Sèanne membulatkan matanya tak percaya, air matanya luruh tanpa bisa dibendung lagi.
Diduga batal bertunangan, Liam Mcgregory berkencan dengan Kayla Hwang.
Apa kata berita itu? Batal bertunangan? Yang benar saja, apa-apaan juga foto Liam dan seorang wanita asing yang belum pernah sèanne lihat itu. Sejak tiga hari terakhir Sèanne sibuk dengan banyaknya aktifitas dan pulang dalam keadaan lelah, tapi tak sekalipun dia melupakan Liam, hanya saja mereka sekedar saling mengirim pesan tanpa panggilan video seperti biasanya. Sèanne menghapus air matanya kasar, tak ingin kejadian salah faham di masa lalu terulang kembali. Dia langsung menekan panggilan pada Liam, dering telepon ketiga panggilan tersambung.
"Halo?" Sèanne merasakan hawa dingin merambati tulang belakangnya, seketika berita itu kembali memenuhi kepalanya.
"A-ah, ini siapa? Kenapa mengangkat teleponnya? Liam kemana?" Hening sebentar di seberang sana, Sèanne menggigiti kukunya dengan cemas.
"Aku Kayla, Liam sedang tidur sekarang. Aku tak mau mengganggu karena dia kelelahan makanya aku mengangkat teleponnya. Ada perlu apa? Aku akan menyampaikannya saat dia bangun," Sèanne merasakan matanya kembali memanas, suara lembut wanita di seberang telepon ini seolah membenarkan berita yang baru saja dilihatnya. Belum lagi saat wanita itu mengatakan bahwa Liam tertidur karena kelelahan, seolah ingin memberitahu bahwa dialah yang membuat Liam lelah.
"Tidak." Sèanne memutuskan sepihak sambungan teleponnya, dia menutup mulutnya yang mulai terisak dalam tangisan pilu. Apa salahnya sekarang? Kenapa Liam berbuat seperti itu kepadanya? Apa Liam bersenang-senang melihatnya sakit hati seperti ini? Liam sengaja membiarkan perempuan itu mengangkat teleponnya? Apa Liam tidak memikirkan perasaannya? Lalu apa maksud Liam mengejarnya jika hanya berakhir seperti ini?
*
Liam meletakkan ponselnya di depan telinga mendengarkan Sharon yang membacakan laporan sahamnya. "Baik, aku paham sekarang. Aku akan segera menyusulmu ke London bersama dengan Ben" Liam bersiap memutuskan sambungan teleponnya sepihak sebelum Sharon mencegahnya.
"Liam, jangan matikan teleponnya," Sharon segera mencegah sebelum Liam benar-benar memutuskan sambungan, Liam kembali menempelkan ponselnya ke telinga."Ada apa beruang?" Liam memang suka memanggil Sharon dengan sebutan itu, apalagi jika dia sedang berjauhan seperti sekarang."Apa Kayla masih bersamamu?" Liam tersenyum tipis mendengarnya, mendengar Sharon menanyakan Kayla yang terlelap di atas sofa ruang tengah apartemennya. Liam memutar tubuhnya dan mendapati pemandangan lucu Kayla yang sebelah kakinya terjuntai ke bawah sedangkan dia berbaring miring."Ya, dia masih bersama denganku." Liam menjawab mantap.
Sharon melirihkan kalimatnya. "Ku harap kau menjaganya dengan baik, aku tahu kau lebih sanggup menjaganya sekalipun aku tak bisa membantumu." Senyuman Liam mengembang mendengar harapan Sharon.Liam terkekeh mendengar nada serius gadis itu. “Aku akan menjagannya semampuku, jangan khawatirkan itu.”
"Bagus." Sharon terdengar lebih lega sebelum mengakhiri panggilan mereka, Liam hanya menatap ponselnya dengan keteguhan hati yang bulat untuk menjaga Kayla.
Liam menggendong Kayla ke dalam kamar dan membaringkannya hati-hati, tapi Kayla yang merasa terusik justru membuka matanya menatap Liam heran."Jam berapa sekarang?"
"Jam sembilan." Liam sekilas melirik arloji yang dia kenakan, mungkin jika dalam kondisi normal dia sudah ada di ruangannya menatap kertas-kertas yang jumlahnya membuat mual.Kayla membulatkan matanya kaget. "Yak!!! Aku ada wawancara jam sepuluh, bodoh kenapa kau tak membangunkanku?"Kayla berlari ke dalam kamar mandi sementara Liam menggelengkan kepalanya tak mengerti, harusnya yang marah Liam urusan kantornya tertunda karena menunggui Kayla tidur.*"Daddy, Aku ingin pertunanganku dan Liam di batalkan." Masson tersentak kaget melihat anak bungsunya sudah berdiri menjulang di depan meja kerjanya tiba-tiba.
Dia sama sekali tak mendengar derit pintu ataupun langkah kaki putrinya, mungkin karena terlalu fokus pada laporan bulanan yang baru saja dikirimkan sekretarisnya.
Mason mencerna ucapan anaknya, sebelum menarik napas pelan. ”Kenapa? Apa karena berita itu? Jangan terburu-buru sayang, tanya dulu pada Liam. Dengarkan penjelasan Liam, bisa jadi ini hanya kesalahpahaman.”
Sèanne menggeleng tegas. Dia sekuat tenaga menahan agar air matanya tak mencuat keluar di depan ayahnya. "Perempuan itu yang mengangkat telepon Liam dan mengatakan Liam sedang tidur, tidak kah itu membuktikan mereka dalam satu ranjang?"
"Tidak akan ada yang membatalkan pertunangan kecuali kau sudah bicara dengan Liam!" Jika putrinya bisa keras kepala maka Mason lebih dari bisa bertindak sama. Sèanne menahan amarahnya dan berlalu pergi sebelum dia meledak di depan ayahnya. Dia kesal karena ayahnya terus membela pria itu tanpa mau tahu tentang perasaannya.
Seketika amarah kembali menguasai dirinya karena Liam. Dia menggertakkan rahangnya kuat menahan api yang terlanjur berkobar di hatinya.
Aku harap kau mati Liam, agar aku tak merasakan sakit hati melihatmu bersama gadis lain.
Sèanne memejamkan matanya membiarkan air mata mengalir deras mengiringinya yang memacu mobilnya keluar dari kawasan kantor sang ayah. Dia masih tak menyangka setelah perjuangan mereka yang bertahun-tahun hanya ini akhir dari kisah cinta mereka, pengkhianatan adalah hal terakhir yang ingin dia temui dalam hubungannya bersama Liam.
*
Sèanne berkutat dengan gitarnya berusaha menghilangkan rasa sakit di hatinya yang siap merobek jiwanya kapan saja, dia mengambil pulpen dan mulai menulis di sana.Sebuah lirik lagu tentang perasaan Sèanne yang selalu mengingkan Liam mengingatnya meski jarak mereka membuat keduanya tak bisa berdampingan, segalanya terasa sia-sia sejak berita tentang Liam mencuat. Dia bukan tak berusaha mencari jawaban pada sang kekasih, namun Liam seolah sengaja mengganti nomor telepon hingga Sèanne kesulitan menghubunginya. Dia terbangun di pagi hari dan membencinya, ketika matanya terbuka untuk pertama kali justru pikirannya melayang pada Pria tampan yang menggores hatinya.Sèanne mendesah lemah, akhirnya dia harus menghadapi ini semua. Sèanne hanya berusaha menjadi satu-satunya dalam hidup Liam, tapi tampaknya Liam menganggap mereka sudah cukup atau justru tidak cukup? Kenapa Liam harus datang dan memberinya pengalaman pahit ini?
Mata Sèanne memerah dan butiran air mata mulai berjatuhan membasahi pipinya tanpa bisa dia cegah. Dia menangis sendirian mengingat kembali tentang rasa sakit hatinya pada Liam. Entah kenapa Liam sanggup membuat Sèanne menyerahkan seluruh hatinya yang sekarang malah mati rasa, sanggupkah Liam merasakan hatinya yang sakit saat ini? Bisakah? Tak ayal Sèanne benci ada seseorang yang lain di samping Liam selain dirinya. Dia mengutuk Liam habis-habisan dan akan menganggap Liam mati bersama cintanya, Sèanne meletakkan gitarnya dan terduduk di lantai, semua perasaannya dia tumpahkan dalam lagu itu.
Sèanne mencium pipi Ruby sebagai tanda pengampunan. Ruby merasa lega karena sahabatnya memahami bahwa semuanya adalah bagian dari rencana yang rumit untuk mengungkap keberadaan XOXO. "Liam, kamu sungguh luar biasa," kata Ruby, sambil menggenggam erat tangan Liam. "Kau telah mengorbankan banyak hal demi rencana ini." Liam tersenyum tipis, merasa lega bahwa semuanya telah berakhir dengan baik. "Kita tidak akan bisa melakukannya tanpa bantuanmu, Sayang. Kau adalah ujung tombak rencana ini." Sharon, yang juga merasa terharu dengan keselamatan Liam dan keberhasilan operasi mereka, ikut bergabung dalam pelukan bersama Sèanne dan Ruby. Mereka sekarang bersatu kembali sebagai tim yang kuat, siap menghadapi segala rintangan yang mungkin muncul di depan mereka. Saat situasi mulai mereda, Bobby muncul di ruangan itu dengan tatapan lega. "Semuanya berakhir dengan baik, ya?" tanyanya sambil merapikan jasnya. Ruby mengangguk dan memberikan senyuman kepadanya. "Terima kasih, Bobby, atas bantuanm
flashbackRuby membelai lembut wajah Liam. Semua informasi yang di sampaikan oleh Kayla membuat pria itu geram, belum lagi detail tentang duplikat XOXO yang sekarang benar-benar tidak terlacak menurut Shawn. Ruby melirik Bobby seolah menyuruhnya untuk keluar dari sana. Bobby segera keluar dari ruangan tersebut serta menutup pintu. "Dengar, ini tidak akan bisa atasi hanya dengan hal biasa. Kita harus menangani ini dengan cara yang tidak biasa." Mulai Ruby.Liam bergeser lebih dekat ke arah Ruby kemudian menyandarkan dirinya di sofa. Dengan hati-hati Ruby merapikan rambut Liam pantas memberikan sebuah kecupan singkat di bibirnya. Keduanya saling bertatapan intens hingga Ruby menyerah dan mengalungkan kedua lengannya pada leher Liam. Mengerti maksud gadisnya Liam mulai mengecup bibir Ruby lembut, kecupan lembut yang langsung di sambar oleh Ruby hingga mereka terlibat ciuman panas yang seolah membakar ruangan itu. Ruby menahan erangannya saat sebelah tangan kekar Liam keremas pinggul
James yang mendapat lokasi dimana Hans berada segera memberitahukan hal ini pada Kurt. Tentu saja Kurt yang tak ingin sesuatu di bocorkan oleh Hans mengupayakan penyergapan ke lokasi dimana Hans berada. James mulai mengumpulkan anak buahnya serta menyusun strategi pengepungan tersebut.***Ruby tampak sama sekali tidak tertarik dengan apa yang mereka bicarakan. Bobby yang menyadari ada sesuatu yang aneh segera mendekati Ruby untuk memastikan tidak ada sesuatu buruk yang terjadi."Kau baik-baik saja?""Ya, seperti yang kau lihat."Bobby mengikuti arah pandang Ruby. Kayla sedang menceritakan segala sesuatu yang dia ketahui tentang Hans kepada Liam, sementara di sana juga ada Sèanne dan Ailee. Ruby menatap dingin pada Sèanne yang segera membuat Bobby khawatir sesuatu terjadi tanpa dia ketahui."Kau seperti seekor singa betina sedang mengintai mangsa." Bobby bergumam hingga hanya Ruby yang mendengarnya.Ruby menoleh sekilas hanya untuk menatap Bobby serius. Sebuah senyuman manis yang memb
Jika ini terserah padanya Liam akan langsung memisahkan kepala dan tubuh Hans sekarang juga. Tapi Ruby mencegah keinginan Liam. Gadis itu memiliki sebuah rencana yang bahkan Liam pun tidak tau apa. Ucapan Bobby bahkan tidak repot-repot di jawab olehnya, dia bangkit dari tempat duduknya saat mendengar suara Kayla di luar ruangan. Liam masih bisa mendengar Bobby dan Ruby berbicara di belakangnya. Saat membuka pintu Kayla langsung menubruk tubuhnya dengan wajah khawatirnya.****Kurt berada di sebuah klub bersama dengan James. Kabar tentang tertangkapnya Hans sudah sampai kepadanya, hal itu tentu saja membuatnya kesal. Belum lagi Ben belum juga menghubunginya tentang dimana letak duplikat XOXO. "Bagaimana jika Ben mengkhianati kita sama dengan dia mengkhianati Liam?" James bertanya dengan tatapan lekat pada layar laptopnya. Kurt memutar gelasnya sembari berpikir. Ben sudah melakukan semua yang mereka inginkan, bahkan orang yang membawa c4 masuk ke korea adalah Ben. Tertangkapnya Hans
Kayla terus gelisah. Bayangan tentang Liam yang terbaring bersimbah dengan tubuh lemah kembali berkelebatan di kepalanya. Jika dulu Liam sanggup menghindari maut kali ini dirinya tak yakin adiknya akan selamat jika sesuatu terjadi kepadanya. Tubuh Kayla gemetar hebat saat bau darah kembali membayang di kepalanya. Warna merah pekat membuat pandangannya seketika kabur. Sharon yang duduk di sampingnya kaget saat Kayla gemetaran. Dengan segera Sharon meraih tubuh Kayla.***Ruby turun dari mobil dan segera mencari keberadaan kekasihnya. Begitu masuk ke ruang besar dia bisa melihat Sèanne duduk di satu-satunya sofa panjang yang ada di sana sementara Liam melepaskan Hans."Babe, apa yang kamu lakukan?" Ruby melangkah mendekat namun langkahnya terhenti saat Shawn dan Sharon masuk dengan langkah ribut."Liam! Apa yang kau lakukan, sialan." Sharon berusaha mendekat tapi Sèanne segera berdiri menghadang.Sèanne menatap tajam pada Sharon, namun gadis di depannya menolak untuk gentar dengan tat
Cuaca dingin karena angin yang bertiup cukup kencang. Sèanne berjalan melintasi ruangan besar yang biasa di gunakan sebagai ruang tamu, langkah pastinya diikuti seorang pengawal yang menunjukkan dimana keberadaan Liam yang sedang bermain dengan Hans. Bayangan tentang apa yang di beberkan Shawn kepadanya waktu itu membuat emosinya timbul. Meski sekarang Liam sama sekali tidak mengingat siapa dirinya namun dia tidak ingin satu manusia pun mengganggu dan menyakiti kekasihnya itu. Ruangan itu memiliki dua pintu besar bercat hitam pekat. Pengawal yang mengikuti membukakan pintu untuknya, Sèanne segera menangkap pemandangan yang membuatnya menggigit bibir bawahnya. Pria tampan dengan kulit putih berambut pirang itu menatapnya tajam. Mata hazel tajam menusuk jauh kedalam jantungnya yang menyebabkan getaran elektrik menyenangkan. Sèanne berjalan mendekat perlahan. Di sudut lain ruangan terdapat sebuah kurungan raksa
Pagi yang mendung dengan angin kencang tidak sedikitpun merubah suasana hati Liam yang bahagia. Kabar tertangkapnya Hans membuatnya ingin segera sampai di Mansion rahasia miliknya. SUV hitam yang di tumpangi Liam melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan yang sepi. Jemari panjang Liam mengetuk cepat layar tablet yang ada di pangkuannya, seolah tahu sesuatu Liam tidak ingin sendirian menemui Hans. Ruby tentu dengan senang hati ikut dengan Liam, namun karena Ruby harus menemui koleganya dia terpaksa membiarkan Liam berangkat lebih dulu. Bayangan tentang apa yang ingin Liam lakukan pada Hans membuat adrenalinnya berpacu, jantungnya berdetak dengan cepat seiring nafasnya yang memburu. Ketika kedua mata Liam yang terpejam membuka perlahan, kilat amarah terpancar jelas di kedua matanya seolah apapun yang terjadi Hans tak akan dibiarkan hidup dengan tenang atau bahkan tidak akan lagi dibiarkan hidup. **** Sharon berlarian di sepanjang
Sèanne meneguk ludahnya kasar saat Liam memanggilnya kedalam ruangan. Liam langsung mengunci pintu ketika Sèanne duduk gelisah di kursi.Liam menatap Sèanne tajam lalu berjalan seperti seekor singa kembali ke kursi kebesarannya, mata dinginnya menatap tajam seolah bisa membunuh siapa saja yang bertatapan dengannya.Liam yang sempurna duduk di hadapan Sèanne mengangsurkan amplop, Sèanne langsung membukanya dan matanya membulat seolah hendak keluar dari cangkangnya."Jadi? Nona Sèanne bisa jelaskan ini? Apa saya harus mengkonfirmasi jika kabar anda berkencan dengan Justin benar?" Liam menatap Sèanne tajam sementara Sèanne menggeleng kuat hingga rambutnya bertebaran di sekelilingnya."S-saya tidak berkencan, waktu itu Justin meminta saya menemui penggemar yang mengidolakan saya dan gadis itu terkena kanker." Sèanne menatap sekeliling dengan gugup. Aura Liam yang entah kenapa sangat gelap me
Liam yang mendengar Ruby segera menghampiri dan menyatukan alisnya melihat apa yang ditunjukkan oleh Ruby, sesosok perempuan tergeletak tanpa mengenakan apapun di tengah ruangan itu. Rambut panjangnya yang hitam adalah satu-satunya hal yang menghalangi pemandangan punggung putihnya.Ruby melirik Liam sekilas lalu masuk kedalam ruangan. Ruby memeriksa keadaan perempuan tanpa busana yang mereka temukan. Perlahan Ruby memutar langkahnya kedepan dan matanya seketika membelalak kaget melihat kondisi perempuan tersebut."Panggil bantuan, kita harus membawanya ke rumah sakit." Ruby berlutut di depan perempuan itu lalu menelentangkan tubuh lemah tak berdaya tersebut.Mata Ruby mengamati sekitar lalu menemukan selembar kain penutup jendela. Dengan cepat Ruby menariknya lalu menutupkan kain pada tubuh tak berdaya itu.Pilot serta Co pilot helikopter menyeruak masuk di belakang Liam, Mereka dengan segera membawa perempuan itu pergi dari sana."Mereka sa