Dylan mengambil alih makanan penutup tersebut kemudian meletakkan ke atas meja yang tak jauh dari mereka. Belum selesai disitu, Dylan menarik pinggang Atlanta dan mulai mencium bibir Atlanta dengan lembut.
“Kau pikir aku membawamu kemari hanya untuk makan?” bisik Dylan di tengah cumbuan mereka.
Atlanta menahan senyuman dan membalas ciuman Dylan tak kalah panas. Tangan Dylan perlahan bergerak untuk menurunkan gaun Atlanta. Tapi ciuman mereka berhenti ketika Dylan merasakan sesuatu yang basah di punggung Atlanta.
Mata Dylan sukses membulat sempurna melihat jari-jarinya yang terkena darah setelah menyentuh punggung Atlanta. Dylan langsung menyingkap rambut Atlanta dan melihat punggung istrinya.
Benar saja, lagi-lagi tubuh Atlanta mendapatkan luka. Padahal mereka baru berpisah selama dua puluh menit.
“Sayang, apa yang terjadi?” suara Dylan terdengar panik.
“Hah?” Atlanta masih melongo karena Dylan yang mengakh
Dylan selesai mengobati luka Atlanta dengan cekatan. Selama terdiam juga Atlanta baru bisa berpikir jernih. Atlanta tahu jika marahnya Dylan tadi adalah bentuk rasa khawatir kepadanya. Hal tersebut sangat wajar terjadi.Suami mana yang tidak khawatir setengah mati melihat istrinya tiba-tiba mendapatkan luka yang cukup parah? Hal itu adalah reaksi alamiah. Seharusnya Atlanta senang karena hanya Dylan yang satu-satunya peduli kepadanya di muka bumi ini.Walau Atlanta tidak bisa menebak apakah Dylan masih berpihak padanya atau tidak setelah identitas Atlanta terbongkar nanti.“Sayang,” panggil Atlanta dan Dylan secara serempak.“Kau dulu.” Dylan kembali mengalah dan memberikan Atlanta kesempatan untuk bicara duluan.Atlanta mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Dylan kemudian menundukkan kepala.“Maafkan aku. Aku salah. Aku sudah kelewatan padamu. Aku sungguh minta maaf. Kau pantas menghukumku,” ujar Atl
Atlanta bangun dalam posisi tengkurap. Ternyata luka di punggungnya terasa jauh lebih perih saat terkena air sabun. Dalam hati Atlanta menyesal karena seharusnya ia membuat Jonathan terluka lebih parah darinya.Setelah bangun, Atlanta menggunakan bath robe kemudian duduk melamun di pinggir ranjang. Terlalu banyak hal di benaknya saat ini.“Sayang?” Atlanta tak bisa menemukan Dylan di kamar hotel setelah Atlanta memeriksa semua ruangan yang ada.Satu setel pakaian di atas meja makan enarik perhatian Atlanta, beserta sebuah kertas kecil di sampingnya.“Aku pergi ke restoran bawah untuk membeli makanan kesukaanmu. Menu sarapan pesan antar hotel bukan menu kesukaanmu, jadi aku memutuskan untuk membelinya lagi.” Atlanta membaca pesan singkat yang Dylan tinggalkan untuknya.Atlanta berdecak pelan. “Kenapa dia mau repot-repot karena aku tidak suka makanan itu?”Atlanta segera mengganti pakaiannya menjadi pa
Dylan membuka pintu, mendapati Atlanta tengah berdiri menghadap jendela besar dan buru-buru menyimpan ponselnya.“Sayang, kau sudah kembali?” sambut Atlanta dengan seulas senyuman.Dylan menunjuk pintu di belakangnya menggunakan ibu jari. Raut wajahnya datar, tak membalas senyuman Atlanta.“Sayang, apa semalam kau terkena serpihan kaca di dekat restoran?”“Apa?” Atlanta tercengang, terkejut Dylan bisa mengetahui hal itu.Atlanta menghampiri Dylan. “Apakah sesuatu terjadi di dekat restoran?” tanyanya, pura-pura tak mengetahui hal itu.Dylan meletakkan makanan yang sudah ia beli di atas meja makan. “Toilet lantai bawah dekat restoran kacanya pecah. Lukamu hanya bisa di sebabkan oleh benda tajam.”Atlanta ber-oh ria pelan. “Karena itu kau mengira pecahnya kaca di toilet berhubungan dengan lukaku?” suara Atlanta masih tenang dan pelan.Dylan memegang lengan Atl
Dylan mengetuk-ngetuk jemari di atas meja makan hotel. Memikirkan kembali reaksi Atlanta yang sangat aneh. Atlanta bisa mengubah reaksi manisnya menjadi asam dalam waktu sekejap.“Apa Atlanta bipolar? Ah tidak, emosinya tidak seburuk itu.”Menatap makanan yang tidak sempat Atlanta sentuh, Dylan memilih membuang makanan tersebut. Suasana hatinya sedang tak baik sejak ia kembali bertengkar dengan Atlanta.“Aku baru tahu jika Atlanta bisa semarah itu. Aku sampai mengira kepribadian sinis dan dinginnya sudah hilang semenjak menikah. Ah, benar. Manusia mana yang bisa berubah dalam semalam? Kau bodoh Dylan, seharusnya kau tidak perlu menyinggungnya lagi. Tapi aku tidak bisa menahan rasa penasaranku.”“Lupakan, aku akan memasan lagi untuk Atlanta ketika sudah di rumah.”Dylan mengambil kunci mobil dan memutuskan untuk segera pulang. Takut Atlanta sudah menunggunya di apartemen.***Kegiatan Atlanta hari in
Atlanta membuka pintu kulkas, mengambil sereal kesukaannya. Kali ini Atlanta memakannya dengan susu.“Sayang, kemarilah.” Dylan menepuk sofa, menyuruh Atlanta segera duduk di sampingnya.Tanpa membantah Atlanta membawa makanan kesukaannya dan di letakkan di meja ruang tengah sebelum duduk di sebelah Dylan. Atlanta menuangkan sereal ke mangkuk susu.“Kau belum kenyang? Aku lihat tadi kau makan lebih banyak dari Valeria,” komentar Dylan.Tentu saja Atlanta masih merasa kelaparan karena seharian ini Atlanta tidak sempat makan saking sibuknya bekerja.“Aku hanya ingin mengemil. Tenang saja, aku tidak akan menjadi gendut,” balas Atlanta.Dylan mencubit pipi Atlanta gemas. “Aku tidak pernah khawatir kau gendut atau tidak. Aku hanya khawatir kau akan muntah karena terlalu kenyang.”“Tenanglah, tidak akan. Aku tahu batasanku.”Atlanta mulai melahap sereal. Selagi Atlanta makan
Dylan dan timnya mendapatkan tugas untuk mengawasi pesta mewah yang sedang di gelar di salah satu hotel mewah. Mereka mencurigai adanya spionase industri di pesta semewah ini.Zunaira di tugaskan di lapangan dan berbaur dengan para tamu undangan karena ia satu-satunya wanita yang ada di timnya. Hari ini Zunaira tampil anggun.Sementara Dylan, Orion dan yang lainnya berjaga di luar dan balik layar. Dylan bisa memantau semuanya melalui CCTV di ruang teknis khusus CCTV.“Titik B, clear,” ujar Atlanta.“Titik D, clear,” sahut Valeria dari sudut sana.“Zunaira gaun tosca pendek, ada di titik C,” kata Atlanta.Mata elang Oliver bisa menemukan keberadaan Zunaira dengan cepat. Masih memiliki dendam yang belum terselesaikan, Oliver memutuskan untuk menawarkan diri.“Zunaira? Biar aku yang bereskan.”“Dapatkan ponsel Zunaira, dia memotret aku dan Lay barusan,” perintah Atlanta.
CHAPTER 62 Sudah empat hari Atlanta duduk di depan komputer untuk menyelesaikan pekerjaan. Rasanya jari-jari Atlanta ingin patah saat ini juga. Atlanta mendesah pelan karena akhirnya tugas bagiannya sudah selesai. Atlanta adalah sebuah pilar Hilton. Posisi Atlanta menggantikan hackers hebat yang sudah pensiun delapan tahun yang lalu.Atlanta berjalan lemas dan menghempaskan tubuhnya ke sofa. Atlanta sudah kehabisan tenaga hanya untuk pergi untuk mengambil makanan layak. Mengambil ponsel, Atlanta di kejutkan dengan tiga buah panggilan tak terjawab dari Dylan. Seketika rasa kantuk Atlanta yang sudah di tahan berhari-hari lenyap seketika.“Dylan? Tumben sekali dia menelepon.”Tak ingin kembali ada salah paham, Atlanta menghubungi Dylan kembali. Kali ini tak perlu menunggu lama Dylan mengangkat panggilannya.“Sayang, maaf aku baru menyalakan ponselku.”
Hari ini Dylan pulang ke rumah setelah satu minggu bekerja. Walau Dylan hanya memiliki dua hari libur, tapi Dylan tetap bersemangat pulang ke rumah.Dylan dan Atlanta menghabiskan pagi seperti pasangan pada umumnya, memasak dan sarapan bersama. Hari ini Dylan ingin mengajak Atlanta pergi jalan-jalan. Hal yang selalu Dylan lakukan saat Dylan pulang ke rumah. Suatu hal penting yang tak boleh mereka lewatkan.Pakaian Atlanta hari ini cukup santai dan sangat sederhana, sebuah gaun hitam selutut berenda putih di bagian leher. Rambut panjang Atlanta di biarkan terurai begitu saja. Sementara Dylan menggunakan atasan berwarna biru dongker bermotif putih dan celana jeans.“Kau mau pergi ke pemakaman?” komentar Dylan melihat pakaian yang Atlanta gunakan hari ini. Di dukung dengan Atlanta menggunakan aksesoris kaca mata hitam.“Tentu saja bukan,” balas Atlanta.“Kau cantik, tapi sedikit menyeramkan. Tidak apa-apa, ayo pergi ke ba