Share

BAB : 6

"Aku pulang!!!" Kim berteriak memasuki rumah saat pulang Sekolah. Ia langsung duduk di sofa karna kecapean, apalagi cuaca hari ini sangat panas. Mungkin matahari sudah sangat dekat dengan bumi.

"Eh, Non udah pulang. Mau bibik bikinin minum?" tanya bibik yang menghampirinya.

"Nggak usah, Bik. Aku mau tidur aja, capek," tolaknya. "Oiya, Kak Alvin udah pulang belum, Bik?"

Entah kesambet apaan, ia sampai menanyakan Alvin yang menurutnya memiliki ekspressi layaknya sebuah tembok. Sangat datar.

"Den Alvin udah pulang tadi dari Sekolah jam 11, Non. Trus, habis ganti baju langsung pergi lagi ke kantor,'' jelas Bibik.

"Oo," sahutnya. "Ya udah, Bik ... aku mau ke kamar, istirahat," ujarnya bangkit dari sofa dan berjalan menuju kamarnya di lantai atas.

Setibanya di kamar, saking ngantuk dan capek, ia langsung ketiduran masih dengan seragam Sekolah yang melekat di badannya. Lengkap dengan sepatu yang masih menempel di kaki.

         ---000---

Jam menunjukkan pukul 18:00. Si pemilik kamar masih tertidur dengan pulas, tanpa ada seorangpun yang mengusiknya. Bahkan, nyamuk pun tak mendekat. Kemungkinan besar, darahnya pahit. Jadi, nyamuk nggak suka.

'Toktoktok ...' Terdengar suara ketukan pintu.

"Non, bangun. Udah jam 6 sore loh. Non Kimmy, bangun!!!" teriak seseorang sambil menggedor-gedor pintu kamarnya.

"Aduh, siapa coba yang teriak-teriak kurang kerjaan,'' kesalnya langsung bangun karna terganggu suara teriakan dan gedoran di pintu kamarnya.

"Non!!!"

"Iya!!!" balasnya ikut berteriak sambil berjalan gontai menuju pintu kamar.

Pintu terbuka, mendapati bibik yang sedang berdiri di depan pintu.

"Non, dari tadi bibik gedor-gedor pintu, tapi Non nggak bangun-bangun."

"Ada apaan, sih, Bik," tanya Kim bersandar di pintu dengan tampang yang belum sepenuhnya sadar. Lagi tidur nyenyak, tiba-tiba aja dibangunin, ya jadinya linglung lah .

"Itu, Non ... Den Alvin dari tadi nelfonin mulu. Katanya udah nelfon ke hp nya, Non, tapi nggak di

," jelas bibik.

"Emang dianya mau ngapain?'' tanya Kim.

"Ya, bibik nggak tahu."

Di saat yang bersamaan, ponsel Kim yang berada di dalam tas Sekolahnya, kembali berdering.

"Nah, itu pasti Den Alvin lagi," ujar bibik menebak.

Kim langsung merogoh tas sekolah untuk mengambil ponselnya. Ternyata benar, Mr.Killer, itulah nama yang tertera di layar ponselnya.

"Bibik bener," ujar Kim sambil menggeser layar ponselnya. Sementara itu, Bibik berlalu pergi.

"Ya, Pak. Eh, maksudnya, Kak," ujarnya. 

Untung orangnya nggak berada dihadapannya. Kalo nggak, bisa dicium ia gara-gara memanggil Alvin dengan panggilan, Pak.

"Dari mana saja?"

"Maaf, aku ketiduran. Ngantuk berat."

"Aku udah hubungi kamu dari tadi loh."

"Kan udah minta maaf ."

"Aku mau minta tolong, kamu ke sini bentar, ya."

"Ngapain?''

"Ada file ku yang ketinggalan di meja, tolong kamu bawa ke sini."

"Males," balas Kim.

"Ini kali pertama aku minta tolong sama kamu dan kamu menolaknya?"

"Ck ... ya udah, ya udah. Tapi aku mandi dulu." 

"Aku tunggu."

"Hmm," balas Kim menutup percakapannya dengan Alvin.

    Setelah selesai mandi dan berdandan yang rapi, Kim segera menuju ke kantor Alvin untuk mengantarkan sebuah file, menggunakan sebuah taksi yang sudah ia pesan sebelumnya. 

"Maaf, Mbak ... Kak Alvinnya ada?'' tanyanya pada receptionist yang ada di lobby kantor.

"Maaf, adik ini siapa, ya? Apa sudah buat janji dengan Bapak Alvin?" tanya si receptionist sambil menatap ke arah Kim dari ujung rambut sampai ujung sepatunya.

''Ni orang, gue istrinya woy, ya kali gue harus buat janji dulu kalau mau ketemu suami sendiri," batin Kim memberungut kesal.

Hah, oke. Daripada ribet kayak kisah-kisah di FTV, ia ditarik-tarik kayak kuda keluar kantor karena ngaku-ngaku jadi istrinya Alvin, lebih baik ia menghubungi Alvin langsung.

"Kak, Aku udah di lobby, cepetan turun. Kalau Kakak nggak turun, aku pulang," ancamnya langsung memutus hubungan telfonnya dengan Alvin. 

Dan benar saja, tak lama kemudian Alvin datang menghampirinya. Dengan stelan kantor, celana bahan dan kemeja biru yang lengannya sengaja ia gulung hingga siku. Benar-benar memberikan kesan sexy bagi kaum hawa yang memandanginya.

"Kenapa?'' tanya Alvin bingung karena melihat tampang jutek Kim.

"Trus aku harus senyum gitu? Bayangin aja, masa iya aku harus buat janji dulu kalau mau ketemu suami sendiri," Jelas Kim.

"Maksud kamu?" tanya Alvin bingung .

"Ah, sudahlah," elaknya. "Pak Satpam, tolong beliin nasi goreng di depan sana, ya. Ntar, bawain aja ke ruangannya Bapak Alvin," pinta Kim sambil menyodorkan uang pada Pak satpam yang berdiri tak jauh dari posisinya.

"Tapi ..." 

Belum selesai Pak Satpam bicara, Alvin memberi kode agar dia mau melakukan permintaan Kim barusan.

"Baik, Pak," ujarnya sambil berlalu pergi.

"Kamu mau kemana?'' tanya Alvin pada Kim yang berjalan memasuki kantor.

"Ke ruangan Ba--Kakaklah,'' jawabnya yang hampir salah lagi.

"Memangnya kamu tau?'' tanya Alvin yang berjalan mengikuti Kim.

"Taulah," jawabnya yakin. Sedangkan Alvin masih mengekorinya di belakang .

"Bener, kan, di sini," tebak Kim saat sampai di sebuah ruangan .

"Kok, tau?''

"Ponsel Kakak mana?'' tanya Kim.

"Itu," jawab Alvin menunjuk ponselnya yang berada di meja. "Buat apaan?"

"Makanya aku tau, kan pake GPS," jawab Kim.

Saat itu, tiba-tiba pintu diketuk. 

"Masuk," ujar Alvin.

Ternyata Pak Satpam yang di mintai tolong oleh Kim untuk membeli nasi goreng tadilah yang datang. "Maaf, Pak, ini pesanannya," ujarnya .

"Makasih, Pak," ujar Kim yang langsung menyambar kantong yang disodorkan oleh Pak Satpam.

"Permisi, Pak," Pamitnya dan segera keluar dari ruangan Alvin.

Kim duduk di sofa sambil menyantap nasi goreng tanpa memperdulikan adanya Alvin. Sedangkan Alvin sendiri, dia hanya duduk sambil memperhatikan gadis itu yang sedang makan. 

"Kamu lapar atau rakus? '' tanya Alvin bingung.

"Maklum aja, belum makan siang."

"Pulang sekolah?'' tanya Alvin.

''Hmm, belum," jawab Kim. "Soalnya tadi Aku ketiduran. Kalau bibik nggak bangunin mah, Aku masih tidur nyenyak sampe sekarang," jelas Kim masih sambil menikmati makanannya.

"Ck," decak Alvin sambil geleng-geleng.

"Kakak mau?"

"Aku udah makan tadi bareng klien."

"Oowh..."

"Mana berkas yang aku minta?" tanya Alvin.

"itu, ambil aja di dalam tas." Kim menunjuk ke arah tasnya yang berada di meja.

Alvin pun membuka tas milik Kim dan mengambil sebuah map berwarna biru dari dalamnya. Tapi, pada saat itu juga pandangannya mengarah pada obat-obatan yang juga berada di sana.

"Ini apa?" tanya Alvin sambil menunjukkan beberapa obat-obatan pada Kim.

"Aduh, Kak, ada pertanyaan lain nggak? Kalau pertanyaan Kakak cuma itu, anak TK juga tau jawabannya. Udah jelas itu obat," jelas Kim dengan gaya sok pintarnya.

"Jangan sok pintar berdebat denganku," balas Alvin.

"Kan belajar," sahut Kim sambil cengengesan.

"Jadi?'' 

"Aku kan punya maag akut, jadi harus sedia obat sebelum sakit," jelas Kim.

"Kok nggak bilang?"

"Kakak nggak nanya."

"Apa harus ditanya dulu?''

"Tentu saja," jawab Kim.

Lagi-lagi Alvun merasa kalau Kim sedang mempermainkan dirinya. 

Setelah selesai makan ia tidur-tiduran di sofa sambil main tab milik Alvin. Tasnya entah di mana, sepatunya pun entah dimana. Ia merasa ruangan kerja Alvin, sudah seperti kamarnya saja.

"Kak," panggilnya.

"Hmm?''

"Masih lama, nggak, pulangnya?" tanya Kim yang masih tetap fokus pada tab di hadapannya.

"Jam delapan," Jawab Alvin yang juga fokus pada berkas-berkas yang menumpuk di mejanya.

"Kok lama?"

"Ini kerjaan aku masih banyak. Kan dari tadi udah aku suruh pulang duluan."

"Bareng aja, bingung di rumah mau ngapain. Tapi ntar makan di luar, ya," pinta Kim.

"Iya."

Di saat itu juga, tiba-tiba pintu di ketok dari luar.

"Masuk," suruh Alvin.

"Maaf, Pak, ini sudah selesai semua,'' ujar seorang perempuan yang berperawakan tinggi, body kayak gitar spanyol dan dia benar-benar cantik.

"Tolong bilang sama yang lain besok saja lanjutin kerjaannya. Kalian semua pulang saja," jelas Alvin tanpa melihat ke arah sekretarisnya yang di ketahui bernama Alin.

"Ba-baik, Pak," balasnya langsung keluar dari ruangan Alvin.

"Kak, kalau bicara itu liat orangnya, gimana, sih," gerutu Kim.

"Nggak penting."

"Itu sekretaris Kakak?'' tanya Kim lagi.

"Iya," angguk Alvin.

"Cantik!''

"Kamu lebih cantik," balas Alvin bergumam.

"Apa?" tanya Kim kaget. Kupingnya yang salah dengar atau gimana ini. Tapi sumpah, ini tu jelas banget terdengar di telinganya.

"Apa?"

"Kakak ngomong apaan tadi?'' tanya Kim penasaran dan beranjak dari duduknya menghampiri Alvin.

"Apa ... aku nggak ngomong apa-apa,'' elak Alvin masih tetap fokus pada kertas-kertas di mejanya.

"Ih, nyebelin banget, sih," umpat Kim karena Alvin tak mau jujur. Apa berkata jujur membuat image-nya jadi luntur?

Alvin membereskan berkas-berkas kerjanya yang ada di meja, tepat saat jam menunjukkan pukul 20:15.

"Mau makan di mana?'' tanya Alvin sambil merapikan mejanya.

"Sudah selesai, Kak?"tanya Kim bersemangat.

"Ya."

"Kita makan di restoran Jepang, ya?"

Pertanyaan Kim hanya dibalas anggukan oleh Alvin.

Mereka berdua pun segera menuju ke sebuah restoran Jepang yang ada di area pusat perbelanjaan. 

"Aku udah mutusin kalau kita akan tinggal di rumah kita sendiri," ujar Alvin pada saat menunggu pesanan makanan datang.

"Maksud Kakak?''

"Aku udah beli rumah untuk kita tempati," terang Alvin yang langsung membuat Kim kaget. 

"What! Kenapa pake beli rumah segala, sih. Kan kita bisa tinggal bareng Mama Papa,'' komentar Kim agak keberatan dengan keputusan Alvin.

"Supaya kamu nggak terus-terusan bergantung sama Bibik dan sama Mama Papa," jelas Alvin.

"Tapi, Kak ..."

"Udah, nggak usah koment, lanjutin makan," sanggah Alvin.

Bukannya nggak mau berpisah sama kedua orang tuanya, tapi, memikirkan kalau harus tinggal berdua sama Alvin lah yang membuatnya merasa was-was.

Setelah selesai makan malam, mereka berdua pun kembali ke rumah.

"Malam, Pa, Ma," sapa Alvin dan Kim pada William dan Jessica yang saat itu berada di ruang keluarga.

"Malam," balas keduanya. 

"Kim, kamu pasti gangguin Alvin, ya, di kantornya," omel Jessica pada putrinya.

"Ih, Mama, kok gitu, sih," sungut Kim atas tuduhan mamanya.

"Nggak, kok Ma," bela Alvin.

"Tuh, Mama denger, kan, Kak Alvin bilang apa."

"Iya, iya, tau ... sekarang udah ada yang belain," ejek Jessica.

Makan sudah, nonton tv sudah, baca majalah juga sudah. Saatnya tidur. 

 "Jangan langsung tidur, belajar dulu paling tidak 15 menit!" seru Alvin yang masih sibuk berkutat dengan laptopnya.

"Capek," rengek Kim yang dibalas tatapan menakutkan dari Alvin, yang seolah ingin memakan gadis itu hidup-hidup.

"Gini, nih, punya suami yang berprofesi sebagai guru, hidup nggak bakal jauh-jauh dari yang namanya buku," gerutu Kim sambil beranjak menuju meja belajarnya dengan langkah malas.

Jadilah, waktu tidurnya tertunda hingga 20 menit karena dipaksa belajar oleh Alvin.

"Kak, udah bilang sama Papa Mama, kan, masalah kita pindah rumah?" tanya Kim yang sudah berada dibalik selimut.

"Udah," jawab Alvin dengan suara seraknya.

"Trus, mereka nggak ngelarang gitu?"

"Yang bawa kamu itu adalah suami kamu, masa iya Papa Mama ngelarang," terang Alvin.

"Eh, tapi aku kok ngerasa Kakak jadi banyak omong gini, ya. Nggak kayak kemarin-kemarin, nyebelin." 

Kim yakin, omongannya barusan pasti bakal direspon Alvin dengan ocehan.

Tingtong.., tingtong....

2 menit.

3 menit.

Tak ada respon....

Tak mendapat respon apa-apa, Kim mengarahkan pandangannya pada Alvin yang ada di sebelahnya.

"Kok malah tidur, sih, aku kan masih ngomong," ceracau Kim karena Alvin malah tidur.

Tapi tunggu, ternyata Alvin hanya pura-pura tidur. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
liem ie jen
Trru I. Even thoughnn m nnnnnna nin. Ji p ouu jnup jj n jualan i jn
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status