Dean Bernardus adalah anak semata wayang dari wanita janda yang kaya raya. Sejak lahir hidup Dean sudah sangat bahagia bersama ibu meski tanpa ayah yang tak pernah diketahuinya. Tepat di hari ulang tahun Dean yang ketujuh, ibunya menghadiahkan dengan kabar gembira bahwa dirinya akan menikah. Dean sangat senang mendengarnya, karena selain bisa merasakan kasih sayang seorang ayah yang tak pernah didapatnya, rumah mereka akan ramai dan dia punya teman untuk diajak bermain bola. Namun siapa sangka kehadiran seorang ayah tiri justru menjadi petaka bagi kebahagian Dean dan ibunya. Mereka diusir dari rumah mereka sendiri. Uang, mobil, bahkan perhiasan dirampas oleh ayah tiri yang serakah. Tapi karena memang takdir berpihak padanya, Dean kini menjadi CEO di sebuah perusahan terkenal berkat seorang wanita berhati malaikat yang mau menolongnya malam itu. Dean pintar dan tampan. Ketampananya itu dimanfaatkan untuk melakukan segala cara agar bisa merebut hati seorang wanita. Wanita itu adalah Kensky Revina, gadis manis yang ternyata adalah anak kandung dari ayah tirinya. Apakah Dean akan mencintai Kensky setelah tahu wanita itu adalah anak dari musuhnya? Atau Dean hanya akan memanfaatkan Kensky untuk balas dendam? "Jadilah kekasihku, Sky." "Aku tidak bisa, Dean. Aku sudah punya calon suami." "Aku tidak mau tahu. Pokoknya, jika kau ingin perusahanmu kembali lagi, jadilah kekasihku. Titik."
view moreDalam perjalanan menuju kantor, Dean mengarahkan pandangannya ke jendela mobil. Bias kaca gelap membuat Dean seakan kembali merangsang pikirannya pada masa lalu yang muram. "Jangan kau pikir bisa lolos dariku, Eduardus. Aku akan membalas semua perbuatanmu," geramnya dalam hati. Ia mengepalkan tangan, "Kau sudah membuat dua wanita yang paling kucintai meninggal. Jadi kau harus___"
Drttt.... Drtt....
Getaran ponsel membuat Dean menghentikan pikirannya. Diambilnya ponsel dari saku jas hitam yang sangat mahal. Mata Dean yang tadinya tajam kini berubah cemerlang saat melihat nama si penelepon. "Halo, Mom?" sapanya pelan.
"Dean!" pekik wanita di balik telepon, "Apa benar kau sudah bertemu dengannya? Bagaimana keadaannya, Dean? Apa dia baik-baik saja? Apa dia kurus, gemuk atau___"
"Mom?" sergah Dean yang membuat wanita itu menghentikan perkataannya. Ia tersenyum lalu berkata, "Aku belum bertemu dengannya, Mom. Tapi kemungkinan hari ini aku akan bertatap muka dengannya secara langsung."
"Oh, Dean, Mom ingin sekali bertemu dengannya. Mom sangat merindukannya."
Dean terkekeh, "Sabar, Mom. Pasti akan ada waktunya Mommy bertemu dan bertatap muka dengannya secara langsung. Mom masih ingat pesan ibunya, bukan?"
"Iya, Sayang, Mommy masih ingat. Itu sebabnya Mommy rela menahan rindu sampai waktunya tiba, tapi___"
"Tapi apa, Mom?"
"Tapi kau harus janji dulu pada mommy."
"Janji apa, Mom?"
"Kau harus janji pada Mom, seandainya dia sudah bersamamu nanti, jangan siksa dia, Dean. Jangan kejam-kejam padanya."
Dean tertawa, "Aku janji, Mom. Lagi pula aku tidak mungkin setega itu padanya. Kalau aku berani melakukannya, bisa-bisa ibunya akan datang dan menggangguku setiap malam."
Wanita di balik telepon tertawa. "Baiklah, kalau begitu. Jaga dirimu, Dean. Jaga dia juga, ya?"
"Tanpa Mommy suruh pun aku pasti akan menjaganya. Mom tenang saja."
"Kau benar-benar putra andalan Mommy. Ya sudah, kalau begitu sampai nanti. Bye."
Tut... Tut...
Di sisi lain.
Kensky berjalan di atas trotoar. Indahnya kota New York membuat wanita pemilik warna rambut hijau keabu-abuan yang tergerai panjang itu senang berjalan kaki setiap hari. Di samping tidak punya kendaraan, ia memang lebih senang berjalan kaki di waktu pagi. Wajahnya yang cantik dan lembut begitu berseri-seri saat terkena angin.
Drtt... Drtt...
Bunyi getaran ponsel membuat Kensky meraih benda portable itu dari dalam tas salempangnya. Sambil terus berjalan tanpa melihat air yang tergenang di sepanjang jalan, Kensky terus melangkah lalu menyambungkan panggilannya. "Halo, Tan?"
"Kau di mana, Sky? Kau jadi kan ke apartemenku pagi ini?"
Kensky menepuk jidat, kemudian menghentikan langkahnya sesaat, lalu melanjutkannya lagi. "Ya ampun, aku lupa. Maafkan aku, Tanisa, aku belum sempat menceritakannya padamu, ya? Permohonanku sudah diterima oleh instansi yang kau referensikan padaku tempo hari."
"Benarkah? Aku ikut senang, Sky. Sekarang kau di mana?"
"Aku di jalan menuju kantor. Jam sembilan nanti aku akan ikut wawancara di sana."
"Jam sembilan? Ini kan masih jam tujuh, Sky."
"Memang. Tapi aku sengaja datang sekarang, karena aku ingin mampir di Bebbi Cafe dulu untuk sarapan. Mungkin nanti selesai wawancara baru aku akan___"
Byur!
Cipratan air kotor membasahi seluruh tubuh, rambut dan ponselnya. Air yang berwarna cokelat itu bahkan berhasil masuk ke dalam mulut Kensky.
"Uwek." Kensky memuntahkannya. "Dasar brengsek!" pekiknya keras. Dilihatnya mobil sedan berwarna hitam baru saja melewatinya. Ia teringat pada Tanisa lalu dengan cepat menempelkan ponselnya ke telinga tanpa memperdulikan mobil itu lagi. "Halo, Tan? Halo!" Ia menatap layar ponselnya yang kini berwarna hitam. "Kenapa tidak bersuara, ya?" Ditekannya tombol kunci untuk menyalakan layar, tapi ternyata handphone-nya mati total.
Kensky mengingat-ingat lagi, apakah daya batreinya tadi habis atau tidak? Seingatnya handphone itu semalam di-charge full dan tadi pagi hanya berkurang dua persen. Ia menekan lagi tombol on-off untuk menghidupkannya, tapi hasilnya sama. Mati. "Aggrrhh!" pekiknya keras, "Jangan sampai handphone-ku rusak."
Kensky menatap dirinya sendiri. Rok hitam ketat, licin yang panjangnya sampai paha itu sudah basah. Kemejanya yang putih, berlengan panjang kini berubah menjadi cokelat. Ia bahkan bisa merasakan kalau underwarenya juga ikut basah.
Kensky ingin menangis. Dengan kesal ia berkata, "Ya ampun, bagaimana ini? Mana aku belum sarapan, lagi." Ia berteriak, "Dasar mobil brengsek!"
Zet!
Tanpa Kensky sadari ternyata mobil itu sudah berhenti sejak tadi. Karena tatapan dan pikirannya baru terfokus pada mobil itu, ia pun terdiam saat menatap sosok dari balik kemudi yang keluar dan membukakan pintu di bagian belakang. Ditatapnya seorang pria bertubuh tinggi dan kekar keluar dari mobil. Rambutnya yang berwarna kecokelatan dan acak terlihat mempesona saat terkena paparan sinar matahari.
"Oh, my God!" pekiknya dalam hati. Lutut Kensky langsung lemas saat pria itu berbalik. Dia sangat tampan dengan rahang tegas dan kokoh yang berjambang.
Mata abu-abu lelaki itu menatap tajam. Dengan langkah gontai ia mendekati Kensky. "Kau bilang apa tadi?" tanyanya pelan.
"Ya ampun, suaranya," batin Kensky. Ia ingin pingsan saja karena tak tahan melihat ketampanan pria itu. Tapi perlakuan yang baru saja ia terima membuat sikap galak Kensky akhirnya muncul. Tatapannya berubah garang. "Kataku brengsek. Kenapa? Supirmu telah membuat diriku basah. Bukan hanya itu juga, ponselku rusak."
"Supirku?" Pria itu berbalik menatap lelaki berjas hitam yang berdiri di belakangnya. "Apa benar kau yang melakukannya?" tanyanya basa-basi.
Supir itu menunduk untuk minta maaf, tapi si pria pemilik mobil mencegahnya dan kembali menghadapi Kensky. "Dia tidak melihat air itu, Nona! Sama sepertimu yang berjalan tidak pakai mata," ketusnya.
Mata Kensky melotot sambil berkacak pinggang. "Jalan itu pake kaki, Tuan, bukan mata! Supirmu yang harusnya menyetir pakai mata! Masa dia tidak bisa melihat air yang tergenang dan para pejalan kaki yang lewat. Untung hanya aku, kalau banyak orang yang lewat, bagaimana? Lihat!" Kensky menunjuk tubuhnya yang kotor. "Dia sudah membuatku berantakan pagi ini."
Si Supir itu mendadak maju untuk meminta maaf, tapi lagi-lagi si pemilik mobil mencegahnya. "Apa yang kau inginkan sekarang, Nona?" tanyanya pada Kensky.
"Minta maaf dan ganti rugi! Sudahlah soal pakaian, tapi ponselku." Kensky memperlihatkan ponselnya yang berlayar hitam. "Lihat, ponselku tidak bisa hidup lagi," katanya sambil menekan tombol on-off untuk menghidupkan layar yang memang sudah tidak bisa.
"Ganti rugi! Memangnya kamu siapa?"
"Kensky. Aku Kensky Revina."
Mata sang pria terbelalak. "Kensky Revina? Kenapa namamu bisa sama dengan calon istriku, ya? Atau jangan-jangan kau adalah calon istriku?" Tatapannya tajam seakan menusuk.
Tapi Kensky tidak terintimindasi. Ia berdecak dan balas menatap pria itu. "Nama boleh sama, tapi orangnya berbeda, Tuan."
"Aku tidak tahu. Lagi pula aku sendiri belum pernah bertatap muka dengan wanita itu. Dari ciri-cirinya memang kalian sama persis."
Kensky mulai kesal. "Tuan, namaku adalah Kensky Revina Oxley. Apa calon istri Anda nama belakangnya seperti itu?"
Pria itu semakin mendekati Kensky. Nadanya bahkan tidak mau kalah. "Tapi kenyataan namanya memang sama. Nama lengkapnya juga Kensky Revina Oxley." Pria itu menyeringai.
Kensky terkejut. "Itu tidak mungkin!"
"Tapi itu mungkin, Nona. Nama ayahmu Eduardus Oxley, kan?"
Lagi Kensky ternganga. "Dari mana kau tahu nama Daddy?" bentaknya.
Lelaki itu menyeringai. "Kalau begitu tebakanku benar. Perkenalkan, namaku Dean Bernardus Stewart," katanya seraya mengulurkan tangan untuk berjabat. "Aku calon suamimu, Sky."
"Itu tidak mungkin. Aku tidak mengenalmu!" pekiknya.
Didekatinya Kensky lalu berbisik, "Ayahmu sudah menjodohkan kita sejak kecil, Sky. Itu artinya kau sudah ditakdirkan milikku untuk selamanya." Dean mundur berapa langkah menjauhi Kensky lalu memborong wajah dan tubuh gadis itu dengan tatapannya yang membuat hati wanita sekeras apa pun pasti meleleh. "Aku tak menyangka, ternyata calon istriku sangat cantik dan ...," Ia kembali mendekati Kensky lalu berbisik, "sangat menggairahkan."
Mata indah Kensky melolot. "Apa katamu?!" Ia meraih sepatu flat-nya kemudian memukuli tubuh Dean. "Dasar pria brengsek! Aku bukan calon istrimu! Aku tidak mengenalmu dan ayahku tidak pernah menjodohkan aku!"
Teriakan Kensky mengundang orang-orang untuk menatap mereka. Dean yang memanfaatkan kesempatan itu, dengan sigap merebut sepatu Kensky dan semakin membuat gadis itu kesal.
"Kembalikan sepatuku!"
"Kau ini ternyata berisik juga, ya?" Dean menjauhkan sepatu itu dari Kensky lalu melemparkannya ke tengah jalan. "Ambil sana kalau mau."
Dengan kesal Kensky pun berlari ke tengah jalan dan mengambil sepatunya. Ketika sudah berhasil mengambil sepatunya, ia berbalik dan melihat mobil Dean sudah tidak ada. "Dasar laki-laki, gila! Berani-benarinya dia mengaku calon suamiku!"
Kensky terpaksa memutar balik ke arah jalan. Karena waktunya tak cukup lagi untuk kembali ke rumahnya, ia akhirnya berjalan kaki menuju apartemen Tanisa yang kebetulan tak jauh dari situ.
Ting! Tong!
Tak membuang waktu lama ia pun sampai di sebuah apartemen sederhana yang ada di pusat Kota. Dipencetnya bel dan sosok tuan rumah pun muncul.
Ting! Tong!
"Sky!" Tanisa terkejut saat melihat sahabatnya dalam keadaan kotor dan basah. "Apa yang terjadi padamu?" Ia menahan tawa.
"Maukah kau meminjamkan pakaian untukku?"
Tawa Tanisa tak bisa ditahan lagi. Ia terbahak-bahak. Setelah puas, ia kemudian mempersilahkan Kensky masuk. "Kau habis tercebur, ya?" Ia berjalan lebih dulu, mengambil handuk bersih untuk sahabatnya itu. "Mandilah, aku akan menyiapkan pakaiannya."
Kensky menurut. Gadis bertubuh mungil dan berkulit putih itu berjalan menuju kamar mandi. Sementara Tanisa yang berambut gelap dengan kulit eksotis hanya bisa menahan tawa melihat tubuh dan rambut panjang sahabatnya itu yang biasanya rapi, kini menjadi lepek dan kotor.
Sejurus kemudian Kensky keluar dari kamar mandi. Sebagian tubuhnya yang tidak tertutup handuk terlihat bercahaya. Rambutnya yang panjang dibungkus dengan handuk putih."
"Memangnya yang terjadi sampai kau seperti ini? Apa saking seriusnya mengobrol di telepon tadi, kau tidak melihat jalan dan jatuh ke selokan, begitu?" ledek Tanisa. Ia menahan tawa karena merasa lucu setiap kali mengingat penampilan Kensky saat datang tadi.
Sambil mengeringkan tubuh dan mulai memakai pakaian dalam yang sudah disediakan Tanisa, Kensky mulai bercerita, "Tadi saat asik bicara denganmu di telepon, tiba-tiba sedan hitam lewat dan melindas air yang tergenang di sepanjang jalan. Air itu mengenai tubuh dan merusak ponselku."
Tanisa tertawa. "Ya ampun, kau pasti sangat malu." Ekpresinya berubah. "Tapi kenapa ponselmu bisa rusak? Memangnya ponselmu kena air?"
Kensky mulai mengancingkan kemeja putih yang berlengan panjang. "Kurasa begitu. Aku meletakan ponsel itu di telinga kiri, sementara pancaran airnya dari sebelah kanan." Ia menghentikan jari-jari lentiknya tepat di kancing terakhir. " Kau tahu, air kotor itu bahkan sempat masuk ke mulutku dan untung saja pejalan kaki yang lain tidak ada."
Tanisa terbahak lagi. "Ya ampun, Sky, sial sekali harimu ini." Gadis itu tertawa terpingkal-pingkal.
"Sial? Enak saja kau bilang sial. Kalau aku sial, hari ini tidak akan ada jadwal wawancara untukku di perusahan itu."
Tawa Tanisa perlahan terhenti. Ditatapnya Kensky yang sudah mengenakan kemeja putih polos juga rok hitam ketat yang panjangnya di atas lutut. Mereka memiliki tubuh yang sama. Ukuran underware bahkan sama, hanya saja Tanisa sering mengenakan bra yang ukurannya lebih besar dari aslinya, agar dadanya terlihat berisi.
Tanisa menahan tawa. "Pasang silikon di mana, Miss?" ledeknya lalu tertawa.
Dilemparkannya handuk setengah basah itu di wajah Tanisa. "Suntik silikon, enak saja kau bicara." Ia berjalan menuju meja rias yang posisinya dekat pintu.
Tanisa menatapnya dengan tawa yang masih terdengar. "Lalu bagiamana selanjutnya, apa mobil itu tidak berhenti? Apa pemilik mobil itu tidak bertanggung jawab?"
Kensky menceritakan perdebatan yang terjadi di antara dirinya dan Dean sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Calon suami?" tanya Tanisa dengan nada terkejut. "Kenapa dia berkata begitu, ya?"
Kensky mengangkat bahu. "Ya, tapi katanya seperti itu. Dia bahkan menyebutkan nama Daddy dengan lengkap. Aneh, bukan?"
Tanisa berdiri mendekati Kensky. "Aneh memang, tapi kenapa tebakkannya bisa benar, ya? Atau jangan-jangan benar yang dia katakan kalau ayahmu telah menjodohkan kalian?"
Kensky meraih sikat rambut dan mulai menyisir rambutnya yang setengah basah. "Entalah, tapi aku rasa dia hanya mengada-ngada. Kalau memang demikian, Daddy pasti sudah mengatakan hal itu sejak dulu dan sudah mempertemukan kami. Daddy juga pasti akan melarangku begini-begitu dan lain-lain demi menjaga perasaan pria itu, tapi faktanya tidak, kan? Daddy bahkan tidak membahas soal perjodohan itu selama ini."
"Iya, sih, tapi coba kamu pikir, hal yang tidak mungkin dia bisa menebak namamu dengan lengkap dan benar. Begitu juga nama ayahmu yang disebutkannya dengan lengkap."
"Sudahlah, Tan, aku tidak mau memikirkan hal itu. Biarlah ayahku yang menjalaninya jika itu benar. Aku tidak ingin pacaran atau pun menikah muda. Lelaki itu memang sangat tampan, bahkan siapa saja wanita yang melihatnya pasti akan bertekuk lutut. Jujur, aku bahkan sempat terpesona saat melihatnya." Ia menatap Tanisa dari cermin "Tapi aku tidak mau memikirkan itu. Yang kuinginkan sekarang hanyalah bekerja agar mendapat gaji untuk membayar sewa apartemen dan keluar dari rumah itu. Rumah yang dulunya seperti surga bagiku, tapi sekarang seperti neraka buatku."
Continue__
Kensky bergairah. Dari awalnya hanya iseng saat mulutnya yang kecil mengulum pucuk buah dadanya Dean, kini sambil memejamkan mata ia memindah posisi dan berlutut di hadapan lelaki itu. Tangannya yang halus dengan lembut bergerak ke arah handuk dan melepaskannya. Dean terkejut. Dengan mata sayu ia menatap Kenksy yang sedang menyerang perutnya dengan kecupan-kecupan kecil hingga membuatnya terasa nikmat. Kensky yang semakin lama dilanda gairah ketika merasakan elusan lembut dari tangan Dean, kini menunduk dan melihat bagian yang mengeras dan tegas. Ia terkejut melihat bagian itu untuk pertama kalinya yang ternyata lumayan panjang dan berisi. Sambil menatap Dean ia tersenyum dan berkata, "Ini ukuran yang sangat menakjubkan, Dean." Lelaki itu mencondongkan badan dan melumat bibir Kensky. Setelah puas saling melumat, mereka melepaskan bibir dan saling bertatap. "Kau tidak perlu melakukannya, Sayang."
Di dalam kamar vila mewah dan terbesar di Amerika, Dean sedang berdiri sambil menghadap jendela kaca dengan tubuh yang hanya mengenakan celana pendek. Tubuh bagian atasnya terbuka, sedangkan sebelah tangannya menahan ponsel yang menempel di telinga."Maafkan aku, Dean. Padahal aku dan istriku ingin sekali menghadiri pernikahanmu, tapi kakak iparku mendadak menyuruh kami ke Rusia pagi tadi. Mertuaku meninggal, karena kecelakaan.""Aku turut berduka cita. Kapan pemakamannya?""Terima kasih, Dean. Pemakamannya besok. Anak-anaknya ingin mempercepat pemakaman, karena bagian tubuhnya hancur. Jadi mereka tidak mau menahan jenazah-nya lebih lama lagi.""Maafkan aku, Mister. Aku ingin sekali hadir ke pemakaman itu, tapi Anda sendiri tahukan?""Aku mengerti, Dean. Tapi ngomong-ngomong soal vila, kau suka kan tempat itu, kan? Aku sengaja memberikan kamu vila di atas puncak biar kau bisa men
"Enam sembilan?""Iya," balas Tanisa, "Tunggu di sini. Aku akan mengambil laptop dulu."Kensky menatap bingung ke arah Tanisa yang kini berjalan memasuki kamarnya."Kau harus melihat ini, Sky," kata Tanisa yang tiba-tiba muncul sambil membawa laptop. Ia duduk di sebelah Kenksy kemudian mengotak-atik benda itu, "Ini adalah situs terbaik yang pernah aku lihat."Zet!Kensky terkejut. "Kau sering melihatnya di situs ini, ya?"Tanisa tertawa. "Memangnya kenapa? Kan mencari pengalaman bukan harus mempraktekkannya saja. Sama seperti sekolah, kita akan mendapat materi dulu, baru dipraktekkan. Bukan begitu?"Kensky terdiam karena apa yang dikatakan Tanisa ada benarnya. Ia tidak perlu bercinta dulu baru mendapatkan pengalaman, tapi hanya dengan berbagi pengalaman bersama Tanisa dan melihat video di situs itu sudah cukup bagi Kensky untuk mempraktek
Mata Dean berubah sayu. Perlahan ia mulai membuka kancing kemeja Kensky hingga semuanya terlepas. Setelah semua kancing terlepas, ia membuka lebar kemeja itu hingga terlihat bagian suburnya yang tegas. Perlahan Dean membenamkan wajah di sana untuk menghirup aroma di balik pelindung tipis yang masih melekat di tubuh Kensky.Gadis itu mendesah saat Dean menyentuh bagian itu dengan lidahnya. "Dean ...."Lelaki itu mendongak menatap wajah Kensky. Tangannya perlahan menyusup ke balik punggung untuk membuka pengait yang menghalanginya.Kensky pasrah dan sama sekali tidak mengalihkan pandangan dari wajah Dean. "Aku ingin sesuatu yang beda di malam pengantin kita nanti."Tepat di saat itu pengait bra gadis itu terlepas. Sambil mengangkat pelindung itu dengan pelan ia berkata, "Kau ingin apa?" Dean menunduk dan mencium pucuknya yang berwarna cokelat.Kensky memejamkan mata sambil mengusap
Dengan perasaan sedih dan bahagia Eduardus mengangguk. Ia bahkan tak bisa mengeluarkan suara, akibat air mata yang kini membasahi pipinya.Mata Kensky ikut berkaca-kaca. "Apa itu artinya Papi menerima lamaran ini?"Eduardus menarik cairan hidungnya. "Tentu saja. Tentu saja, Sayang. Papi menerima lamaran Dean merestui hubungan kalian."Dengan cepat Kensky beranjak dari sofa dan mendekati ayahnya. Mereka saling berpelukan dan menangis bersama. "Terima kasih, Pi. Terima kasih karena Papi telah mengijinkan Dean menjadi suamiku."Mrs. Stewart ikut menangis. Dalam hati ia bertanya-tanya, "Jika Eduardus tahu kalau Kensky adalah cucu kandungnya, apakah dia akan menerima Dean sebagai suami Kensky?"Dean yang duduk sambil menatap mereka pun sama pemikiran. Ia bertanya-tanya dalam hati, "Seandainya Eduardus tahu aku punya hubungan dengan keluarga Barbara, apakah dia akan menerima lamaranku
Seminggu pun berlalu. Kensky yang seharusnya sudah kembali ke Eropa akhirnya tertunda akibat permintaan Dean."Aku terlalu lama di sini. Kalau aku lebih lama lagi, yang ada pekerjaanku semakin tertunda. Aku tidak mau meskipun kau pacarku, tapi melalaikan tugas sebagai karyawanmu."Dean tersenyum sayang. Saat ini mereka sedang berada di restoran langganan sambil menikmati makan siang. "Kau tidak perlu khawatir, aku sudah menghubingi Mr. Bon dan menyuruhnya untuk menangani semuanya. Kau tenang saja.""Aku tidak ingin mereka menganggap aku dispesialkan olehmu, Dean. Aku tidak ingin mereka menilai bahwa kau membeda-bedakan karyawan."Lelaki itu menyudahi makannya. "Kenapa kau harus khawatir? Kau kan memang orang yang spesial bagiku dan Kitten Group. Hanya saja mereka tidak tahu bahwa kaulah pemilik Kitten Group yang sebenarnya, bukan aku."Kensky menatap haru. Perlahan ia meraih sebe
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments