Share

Mysterious CEO
Mysterious CEO
Penulis: BEBBIKITTEN

Bab 1. Pertemuan Pertama.

Dalam perjalanan menuju kantor, Dean mengarahkan pandangannya ke jendela mobil. Bias kaca gelap membuat Dean seakan kembali merangsang pikirannya pada masa lalu yang muram. "Jangan kau pikir bisa lolos dariku, Eduardus. Aku akan membalas semua perbuatanmu," geramnya dalam hati. Ia mengepalkan tangan, "Kau sudah membuat dua wanita yang paling kucintai meninggal. Jadi kau harus___"

Drttt.... Drtt....

Getaran ponsel membuat Dean menghentikan pikirannya. Diambilnya ponsel dari saku jas hitam yang sangat mahal. Mata Dean yang tadinya tajam kini berubah cemerlang saat melihat nama si penelepon. "Halo, Mom?" sapanya pelan.

"Dean!" pekik wanita di balik telepon, "Apa benar kau sudah bertemu dengannya? Bagaimana keadaannya, Dean? Apa dia baik-baik saja? Apa dia kurus, gemuk atau___"

"Mom?" sergah Dean yang membuat wanita itu menghentikan perkataannya. Ia tersenyum lalu berkata, "Aku belum bertemu dengannya, Mom. Tapi kemungkinan hari ini aku akan bertatap muka dengannya secara langsung."

"Oh, Dean, Mom ingin sekali bertemu dengannya. Mom sangat merindukannya."

Dean terkekeh, "Sabar, Mom. Pasti akan ada waktunya Mommy bertemu dan bertatap muka dengannya secara langsung. Mom masih ingat pesan ibunya, bukan?"

"Iya, Sayang, Mommy masih ingat. Itu sebabnya Mommy rela menahan rindu sampai waktunya tiba, tapi___"

"Tapi apa, Mom?"

"Tapi kau harus janji dulu pada mommy."

"Janji apa, Mom?"

"Kau harus janji pada Mom, seandainya dia sudah bersamamu nanti, jangan siksa dia, Dean. Jangan kejam-kejam padanya."

 

Dean tertawa, "Aku janji, Mom. Lagi pula aku tidak mungkin setega itu padanya. Kalau aku berani melakukannya, bisa-bisa ibunya akan datang dan menggangguku setiap malam."

Wanita di balik telepon tertawa. "Baiklah, kalau begitu. Jaga dirimu, Dean. Jaga dia juga, ya?"

"Tanpa Mommy suruh pun aku pasti akan menjaganya. Mom tenang saja."

"Kau benar-benar putra andalan Mommy. Ya sudah, kalau begitu sampai nanti. Bye."

Tut... Tut...

Di sisi lain.

Kensky berjalan di atas trotoar. Indahnya kota New York membuat wanita pemilik warna rambut hijau keabu-abuan yang tergerai panjang itu senang berjalan kaki setiap hari. Di samping tidak punya kendaraan, ia memang lebih senang berjalan kaki di waktu pagi. Wajahnya yang cantik dan lembut begitu berseri-seri saat terkena angin.

Drtt... Drtt...

Bunyi getaran ponsel membuat Kensky meraih benda portable itu dari dalam tas salempangnya. Sambil terus berjalan tanpa melihat air yang tergenang di sepanjang jalan, Kensky terus melangkah lalu menyambungkan panggilannya. "Halo, Tan?"

"Kau di mana, Sky? Kau jadi kan ke apartemenku pagi ini?"

Kensky menepuk jidat, kemudian menghentikan langkahnya sesaat, lalu melanjutkannya lagi. "Ya ampun, aku lupa. Maafkan aku, Tanisa, aku belum sempat menceritakannya padamu, ya? Permohonanku sudah diterima oleh instansi yang kau referensikan padaku tempo hari."

"Benarkah? Aku ikut senang, Sky. Sekarang kau di mana?"

"Aku di jalan menuju kantor. Jam sembilan nanti aku akan ikut wawancara di sana."

"Jam sembilan? Ini kan masih jam tujuh, Sky."

"Memang. Tapi aku sengaja datang sekarang, karena aku ingin mampir di Bebbi Cafe dulu untuk sarapan. Mungkin nanti selesai wawancara baru aku akan___"

Byur!

Cipratan air kotor membasahi seluruh tubuh, rambut dan ponselnya. Air yang berwarna cokelat itu bahkan berhasil masuk ke dalam mulut Kensky.

"Uwek." Kensky memuntahkannya. "Dasar brengsek!" pekiknya keras. Dilihatnya mobil sedan berwarna hitam baru saja melewatinya. Ia teringat pada Tanisa lalu dengan cepat menempelkan ponselnya ke telinga tanpa memperdulikan mobil itu lagi. "Halo, Tan? Halo!" Ia menatap layar ponselnya yang kini berwarna hitam. "Kenapa tidak bersuara, ya?" Ditekannya tombol kunci untuk menyalakan layar, tapi ternyata handphone-nya mati total.

Kensky mengingat-ingat lagi, apakah daya batreinya tadi habis atau tidak? Seingatnya handphone itu semalam di-charge full dan tadi pagi hanya berkurang dua persen. Ia menekan lagi tombol on-off untuk menghidupkannya, tapi hasilnya sama. Mati. "Aggrrhh!" pekiknya keras, "Jangan sampai handphone-ku rusak."

Kensky menatap dirinya sendiri. Rok hitam ketat, licin yang panjangnya sampai paha itu sudah basah. Kemejanya yang putih, berlengan panjang kini berubah menjadi cokelat. Ia bahkan bisa merasakan kalau underwarenya juga ikut basah.

Kensky ingin menangis. Dengan kesal ia berkata, "Ya ampun, bagaimana ini? Mana aku belum sarapan, lagi." Ia berteriak, "Dasar mobil brengsek!"

Zet!

Tanpa Kensky sadari ternyata mobil itu sudah berhenti sejak tadi. Karena tatapan dan pikirannya baru terfokus pada mobil itu, ia pun terdiam saat menatap sosok dari balik kemudi yang keluar dan membukakan pintu di bagian belakang. Ditatapnya seorang pria bertubuh tinggi dan kekar keluar dari mobil. Rambutnya yang berwarna kecokelatan  dan acak terlihat mempesona saat terkena paparan sinar matahari.

"Oh, my God!" pekiknya dalam hati. Lutut Kensky langsung lemas saat pria itu berbalik. Dia sangat tampan dengan rahang tegas dan kokoh yang berjambang.

Mata abu-abu lelaki itu menatap tajam. Dengan langkah gontai ia mendekati Kensky. "Kau bilang apa tadi?" tanyanya pelan.

"Ya ampun, suaranya," batin Kensky. Ia ingin pingsan saja karena tak tahan melihat ketampanan pria itu. Tapi perlakuan yang baru saja ia terima membuat sikap galak Kensky akhirnya muncul. Tatapannya berubah garang. "Kataku brengsek. Kenapa? Supirmu telah membuat diriku basah. Bukan hanya itu juga, ponselku rusak."

"Supirku?" Pria itu berbalik menatap lelaki berjas hitam yang berdiri di belakangnya. "Apa benar kau yang melakukannya?" tanyanya basa-basi.

Supir itu menunduk untuk minta maaf, tapi si pria pemilik mobil mencegahnya dan kembali menghadapi Kensky. "Dia tidak melihat air itu, Nona! Sama sepertimu yang berjalan tidak pakai mata," ketusnya.

Mata Kensky melotot sambil berkacak pinggang. "Jalan itu pake kaki, Tuan, bukan mata! Supirmu yang harusnya menyetir pakai mata! Masa dia tidak bisa melihat air yang tergenang dan para pejalan kaki yang lewat. Untung hanya aku, kalau banyak orang yang lewat, bagaimana? Lihat!" Kensky menunjuk tubuhnya yang kotor. "Dia sudah membuatku berantakan pagi ini."

Si Supir itu mendadak maju untuk meminta maaf, tapi lagi-lagi si pemilik mobil mencegahnya. "Apa yang kau inginkan sekarang, Nona?" tanyanya pada Kensky.

"Minta maaf dan ganti rugi! Sudahlah soal pakaian, tapi ponselku." Kensky memperlihatkan ponselnya yang berlayar hitam. "Lihat, ponselku tidak bisa hidup lagi," katanya sambil menekan tombol on-off untuk menghidupkan layar yang memang sudah tidak bisa.

"Ganti rugi! Memangnya kamu siapa?"

"Kensky. Aku Kensky Revina."

Mata sang pria terbelalak. "Kensky Revina? Kenapa namamu bisa sama dengan calon istriku, ya? Atau jangan-jangan kau adalah calon istriku?" Tatapannya tajam seakan menusuk.

Tapi Kensky tidak terintimindasi. Ia berdecak dan balas menatap pria itu. "Nama boleh sama, tapi orangnya berbeda, Tuan."

"Aku tidak tahu. Lagi pula aku sendiri belum pernah bertatap muka dengan wanita itu. Dari ciri-cirinya memang kalian sama persis."

Kensky mulai kesal. "Tuan, namaku adalah Kensky Revina Oxley. Apa calon istri Anda nama belakangnya seperti itu?"

Pria itu semakin mendekati Kensky. Nadanya bahkan tidak mau kalah. "Tapi kenyataan namanya memang sama. Nama lengkapnya juga Kensky Revina Oxley." Pria itu menyeringai.

Kensky terkejut. "Itu tidak mungkin!"

"Tapi itu mungkin, Nona. Nama ayahmu Eduardus Oxley, kan?"

Lagi Kensky ternganga. "Dari mana kau tahu nama Daddy?" bentaknya.

Lelaki itu menyeringai. "Kalau begitu tebakanku benar. Perkenalkan, namaku Dean Bernardus Stewart," katanya seraya mengulurkan tangan untuk berjabat. "Aku calon suamimu, Sky."

"Itu tidak mungkin. Aku tidak mengenalmu!" pekiknya.

Didekatinya Kensky lalu berbisik, "Ayahmu sudah menjodohkan kita sejak kecil, Sky. Itu artinya kau sudah ditakdirkan milikku untuk selamanya." Dean mundur berapa langkah menjauhi Kensky lalu memborong wajah dan tubuh gadis itu dengan tatapannya yang membuat hati wanita sekeras apa pun pasti meleleh. "Aku tak menyangka, ternyata calon istriku sangat cantik dan ...," Ia kembali mendekati Kensky lalu berbisik, "sangat menggairahkan."

Mata indah Kensky melolot. "Apa katamu?!" Ia meraih sepatu flat-nya kemudian memukuli tubuh Dean. "Dasar pria brengsek! Aku bukan calon istrimu! Aku tidak mengenalmu dan ayahku tidak pernah menjodohkan aku!"

Teriakan Kensky mengundang orang-orang untuk menatap mereka. Dean yang memanfaatkan kesempatan itu, dengan sigap merebut sepatu Kensky dan semakin membuat gadis itu kesal.

"Kembalikan sepatuku!"

"Kau ini ternyata berisik juga, ya?" Dean menjauhkan sepatu itu dari Kensky lalu melemparkannya ke tengah jalan. "Ambil sana kalau mau."

Dengan kesal Kensky pun berlari ke tengah jalan dan mengambil sepatunya. Ketika sudah berhasil mengambil sepatunya, ia berbalik dan melihat mobil Dean sudah tidak ada. "Dasar laki-laki, gila! Berani-benarinya dia mengaku calon suamiku!"

Kensky terpaksa memutar balik ke arah jalan. Karena waktunya tak cukup lagi untuk kembali ke rumahnya, ia akhirnya berjalan kaki menuju apartemen Tanisa yang kebetulan tak jauh dari situ.

Ting! Tong!

Tak membuang waktu lama ia pun sampai di sebuah apartemen sederhana yang ada di pusat Kota. Dipencetnya bel dan sosok tuan rumah pun muncul.

Ting! Tong!

"Sky!" Tanisa terkejut saat melihat sahabatnya dalam keadaan kotor dan basah. "Apa yang terjadi padamu?" Ia menahan tawa.

"Maukah kau meminjamkan pakaian untukku?"

Tawa Tanisa tak bisa ditahan lagi. Ia terbahak-bahak. Setelah puas, ia kemudian mempersilahkan Kensky masuk. "Kau habis tercebur, ya?" Ia berjalan lebih dulu, mengambil handuk bersih untuk sahabatnya itu. "Mandilah, aku akan menyiapkan pakaiannya."

Kensky menurut. Gadis bertubuh mungil dan berkulit putih itu berjalan menuju kamar mandi. Sementara Tanisa yang berambut gelap dengan kulit eksotis hanya bisa menahan tawa melihat tubuh dan rambut panjang sahabatnya itu yang biasanya rapi, kini menjadi lepek dan kotor.

Sejurus kemudian Kensky keluar dari kamar mandi. Sebagian tubuhnya yang tidak tertutup handuk terlihat bercahaya. Rambutnya yang panjang dibungkus dengan handuk putih."

"Memangnya yang terjadi sampai kau seperti ini? Apa saking seriusnya mengobrol di telepon tadi, kau tidak melihat jalan dan jatuh ke selokan, begitu?" ledek Tanisa. Ia menahan tawa karena merasa lucu setiap kali mengingat penampilan Kensky saat datang tadi.

Sambil mengeringkan tubuh dan mulai memakai pakaian dalam yang sudah disediakan Tanisa, Kensky mulai bercerita, "Tadi saat asik bicara denganmu di telepon, tiba-tiba sedan hitam lewat dan melindas air yang tergenang di sepanjang jalan. Air itu mengenai tubuh dan merusak ponselku."

Tanisa tertawa. "Ya ampun, kau pasti sangat malu." Ekpresinya berubah. "Tapi kenapa ponselmu bisa rusak? Memangnya ponselmu kena air?"

Kensky mulai mengancingkan kemeja putih yang berlengan panjang. "Kurasa begitu. Aku meletakan ponsel itu di telinga kiri, sementara pancaran airnya dari sebelah kanan." Ia menghentikan jari-jari lentiknya tepat di kancing terakhir. " Kau tahu, air kotor itu bahkan sempat masuk ke mulutku dan untung saja pejalan kaki yang lain tidak ada."

Tanisa terbahak lagi. "Ya ampun, Sky, sial sekali harimu ini." Gadis itu tertawa terpingkal-pingkal.

"Sial? Enak saja kau bilang sial. Kalau aku sial, hari ini tidak akan ada jadwal wawancara untukku di perusahan itu."

Tawa Tanisa perlahan terhenti. Ditatapnya Kensky yang sudah mengenakan kemeja putih polos juga rok hitam ketat yang panjangnya di atas lutut. Mereka memiliki tubuh yang sama. Ukuran underware bahkan sama, hanya saja Tanisa sering mengenakan bra yang ukurannya lebih besar dari aslinya, agar dadanya terlihat berisi.

Tanisa menahan tawa. "Pasang silikon di mana, Miss?" ledeknya lalu tertawa.

Dilemparkannya handuk setengah basah itu di wajah Tanisa. "Suntik silikon, enak saja kau bicara." Ia berjalan menuju meja rias yang posisinya dekat pintu.

Tanisa menatapnya dengan tawa yang masih terdengar. "Lalu bagiamana selanjutnya, apa mobil itu tidak berhenti? Apa pemilik mobil itu tidak bertanggung jawab?"

Kensky menceritakan perdebatan yang terjadi di antara dirinya dan Dean sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Calon suami?" tanya Tanisa dengan nada terkejut. "Kenapa dia berkata begitu, ya?"

Kensky mengangkat bahu. "Ya, tapi katanya seperti itu. Dia bahkan menyebutkan nama Daddy dengan lengkap. Aneh, bukan?"

Tanisa berdiri mendekati Kensky. "Aneh memang, tapi kenapa tebakkannya bisa benar, ya? Atau jangan-jangan benar yang dia katakan kalau ayahmu telah menjodohkan kalian?"

Kensky meraih sikat rambut dan mulai menyisir rambutnya yang setengah basah. "Entalah, tapi aku rasa dia hanya mengada-ngada. Kalau memang demikian, Daddy pasti sudah mengatakan hal itu sejak dulu dan sudah mempertemukan kami. Daddy juga pasti akan melarangku begini-begitu dan lain-lain demi menjaga perasaan pria itu, tapi faktanya tidak, kan? Daddy bahkan tidak membahas soal perjodohan itu selama ini."

"Iya, sih, tapi coba kamu pikir, hal yang tidak mungkin dia bisa menebak namamu dengan lengkap dan benar. Begitu juga nama ayahmu yang disebutkannya dengan lengkap."

"Sudahlah, Tan, aku tidak mau memikirkan hal itu. Biarlah ayahku yang menjalaninya jika itu benar. Aku tidak ingin pacaran atau pun menikah muda. Lelaki itu memang sangat tampan, bahkan siapa saja wanita yang melihatnya pasti akan bertekuk lutut. Jujur, aku bahkan sempat terpesona saat melihatnya." Ia menatap Tanisa dari cermin "Tapi aku tidak mau memikirkan itu. Yang kuinginkan sekarang hanyalah bekerja agar mendapat gaji untuk membayar sewa apartemen dan keluar dari rumah itu. Rumah yang dulunya seperti surga bagiku, tapi sekarang seperti neraka buatku."

Continue__ 

BEBBIKITTEN

Bagaimana, Sobat? Suka gak dengan MC? Kalau suka, masukin rak buku, ya ^^

| 1
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rizky dee
Ayoloh Sky, dijewer ntar sama si ceo.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status