Share

4. Kembalinya Liam

Liam berjalan memasuki gedung LS entertainment bersama Lauren yang sedang digandengnya mesra. Semua mata membulat melihat Liam tak percaya. Seperti Lazarus Liam bangkit dari kematiannya, Liam masuk ke ruang rekaman yang sudah ada Jhonny music director di sana.

Sebenarnya Jhonny juga begitu kaget dengan hadirnya lagi Liam. Dia tak menyangka ada manusia yang sanggup bangkit dari kematiannya tapi dia juga tak mau kehilangan pekerjaannya dengan menunjukkannya di depan Liam. "Master, senang anda kembali."

Liam menepuk bahu Jhonny lalu mengambil duduk dengan Lauren di pangkuannya. Lauren sebenarnya enggan duduk di pangkuan Liam tapi menolak Liam hanya akan memicu pertengkaran mereka pada akhirnya. Sèanne masuk dan mendapati Liam di sana, Liam menatap senang melihat kedatangan Sèanne.

"Ah, kau teman Kayla, kan? Hebat! Tak menyangka teman Kayla penyanyi terkenal. Sekarang kita lihat apa yang kau punya." Liam berkata serius.

Sèanne langsung masuk untuk melakukan take vocal, memang itu jadwalnya hari ini. Jhonny juga sudah menyuruhnya untuk bersiap. Liam sendiri yang mengawasi take vocal setelah mendapatkan laporan bahwa Sèanne dikabarkan dapat bersaing di industri Hollywood. Liam dengan serius mengamati sambil berdiri di sisi Jhonny, matanya bahkan terpejam untuk berfokus pada pendengarannya saja. Entah kenapa Liam merasa sesuatu di hatinya terusik mendengarkan suara nyanyian Sèanne.

Setelah lagu berakhir Liam membuka mata dan bertepuk tangan diikuti oleh Lauren dan juga Jhonny. Dia mengabaikan perasaannya yang terusik dan mengakui jika Sèanne memang pantas dikatakan penyanyi berbakat.

"Aku tak menyangka suaramu memang luar biasa, ya kan babe?" Liam menatap Lauren yang tersenyum pada Sèanne sementara Sèanne hanya sanggup tersenyum kikuk. Mereka sudah mengenal satu sama lain tapi harus menyembunyikannya.

"Ok, sekarang tuan Jhonny giliran Lauren yang melakukan take, sudah siap?" Liam menatap lurus kepada Jhonny.

Jhonny menggangguk dan Lauren bangkit lalu mengecup pipi Liam singkat. Sèanne membuang pandangannya tak mau melihat Liamnya dicium oleh orang lain sekalipun itu merupakan kekasihnya saat ini.

Lauren mulai bernyanyi dengan menatap Liam lekat, bukan sebuah lagu romantis memang justru lagu yang menceritakan tentang dua orang yang terikat dalam satu hubungan tapi perempuannya mengkhawatirkan perubahan pada si pria. Lauren tersenyum setelah menyelesaikan lagunya, Sèanne bisa melihat tatapan cinta dan apa itu luka? Di mata Lauren bahkan Sèanne yakin seolah lagu itu ditujukan untuk Liam. Lauren memeluk Liam sangat erat setelah sampai di depan Liam, senyuman mereka kembali mengembang.

"Woah, apa kau punya niat pindah ke agensiku, babe? Aku belum memiliki warna suara seperti milikmu."

Lauren terkekeh dan memutar bola matanya malas, itu hanya semacam candaan Liam karena Liam tak akan benar-benar mengajaknya bergabung di agensinya. Liam paham Lauren nyaman di Hollywood.

"Aku yakin setelahnya kita setiap hari akan bertengkar." Lauren memasang wajah malasnya.

Sèanne menoleh seolah tertarik dan bertanya sambil lalu, dia hanya tak ingin terlihat seolah tak tertarik pada pembicaraan mereka.

"Kenapa begitu?" Cicitnya,Lauren menatap Sèanne ramah sebelum menjawab.

"Liam tidak suka aku mengenakkan pakaian yang serba terbuka, bahkan bulan lalu kami bertengkar hanya karena gaun sialan yang kukenakan di fashion week." Lauren cemberut.

Liam tertawa sementara Sèanne berhenti bernapas, Sèanne lupa Liam selalu posesif dan overprotektif dengan semua hal yang dia sayangi dan jelas Liam sangat mencintai Laurennya yang tanpa perlu memakai pakaian terbuka memancarkan aura seksi yang membahayakan bagi semua orang, Sèanne lagi-lagi harus menahan rasa sakit di hatinya.

"Pasti, apalagi jika kau harus menyanyi dan menari." Liam dengan wajah tak sukanya membuat Semua orang tertawa mendengar ucapan Liam.

Sèanne hanya sanggup meringis perih dalam hati, rasa sakit itu semakin menjadi dan tak bisa dia tanggung terlalu lama. Dia ingin menangis kencang karena hal ini.

*

Sèanne berlari cepat melihat Lift yang hampir tertutup dan menahannya dengan kedua tangannya, betapa terkejutnya dia saat melihat Liam berdiri melipat tangan di dadanya sendirian. Suara denting lift membuat Sèanne sadar dan langsung masuk ke dalam, berkali-kali dia menelan ludahnya karena merasa gugup hanya berduaan dengan Liam.

Liam merogoh saku dan memainkan ponselnya di sana, seolah hanya dia sendiri yang ada di sana. Sementara itu Sèanne sama sekali tak bisa mengalihkan tatapannya dari Liam. Dia merasa sedih karena Liam sama sekali tak mengingatnya bahkan sebagian sahabatnya.

Terlebih Liam tidak mengingat sosok Lauren yang bekerja untuknya mengurus semua keuangan, bahkan Sèanne masih ingat betul dia dan Lauren bertemu di Paris sebelum pesta pertunangan mereka. Lauren beruntung karena saat Liam tidak mengingat apapun justru Lauren menjadi bagian dalam kisah cintanya, Sèanne bahkan sama sekali tidak mendapatkan peran di hidup Liam saat ini.

Sèanne tahu Lauren mencintai Liam, dari tatapannya Lauren memang tulus mencintai Liam hanya saja Sèanne juga tahu jika Lauren paham suatu saat ketika Liam mengingat segalanya mereka akan berpisah.

"Ok, jadi sampai kapan kau akan menatapku seperti itu? Kau juga artis, kan? Bukankah kau sangat paham jika sangat tidak nyaman terus ditatap seperti itu?" Liam merendahkan suaranya.

Sèanne sadar dari lamunannya dan langsung membuang muka, jantungnya berdebar karena nada tajam Liam padanya. Liam mengantongi ponselnya dan mendekati Sèanne. Sèanne menjilat bibirnya yang terasa kering karena sadar sekarang posisi mereka sangat dekat.

Liam menyentak dagu Sèanne pelan, dan menatap kedua mata Sèanne dengan tajam dan dingin. Tatapan yang dibenci oleh Sèanne karena membuatnya tak nyaman dan merinding ketakutan belum lagi seringaian di bibir Liam, tanpa sadar Sèanne menggigit bibir bawahnya menahan kegugupan. Jantungnya yang tak bisa dikontrol berdebar tak karuan, hanya berdua di lift yang sempit dan ditatap seperti mangsa oleh Liam membuat kaki Sèanne lemas.

"Pertama aku tidak suka dilihat dengan begitu lekat, kedua jangan menggodaku dengan bibir pink segarmu itu. Atau aku-" Liam menggantung kalimatnya tepat saat denting lift berbunyi, seolah dia tahu aktifitas mereka akan terganggu.

Liam mengutuk dirinya sendiri yang hampir menyambar bibir segar milik Sèanne yang menggoda dirinya, Liam keluar tanpa mempedulikan Sèanne yang kesulitan mengatur napas dan hatinya.

Sèanne nyeri melihat Liam seperti tadi, bukan sikap Liam yang biasanya lembut dan penuh cinta padanya memang tapi mengingatkan pertemuan pertama mereka di bangku kuliah. Liam yang dingin dan arogan, Liam yang benci dengan cinta karena dia menganggap bahwa cintalah yang merenggut nyawa kedua orang tuanya.

*

"Jadi kau sudah menikah, bear? Dan kau mendahuluiku, suamimu juga tampan. "Liam menyandarkan dirinya di sofa dikelilingi oleh orang-orang yang ada di Lithium beberapa hari lalu, tapi kali ini mereka ada di kantor Liam hanya sekedar mengunjunginya dan memastikan bahwa mereka tidak berkhayal tentang Liam yang masih hidup.

"Kau juga akan menikah." Sharon melirik ke arah Sèanne sekilas, Sèanne yang sadar hanya tersenyum getir padanya. Bagaimanapun mungkin jika dia dulu tidak peduli pada berita itu mungkin sekarang dia telah memiliki bayi lucu dari pernikahannya dan Liam, sangat disayangkan segalanya terjadi begitu tragis dan sulit diprediksi.

"Ah, ya, Lauren, aku belum memikirkan tentang itu. Kau tahu Hollywood, kan?" Liam bicara santai.

Sèanne kaget mendengar nama Lauren tapi dia mencoba tak menunjukkannya pada semua orang. Sèanne mengerti maksud Sharon adalah Liam hampir menikah dengannya tapi nama Lauren dari bibir Liam membuatnya menyadari satu hal, Saat ini Liam bukan miliknya dan entah sampai kapan.

"Why? Kau tak mencintainya,dude?" Ben sahabatnya yang paling tegas menembakkan pertanyaan itu, tapi Liam tertawa lebar mendengarkan itu dari Ben.

"Ck! Aku akan mengingatkan jika kau lupa, Cinta membawa petaka dan aku tidak mau tertimpa petaka. Aku sudah cukup bahagia dengan kalian, jadi kenapa aku harus melibatkan diriku dengan petaka. Benar?" Liam tidak sadar beberapa orang menahan nafas mendengar ucapan Liam.

Sèanne bangkit berdiri dan izin ke kamar mandi mendengar ucapan Liam yang membuat hatinya teremas kuat, benar itu adalah Liam jauh sebelum bertemu Sèanne dulu. Liam yang menyalahkan adanya cinta, Liam yang percaya bahwa cinta selalu membawa kesengsaraan. Liam selalu mengatakan cinta kedua orangtuanya padanya adalah alasan kecelakaan itu terjadi, orangtuanya meninggal karena mencintai dirinya. Sisi dingin Liam kembali, Sèanne menyadari jika Liam mengingat segalanya dia akan menguatkan gagasannya tentang cinta yang penuh petaka itu.

Sèanne ingat bagaimana kata-kata tajam dan kasarnya sebelum kecelakaan itu terjadi bahkan Sèanne telah menghina kakak kesayangan Liam sebagai penggoda, jika Liam tahu maka Sèanne akan berakhir mengenaskan mengingat bagaimana posesif dan sayangnya Liam pada sang kakak. Harapan Sèanne agar Liam mengingatnya dan kembali bersamanya pupus bersamaan dengan ucapan Liam tadi. Kemungkinan Liam mengingat dirinya belum pasti tapi bisa jadi Laurenlah yang sanggup membuat Liam jatuh hati selalu menghantuinya.

*

"Aku tak percaya kau melakukan ini, apa sebenarnya tujuanmu?"

Tak ada jawaban hanya tatapan datar yang membuat tulang belakang terasa membeku karena sensasi dingin.

**

"Wah, wah, kalian pikir bisa menyingkirkanku secepat itu, ya? Kalian tak tahu berhadapan dengan siapa!" Liam menyentak kepala pria di depannya dengan kasar sementara Bobby hanya mengamati dari sudut ruangan, sudah biasa baginya melihat kepribadian Liam yang konyol dan sering tertawa berubah menjadi dingin dan kejam hingga sanggup melakukan apapun.

"M-maaf. Tolong ampuni kami, kami berjanji tak akan mengusik hidup kalian lagi. Kumohon lepaskan kami." Liam tertawa keras mendengarnya tapi makin mengeratkan cengkeramannya rambut pria itu. Matanya menajam dengan seringaian iblis di kedua sisi bibirnya.

Ruby membanting pintu dan masuk begitu saja tanpa bisa dicegah oleh siapapun, mata kucingnya berbinar meski bibirnya mencebik kesal. Senyuman miring menghiasi bibirnya dan dia langsung menoleh pada Liam yang sedang menikmati rintihan dan permohonan dari pria yang sedang menjadi mainannya itu, bagi Ruby Liam yang dingin dan kejam benar-benar tipenya.

"Bersenang-senang tanpa mengajakku, huh?" Ruby mengangkat dagunya tinggi. Liam terkekeh lalu menyerahkan cambuk di tangannya pada Ruby, gadis itu hampir melompat kegirangan menerimanya. Liam berjalan ke sofa dan duduk dengan kaki di atas meja menyesap wine di gelasnya perlahan, baginya menonton Ruby bermain sambil meminum Wine atau latte sangat menyenangkan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status