.Killer? 

'Kok bisa, ya?' 

'Mencurigakan!'

Dan banyak pertanyaan lainnya yang akan bermunculan.

"Kamu mah berlebihan," balas Jessica yang beranggapan kalau pemikiran Kim terlalu berlebihan.

"Bentar, Kim ... Mama mau nitip baju buat tante Ranti. Kamu kan lewat depan rumah beliau,'' ujar Jessica sambil berlalu menuju kamar.

Alvin menyodorkan dua lembar karti kredit ke arah Kim saat mertuanya tak ada di sana. "Ini, kamu pegang."

"Eh, nggak usah, Kak ... aku masih punya, kok," tolak Kim.

"Dengerin aku, ya ... mulai saat ini semua kebutuhan kamu adalah tanggung jawab aku. Jadi, tolong kamu pegang ini," jelas Alvin menyerahkan dua benda itu ke tangan Kim.

Akhirnya ia menerimanya juga, meskipun juga bingung mau digunakan buat apa.

"Ini, Sayang," ujar Jessica sambil menyerahkan sebuah paperbag berwarna coklat pada Kim.

"Oke. Kalau gitu aku brangkat Sekolah dulu, Ma,'' pamit Kim sambil mencium punggung tangan mamanya dan hendak berlalu pergi.

"Loh, sama Alvin kok nggak salim?" tanya Jessica.

"Hah?''

"Ayo, gimana, sih, kamu."

Atas perintah mamanya, iapun akhirnya ia mencium punggung tangan Alvin. Meskipun ia masih merasa agak sedikit aneh dan canggung, tapi kalau itu tak ia lakukan bisa-bisa mamanya akan mulai mengomel lagi. Ia tak ingin harinya diawali dengan sebuah omelan.

"Aku berangkat duluan, Kak," pamitnya pada Alvin.

"Hati-hati," pesan Alvin tanpa melihat ke arah Kim.

"Iya."

                                                       

                       ---000---

Sesampainya di Sekolah, Kim segera menuju kelas. Dari kejauhan ia bisa melihat dua sobatnya pun sudah menunggunya di depan pintu masuk kelas. 

"Pagi," sapanya pada keduanya.

"Kim!!! Kita kangen banget tau," ujar Hani yang lebaynya kumat.

"Iya," tambah Jeje menyetujui.

"Ya ampun, gue cuman libur sehari doang masa iya rasa kekangenan kalian seakut ini, sih. Bayangin kalau gue libur seminggu ... bisa-bisa pas masuk, lu berdua malah ciumin gue kali, ya," ledeknya.

"Bisa jadi,'' pikir Hani.

"Gila aja," respon Jeje.

Ketiganya pun segera masuk kelas. Pertama menginjakkan kakinya, hal yang ia lakukan adalah bingung dengan keadaan di ruang kelas.

"Eh, tumben amat seisi kelas pada lengkap. Biasanya mah, bel udah bunyi baru pada masuk." Heran Kim melihat suasana kelas yang tampak berbeda dari hari-hari biasanya.

"Ya itu, gara-gara ulangan sama si Mr.Killer," jelas Jeje.

"Oh," balas Kim sambil manggut-manggut dan kembali lanjut menuju kursinya.

"Kok cuman, oh, doang. Emang situ yakin dapet nilai keren?" tanya Hani pada Kim saat sampai di kursi.

"Elehhhh ... gimana mau dapet nilai keren, Han. Orang tadi aja di telfon dia aja nggak inget kalau hari ini ada ulangan," jelas Jeje.

"Hehehe ...." Kim hanya bisa tertawa membalas penuturan Jeje.

Tentu saja ia merasa tenang-tenang saja. Karena memohon-mohon tadi sama Alvin, ulangan hari ini ditunda. 

Tak lama setelah itu bel berbunyi, diiringi oleh masuknya Alvin, si Guru Killer. Seolah dengan masuknya Alvin, membawa kesan mistis di ruangan kelas. Padahal yang masuk masih manusia, loh, bukan makhluk astral.

"Pagi semua," sapa Alvin.

"Pagi, Pak," sahut seisi kelas serentak.

"Sekarang, buka buku kalian halaman 47," ujar Alvin.

Spontan, perintah itu membuat murid-murid jadi bingung sambil celingak-celinguk. 

"Kita nggak jadi ulangan, Pak?" tanya Anggi si cewek kutu buku di kelas.

"Memangnya kemarin saya bilang ada ulangan?'' tanya Alvin, yang sebenarnya ia hanya pura-pura bertanya.

"Nggak, Pak!" Seisi kelas langsung menjawab penuh semangat.

Gimana mereka nggak semangat, ulangan yang menghantui seisi kelas tiba-tiba saja dibatalkan. Andai saja mereka tau semua ini terjadi karna ulah Kim. Oke, ucapkan terima kasih pada Kim.

"Ya sudah, sekarang semuanya buka buku," perintah Alvin.

"Itu Pak Alvin kenapa, sih? Jangan-jangan kepalanya kejedot, trus jadi amnesia," bisik Jeje pada Hani dan Kim.

"Entahlah, mungkin saja, iya," balas Kim sambil senyum-senyum nggak jelas.

"Kali aja itu guru jadi amnesia dan nggak ingat jalan menuju kelas kita," tambah Hani berharap.

Untuk kesekian kalinya Kim hanya bisa mengulum senyumannya. Yakali Alvin benar-benar hilang ingatan. 

Kini ketiganya sedang duduk di kantin, menikmati waktu istirahat yang hanya beberapa menit saja. Kurang? Banget. Kadang nggak cukup buat membahas satu permasalahan.

"Eh, gimana acara tunangan sepupu lo kemaren ... lancar?" tanya Jeje.

Kim yang sedang meneguk minumannya, nyaris saja tersedak. Ia lupa, kemaren kan alasannya tak masuk sekolah karena ada acara tunangan sepupunya. 

"Ah, itu, iya lancar," jawab Kim gugup.

"Wih ... Kim, Cincin baru, ya?'' tanya Hani yang tiba-tiba melirik cincin yang ada di jari manis Kim.

'Astaga, gue lupa ninggalin ni cincin di rumah," batin Kim was-was.

"I-iya. Ini kemaren dibeli-in bokap gue,'' terangnya berbohong.

Memang, ya, kalau sekali berbohong, bakal keterusan. Tapi gimana, ia terpaksa melakukannya lagi dan lagi.

''Hmm ... mirip cincin kawin. Make di jari manis pula," tambah Jeje masih sambil mematut-matut cincin milik Kim sobatnya itu. 

''Ih, enak aja lo bilang cincin kawin. Ini hadiah dari bokap gue, Limited Edition. Muatnya di sini, ya gimana," elak Kim. 

Tentu saja Limited edition, namanya juga cincin kawin.

"Gue kan cuma bilang mirip, sewot amat lo, ah," cibir Jeje.

Bukannya ia sewot, tapi ia was-was saja. Jangan sampai kedua temannya ini malah jadi kepo akut dan memeriksa cincinnya secara detail. Kemudian melihat dengan mata mereka, ada nama Alvin yang tertera dilingkaran cincin. Pastinya mereka akan kaget, karena hanya satu nama Alvin yang mereka kenal. Yap, guru mereka sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status