Hari sidang skripsi pun tiba.
Felicia mematut dirinya di depan cermin setelah mengenakan jas almamaternya. Rambutnya sengaja ia kuncir ekor kuda agar tidak menyulitkannya saat presentasi nanti. Sesekali ia menghela nafas demi menenangkan diri. Dalam beberapa jam ke depan ia akan menghadapi para dosen penguji juga menjadi Sarjana Farmasi. "Gue pasti bisa." Ia merapalkan kata-kata itu untuk dirinya sendiri.
"Udah siap, Fel?" tanya Emily yang berdiri di ambang pintu kamar Felicia sembari menatap anak perempuannya penuh rasa haru. Karena pada akhirnya setelah perjuangan panjang, Felicia akan mencapai titik akhir kuliahnya.
Felicia berbalik dan mengangguk. Ia pun menghampiri Ibunya dan menyalaminya dengan khidmat. "Doain Felic ya, Bu. Biar lancar dan lulus."
Ansel mengikuti kemana Felicia pergi setelah mendengar hal tidak terduga dari gadis yang menemui Felicia. Tadinya ia ingin memberikan mantan kekasihnya itu bucket bunga, tapi ia urungkan saat mendengar pembicaraan mereka. Ia merasa terluka saat melihat wajah Felicia yang terlihat kecewa dan sedih.Felicia duduk di kursi taman yang saat itu sepi karena hampir semua mahasiswa berada di halaman depan gedung kampus.Ansel pun menghampiri Felicia dan duduk di sampingnya. "Lo gak apa-apa?" tanyanya dengan suara lembut.Felicia hanya menatap sekilas pada Ansel dan mulai terisak sembari menutupi wajahnya. "Gue bodoh banget.""Udah jangan sedih. Ini kan hari bahagia lo. Lagian emang lo yakin dengan yang dikatakan tuh cewek?" tanya Ansel yang membuat Feli
Jayden hanya menyusuri sudut-sudut kota sampai ke pinggiran kota. Ia pun menghentikan mobilnya di pinggir sebuah sungai. "Brengsek!"......."Lo darimana aja?" tanya Gladys yang khawatir melihat Jayden baru pulang ke rumah hampir tengah malam. Padahal ia, Om Jordan-- Ayah Jayden dan Melisa-- Ibu Jayden sudah menunggu sejak jam makan malam demi merayakan kelulusan anak mereka. Tapi Jayden tak kunjung pulang."Bukan urusan lo!" Jayden langsung naik ke kamarnya dan menutup pintunya keras-keras. Ia langsung membanting tubuhnya sendiri di atas kasur dan memiringkan tubuhnya, seperti saat pertama kali Felicia menginap dan merawatnya yang sedang sakit. Ia kembali membenamkan wajahnya di bantal demi menahan emosional dalam dirinya...........Felicia hanya menatap layar ponselnya yang tidak ada satu pun notif dari Jayden. Seolah semua itu menjadi petunjuk jika yang Gladys katakan adalah benar. Jik
"Lo yakin bakal kerja di Jogja, Fel? Lo kan belum ketemu Jayden lagi," ucap Ansel yang menyayangkan keputusan Felicia untuk merantau ke kota yang cukup jauh dari Jakarta. Meski hubungan mereka kini hanya sekedar teman, Ansel berharap Felicia bisa terus di sini dan ia akan melindunginya sebagai sahabat. Apalagi Felicia pergi dengan tanda tanya besar dalam benaknya yang jelas akan menjadi beban untuk gadis itu nanti.Felicia hanya tersenyum getir. Masih hangat dalam ingatannya kejadian yang ia lihat kemarin lusa. Ketika ia akan berpamitan dengan Jayden sekaligus meminta penjelasan dari pria itu. Memang salahnya juga setelah mengirim pesan terakhir pada pria itu, Felicia langsung membuang simcardnya tanpa menunggu balasan. Akan tetapi jika semua yang dikatakan Gladys salah, kenapa Jayden malah mengabaikannya? Bukannya datang ke rumah lalu menjelaskan semuanya? Apa diamnya Jayden pertanda ucapan Gladys itu benar? Iya kan?
Saat kuliah apoteker dimulai, Jayden sempat beberapa kali bertemu dengan Ansel yang kebetulan juga melanjutkan kuliah di kampus lama mereka. Jayden tidak pernah menyapa Ansel, begitu pula sebaliknya. Ansel memilih diam karena merasa tidak ada keperluan apapun pada pria itu. Apalagi setelah Jayden mengabaikan Felicia, Ansel benar-benar marah. Ansel memang tidak sepenuhnya baik, tapi membiarkan Felicia dalam kesalahpahaman yang Jayden diamkan ... Ansel marah. Meski ia tidak tahu yang sebenarnya terjadi, tapi yang Jayden lakukan tetaplah salah. Mendiamkan Felicia begitu lama hingga gadis itu terlarut dalam kesalahpahaman yang membuatnya terluka.Ansel tidak mau tahu yang terjadi sebenarnya dengan Jayden. Yang ia tahu, Jayden akan segera menyesal dengan perbuatannya pada Felicia.Jayden kuliah sama gue. Tapi beda kelas.Ansel mengirim pesan tersebut ke Felicia meski gadis itu jarang membalas pesann
Seperti acara wisuda pada umumnya. Sebuah gedung besar di pusat kota menjadi tempat langganan kampus Jayden untuk melaksanakan prosesi wisuda.Aula tempat wisuda berlangsung pun sangat luas dan dihadiri ribuan mahasiswa termasuk dari jurusan-jurusan non Farmasi. Acara itu begitu megah dengan dimulai pembukaan dan pentas seni yang kampus Jayden miliki. Juga penampilan band-band ternama.Tapi puncaknya adalah ketika satu persatu nama wisudawan wisudawati disebutkan. Jayden mendengarkan dengan seksama hingga namanya disebut. Bahkan hingga nama dari jurusan Farmasi disebut tidak ada nama Felicia. Ia pun semakin dibuat heran."Kemana Felicia?"Bahkan hingga acara berakhir dan seluruh peserta wisuda bubar dan sibuk berfoto di pelataran gedung, Jayden
Menepati janjinya, Jayden kuliah dengan sangat tekun. Jauh lebih rajin dibanding saat kuliah S1 dulu. Tujuannya hanyalah ingin mendapatkan nilai bagus saat lulus nanti ditambah pertemuan dengan Felicia yang sudah ia bayangkan membuat pria itu jauh lebih bersemangat.Setelah kuliah teori selama enam bulan dan pelaksanaan ujian seperti kuliah biasanya. Jayden pun akhirnya melakukan praktek lapangan. Biasanya setiap bulan tempat praktek akan berpindah. Rumah sakit, apotek dan perusahaan Farmasi.Sampai akhirnya tempat praktikum lapangan terakhirnya, membuat Jayden menyunggingkan senyumannya.PT. Agra Lestari, Jogjakarta.Ansel yang menyadari keanehan teman praktikum lapangannya itu meski mereka tidak satu kelas dulu saat teori Apoteker merasa
"Ngapain lo?" tanya Ansel saat melihat Jayden sibuk mengotak atik ponselnya sejak mereka masuk ke kamar.Jayden mendesah pelan. "Lo pasti tahu nomor Felicia yang baru kan? Ngaku lo?" tanya Jayden yang berusaha mencari info soal Felicia namun hasilnya nihil. Felicia kan sudah mengganti nomornya sejak pesan terakhir yang dia kirimkan dulu. Ia juga tidak tahu bersama siapa Felicia bekerja di perusahaannya yang sekarang."Gue gak tau. Lagian besok juga lo ketemu sama dia. Besok kan kita mulai PKPA-nya.""Apa sih? Kalian ngomongin Felicia?" tanya Johan yang tidak tahu banyak soal yang terjadi di antara Jayden, Ansel dan Felicia. Karena ia dan Bina memang baru mengenal mereka dan sebelumnya mereka kuliah S1 Farmasi di kampus yang berbeda dari Jayden dan Ansel.
Saat pulang, Jayden benar-benar sudah tidak bersemangat. Ia pun memilih berbaring di ranjangnya sembari menatap ke langit-langit kamar.Johan dan Ansel yang baru saja membeli makanan di luar sampai bingung melihat Jayden berbaring dengan wajah kesal."Kenapa lo?" tanya Ansel yang sebenarnya tidak mau peduli apalagi sejak Jayden tiba-tiba pergi."Menurut lo, Felicia gampang buka hati lagi gak sih?" tanya Jayden tiba-tiba.Ansel mengerutkan keningnya lalu duduk di kursi dekat ranjang mereka. "Gak sih menurut gue. Apalagi saat dia fokus dalam satu hal, cinta-cintaan mungkin urusan ke sekian buat dia. Makanya gue sempet kaget waktu dia nerima lo."Jayden tersenyum miring. "Itu karena pesona gue le