"Memangnya berapa total hutang Daddy, Mr. Lamber?"
Pria itu menggeleng. "Maaf, Miss Oxley, tapi saya kurang tahu. Sebulan lalu saat menyerahkan lembaran ini, beliau hanya bilang bahwa jika beliau sudah jatuh sakit, tolong berikan surat ini pada Anda selaku ahli waris untuk diminta tanda tangan. Tapi saat saya bertanya soal hutang di dalam surat ini, beliau hanya bilang bahwa beliau sudah ada perjanjian dengan yang bersangkutan bila mana Kapleng Group sebagai jaminan dari hutangnya."
Rebecca tersentak. "Jika perusahaannya sebagai jaminan, berarti utang Eduardus sangat banyak, dong? Lalu," ia menatap Kensky, "uang sebanyak itu dilakukannya untuk apa? Sementara dia tidak pernah membangun atau memberikan apa-apa pada kami. Iya kan, Sky?"
Mr. Lamber menatap Rebecca saat tatapan wanita itu tertuju padanya. "Aku minta maaf, Nyonya, meskipun aku pengacara Mr. Oxley, tapi semuanya masalah pribadi beliau diberitahukan kepada
Wah, ternyata Dean sama jahatnya ya dengan Ibu Tirinya Kensky. Sobat, tekan vote sebelum lanjut, ya.
Di dalam kamar, Kensky teringat akan masalah yang ia hadapi saat ini. Kenangan-kenangan masa kecilnya kembali hadir dalam benaknya. Dengan tubuh yang masih dibalutkan gaun putih yang ia pakai saat pesta semalam, gadis itu berdiri menghadap jendela melihat indahnya Kota. "Mom, seandainya Mom masih hidup, Daddy pasti tidak akan seperti ini," lirih Kensky dengan air mata yang mulai menetes, "Daddy sedang sakit, Mom. Sky takut kehilangan Daddy. Sejahat-jahatnya perbuatan Daddy, dia tetap Ayah Kensky, Mom. Meski Sky marah, tapi Sky juga sangat mencintai Daddy, sama seperti Sky mencintai Mommy." Ia terdiam sesaat, kemudian menarik cairan hidungnya, "Seandainya Mommy dan Daddy hidup akur sejak dulu, Sky yakin kalau Mommy pasti masih bersama kami dan hidup kita akan sangat bahagia." Mata Kensky beralih ke nakas di mana ada foto dirinya yang masih anak-anak. Foto itu diabadiakan oleh Barbara saat ulang tahun Kensky yang ke enam tahun. Di dalam foto itu terlihat ia seda
Kensky pun menurut. "Baiklah, aku siap-siap dulu." Rebecca pun meninggalkan kamar itu. Setelah memastikan wanita itu benar-benar sudah pergi, Kensky segera menutup pintu kamarnya dan kembali mengambil ponsel yang ternyata sudah habis batrei. Ia masih penasaran dengan kalimat terkahir yang diucapkan pria itu. Tapi karena benda itu mati total, Kensky pun mengisi dayanya kemudian pergi ke kamar mandi. Di sisi lain. Karena hari ini adalah hari minggu, Dean bermalas-malasan di dalam kamar mensionnya. Biasanya pagi-pagi pria itu sudah bergegas mandi dan pergi ke kantor. Tapi karena libur, ia pun memanjakan dirinya seharian dalam kamar. Sekarang sudah pukul dua siang, Dean baru saja keluar kamar mandi dengan handuk yang melingkar di pinggang. Rambut cokelatnya bahkan masih meneteskan air hingga berjatuhan ke dadanya yang bidang. Karena tak suka tubuhnya basah, Dean pun melepaskan handuknya untuk men
Kensky terdiam. Ia hanya bisa melihat tubuh Dean yang berjalan keluar dari kamar mandi. "Ya Tuhan, kenapa bisa jadi seperti ini? Mom, aku harus bagaimana?" lirihnya pelan. Karena merasa urusannya sudah selesai, Kensky pun langsung keluar dari kamar itu dan pulang. Ia harus mencari Tanisa dan berbagi kesedihan itu bersama sabahatnya. Sementara Dean yang tadi pergi mengambil minunan untuknya dan Kensky, kini kembali. Kamarnya kosong. Ia tampak panik saat melihat kamar itu sudah tidak ada siapa-siapa. "Sky?" panggilnya sambil menyusuri seluruh kamar, "Sky, kau di mana?" Dean melepaskan dua kaleng soda yang masih dingin di atas nakas kemudian berlari keluar untuk mengejar Kensky. "Sky?" pekiknya seraya menuruni tangga, "Sky?" "Ada apa, Bos?" tanya Matt begitu Dean keluar pintu. "Apa kau melihat Kensky? Tadi dia bersamaku di kamar, tapi tiba-tiba gadis itu menghilang." "Nona
Pria itu tersenyum lebar. "Ya, aku di sini." "Sedang apa kau ... " Ellena berdiri di hadapan Tania dan Dean. Diborongnya tubuh pria itu yang hanya mengenakan celana training hitam dan kaos oblong berwarna putih. "Terus kenapa kau bisa tahu kalau aku ada di sini?" "Kau kan calon istriku. Jadi sudah sepantasnya jika aku tahu di mana kau berada. Lagi pula salahmu sendiri kenapa pulang tanpa memberitahuku dulu." Ellena dan Tanisa saling menatap. Alis Ellena berkerut, sementara Tanisa menaikan kedua alisnya sebagai jawaban tidak tahu. "Kalian tidak menyuruhku duduk?" tanya Dean basa-basi. "Oh, maaf. Ayo silahkan duduk. Saya ambilkan minuman dulu," pamit Tanisa seakan melarikan diri. Ellena menatap tajam, sementara Dean mengambil posisi duduk di dekat gadis itu. Karena posisi mereka sangat dekat, Dean menarik tangannya hingga tubuh Ellena jatuh di atas
Ting! Tong! Bunyi bel rumah membuyarkan pikiran Kensky. Sementara Rebecca yang sudah mendengarnya dengan cepat menoleh ke arah pintu. "Mama harap ini bukan penagih hutang lagi." Ia berdiri meninggalkan Kensky sendirian. Sementara gadis itu kembali berkutat dengan pikiran-pikiran yang mengarah pada emosi Soraya tadi. "Jika dia hanya terobsesi, lantas kenapa dia begitu marah mendengar Dean mengajakku pacaran?" lirihnya. "Sky!" Suara Rebecca mengejutkannya. Dengan cepat ia menoleh dan berdiri saat melihat Mr. Lamber muncul bersama Rebecca. Jantungnya bahkan sudah berdetak cepat begitu tahu apa tujuan lelaki itu. "Sepertinya apa yang diluar pikiran Mama telah terjadi, Sky," kata Rebecca. "Maafkan saya, Miss, tapi baru saja Pak Dean menelepon karena masalah ini. Beliau ingin dalam minggu ini Kapleng Group akan dialihkan kepadanya
Kensky terdiam. Apakah ia siap menikah dengan pria yang belum pernah dilihatnya? Apakah ia akan mampu menjalin rumah tangga dengan pria yang tidak dicintainya? Wajah Dean tiba-tiba muncul kembali dalam benaknya. Entah kenapa ia membayangkan bahwa dirinya bersama Dean akan menikah dan hidup bahagia. "Sayang?" Suara pelan lelaki di balik telepon itu membuyarkan pikiran Kensky. "Eh, ya? Maaf." "Kenapa diam? Apa kau ragu padaku?" tanya pria itu. "Ti-tidak, kok, aku tidak ragu. Sumpah. Apalagi kan kau lelaki pilihan Mommy. Jadi aku yakin, pasti kau lelaki terbaik yang Mom siapkan untukku." "Meskipun kau tidak mencintaiku?" Zet! Pertanyaan pria itu membuat Kensky terkejut. Memang benar ia tidak mencintai pria itu karena mereka belum bertemu. Tapi apakah Kensky harus jujur padanya bahwa dirinya mencintai pria
Rebecca semakin garang. "Kubilang keluar dari rumah ini! Kalian tidak bisa seenaknya menggeledah rumah orang tanpa ijin!" Mr. Bla mendekatinya. "Nyonya, Oxley. Seandainya kalau Anda mau jujur soal keberadaan suami Anda yang tercinta itu, aku tidak akan melakukan hal ini. Tapi karena Anda sudah berbohong padaku, jangan salahkan aku jika anak buahku menemukan suami Anda." Rebecca semakin panik. Jantungnya bahkan berdetak cepat saat melihat beberapa anak buah Mr. Bla menaiki tangga menuju kamarnya. "Sebaiknya kalian keluar dari rumah ini sebelum aku menelepon polisi." "Bos! Mr. Oxley ada di sini," teriak salah satu pria dari lantai atas. Mata Mr. Bla menatap Rebecca. "Kau yakin itu Mr. Oxley?" "Iya, Bos." Seringai lebar semakin tampak dari wajah Mr. Bla. "Aku tak menyangka, suami dan istri ternyata sama-sama pembohong." Ia pun
Di restoran yang sama dengan tadi pagi, Dean baru saja selesai makan siang bersama seorang pria yang merupakan pengacara asli Eduardus. "Ini adalah bukti rekaman pembicaraanku dengan Rebecca." Dean meletakan ponselnya dan memutar rekaman suara yang ternyata adalah pembicaraan terakhir antara Dean dan Rebecca. 'Itulah yang membuatku takut, Bernar. Aku ingin secepatnya kau membayar Kapleng Group agar aku dan Soraya bisa kabur dari sini. Aku sudah tidak peduli dengan rumah ini. Jadi kalau mereka kembali untuk menagih hutang ataupun jaminan, setidaknya aku dan Soraya sudah tidak ada di sini lagi.'Suara Rebecca di balik rekaman itu membuat si pengacara terkejut. "Saya tidak menyangka jika selama ini Mrs. Oxley memang mengingkan perusahan itu. Dia tidak punya hak sama sekali atas kepemilikan Kapleng Group. Dan kalaupun dia ingin menjualnya, harus ada persetujuan langsung dari putri kandung Mr. Oxley." Dean menyeringai. "Aku memang menginginkan perusahan itu,