Share

lima 2

Author: ananda zhia
last update Last Updated: 2024-05-20 03:56:48

Mendadak Wahyudi merasa lemas dan pandangan matanya berkunang-kunang. Dia seketika oleng dan hampir saja limbung, jatuh ke belakang kalau dia tidak berpegangan pada pagar rumahnya.

"Apa? Tidak mungkin! Adelia tidak mungkin melakukan hal itu?" desis Wahyudi.

Laki-laki itu menatap ke arah kerumunan laki-laki yang ada di hadapan nya.

"Kalian jangan mengada-ngada! Istri saya tidak mungkin berbuat jahat dan curang pada saya!" ujar Wahyudi dengan badan yang gemetar. Dia merasa takut jika kehilangan rumah yang dimiliki nya sejak tiga tahun lalu sebagai hadiah dari ibunya yang menjual sawah dan sapi demi membelikannya rumah atas keberhasilannya diterima kerja di pabrik konveksi terbesar di kota itu.

Rumah seharga tiga ratus juta itu memang dipilih karena lokasi nya yang dekat dengan pabrik. Dan di pabrik itu lah, tiga tahun kemudian, dia bertemu dengan Adelia, karyawan junior yang datang dari desa ke kota dan diterima bekerja di pabrik tempat Wahyudi bekerja.

Adelia yang cantik jelita alami, langsung menarik perhatian Wahyudi dan beberapa karyawan lain. Perlu perjuangan yang lumayan berliku untuk Wahyudi memenangkan hati Adelia. Dan Wahyudi pun seakan ketiban durian runtuh saat Adelia menerima cintanya.

Hanya saja menuruti aturan dari pabrik, bahwa pasangan suami istri tidak boleh bekerja di dalam pabrik yang sama, maka Adelia memutuskan untuk berhenti bekerja di pabrik itu dan menikah dengan Wahyudi.

"Heh! Pak, Bapak! Jangan melamun ya! Kosong kan segera rumah ini!" seru laki-laki tinggi di hadapan Wahyudi seraya mengibaskan tangannya.

Wahyudi yang sedang terpuruk segera menguasai diri lalu menatap ke arah kerumunan laki-laki di hadapan nya.

"Bagaimana kalau saya tidak mau pergi dari rumah saya? Ini rumah saya! Ibu saya bahkan menjual sawah dan sapi untuk membeli rumah ini untuk saya! Eh, kalian kok mendadak memaksa saya untuk pergi dari rumah yang telah diberikan oleh ibu saya!" tegas Wahyudi. Meskipun satu lawan banyak, Wahyudi siap menjabanin, asalkan rumahnya tidak jatuh di tangan pada debt collect*r.

Laki-laki di hadapan nya mendelik. "Kami akan mengeluarkan barang-barang bapak dengan paksa!" serunya. Dia lalu memerintah kan anak buahnya untuk mulai melompati pagar rumah Wahyudi.

Anak buah lelaki itu segera melakukan instruksi dari bosnya dan dua orang dengan cekatan melompati pagar dan dalam waktu sekejap telah berada di dalam pagar rumah Wahyudi. Wahyudi yang panik segera berteriak dan berusaha menghentikan mereka.

"Astaga! Apa-apaan kalian! Kalian tidak punya bukti kalau sudah memiliki sertifikat rumah saya! Jangan mengada-ngada!"

"Saya punya buktinya! Saya memiliki sertifikat rumah ini dan foto kopi K T P bapak serta istri bapak. Ada lagi, saya juga mempunyai surat kuasa yang telah ditandatangani oleh bapak yang menyebut kan persetujuan bahwa bapak memperbolehkan rumah ini dijamin kan untuk meminjam uang pada saya."

Wahyudi terdiam sejenak. Dia terhenyak dan menatap tak percaya pada laki-laki di hadapannya.

"Saya nggak percaya," desis Wahyudi lirih.

"Mari kita masuk ke dalam rumah. Saya akan membuktikan bahwa saya memiliki bukti-bukti yang saya sebutkan!"

Wahyudi terdiam dan tidak merespon ucapan laki-laki di hadapan nya. Dia lalu menggeserkan-geserkan slot pagar yang memang agak macet lalu membuka pagarnya perlahan.

Laki-laki itu bergegas masuk ke dalam rumah. Lalu mengetuk pintu rumah nya berkali-kali.

"Del, Adel! Bukakan pintu!"

Hening, tak ada suara. Tanpa putus asa, Wahyudi lalu meraih ponsel nya dan menelepon istri nya itu. Tapi nihil, nomor istri nya tidak aktif.

"Pak, cepat kemasi barangnya! Kami juga harus melaksanakan tugas dari bos kami!" ujar laki-laki di hadapan nya tampak tak sabar.

Wahyudi menatap ke arah laki-laki itu. "Tunjukkan dulu bukti-bukti yang tadi kamu katakan!" tantang Wahyudi.

"Oke!"

Laki-laki di hadapan Wahyudi menunjukkan tas tenteng hitamnya lalu mengeluarkan isinya. Tampak sebuah map kertas warna biru yang segera diletakkan nya di atas meja plastik di teras.

Wahyudi mendelik saat melihat satu persatu bukti yang dipegang nya. Dia baru sadar kalau sebulan setelah menikah, Adelia meminta tanda tangan nya yang katanya untuk mencairkan dana BLT atau bansos saat dia baru saja tidur. Waktu itu dengan mata setengah terpejam karena masih mengantuk, Wahyudi segera menandatangani kertas yang disodorkan oleh istrinya agar dia bisa segera tidur kembali.

"Jadi kapan rumah bapak akan segera dikosongkan?" tanya laki-laki tinggi di hadapan nya.

Baru saja Wahyudi akan menjawab, terdengar suara salam dari pintu gerbang.

Seorang laki-laki berseragam masuk ke teras rumah nya dan mengeluarkan amplop coklat dari dalam tas punggung nya.

"Apa benar rumah ini adalah rumah pak Wahyudi?"

Wahyudi mengangguk. "Saya Wahyudi." Wajahnya menegang. 'Ada apa lagi ini?" gumamnya galau.

"Bapak siapa?" tanya Wahyudi.

"Saya juru sita dari pengadilan agama ingin mengantarkan jadwal sidang mediasi dari istri Pak Wahyudi."

Next?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 44 (tamat)

    "Halo, selamat sore. Ini dari kepolisian. Pemilik ponsel ini ditahan atas laporan para korban investasi bodong. Kalau bapak merasa menjadi salah satu korbannya, silakan datang ke kantor polisi untuk memberikan kesaksiannya besok," ujar suara seberang membuat Wahyudi merasa lemas seketika."Astaga, tidak mungkin kalau teman saya menipu saya! Bapak pasti bercanda kan?! Mana teman saya? Saya ingin memastikan kalau dia sedang becanda dengan saya," ujar Wahyudi berusaha untuk tidak panik, walaupun di dalam hatinya, dia merasakan cemas bukan main. "Saya sedang tidak bercanda. Jika bapak tidak percaya, silakan datang ke kantor polisi sekarang," ujar suara dari seberang membuat Wahyudi hanya bisa menelan ludah dan menghela napas berat. ***"Aku ditipu, Bu. Aku ditipu teman ku. Uang dari pemkab habis semuanya. Aku harus bagaimana, Bu?" tanya Wahyudi panik setelah pulang dari kantor polisi. "Kamu sih, Mas, nggak bisa hati-hati kalau investasi, sekarang jadinya harus seperti ini kan?" sahut W

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 43

    Suasana pantai yang indah dengan deburan ombak saat matahari tenggelem membuat suasana semakin indah. Angin semilir memainkan rambut Adelia hingga mengembang bergelombang semakin indah. Roni mengajak Adelia ke pantai dan melihat ke arah laut lepas. Mereka duduk di warung sea food pinggir pantai. Adelia menatap ke arah lautan dengan senyum terkembang. "Kamu senang dengan pantai kan?” tebak Roni. Adelia mengangguk. " Iya, senang banget. Biasanya kalau liburan sekolah, aku dan keluarga jalan-jalan ke pantai. Hm, darimana kamu tahu soal itu, Mas?" tanya Adelia penasaran. Roni tersenyum penuh misteri. "Sebenarnya aku juga mendekati bapak dan ibu kamu. Aku sering menyapa beliau dan menanyakan makanan dan tempat favorit," sahut Roni serius. Tapi Adelia mendelik. "Apa? Kamu serius, Mas? Bapak dan ibuku termasuk orang tua yang kaku dan susah didekati lho." Roni tersenyum. "Bukti nya aku mendapatkan informasi tentang pantai dan seafood dari bapak dan ibu kamu. Rasanya aku menemukan kedua

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 42

    "Dasar pelakor! VAlakor kamu ya! Gatel! Kamu telah selingkuh dengan suami saya kan?! Dan sekarang kamu hamil dengan suami saya. Saya tidak terima!! Huh, sialan! Pelakor kurang ajar! Akan ku seret kamu ke kantor polisi!" seru perempuan bertubuh subur itu dan di samping perempuan itu tampaklah Jarot dengan wajah pucat dan tangan gemeteran berusaha melerai istrinya dan Wina yang saling menjambak dengan kencang. "Astaga! Apa tadi kata istri pak Jarot?!" desis Wahyudi dengan suara parau. Dia ingin melangkah maju ke arah istrinya, tapi kesulitan karena ada beberapa orang di depannya termasuk kedua satpam yang berjalan lebih dulu yang segera melerai Wina dan istri Jarot. "Jangan membuat keributan di sini! Kalau ada masalah pribadi, selesai kan saja di luar," ujar salah seorang satpam seraya berusaha melepaskan cengkeraman tangan istri Jarot dari rambut Wina. "Nggak bisa begitu, Pak! Ini urusan kami bertiga! Bapak jangan ikut campur! Jalang ini sudah berselingkuh dengan suami saya!" seru i

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 41

    Beberapa saat sebelumnya, Wahyudi memastikan bahwa tidak ada satupun CCTV yang terpasang di kafe ini. Setelah membulatkan tekad, dia memutuskan untuk menjalankan rencana jahatnya. "Awas saja kamu, Del! Aku tidak akan tinggal diam melihat kamu hidup dengan bahagia, sementara aku dan ibuku hidup menderita. Aku akan membuat usaha kamu bangkrut dan rugi, Del!" gumam Wahyudi lirih. Dia lalu mencabut tiga helai rambut dan menggigit kukunya lalu memasukkannya ke dalam mangkuk. Selanjutnya dia berteriak sambil berseru jijik. "Astaga! Pelayan! Pelayan! Apa-apaan ini! Kenapa jorok sekali makanan di sini!" Beberapa pelanggan menatap dengan penuh tanda tanya pada Wahyudi. Sementara itu Wahyudi tampak semakin merasa marah karena tidak ada pelayan yang mendatangi nya dan dia merasa tidak dipedulikan. "Woi! Pembeli adalah raja! Awas ya kalian! Karyawan dan pemilik kafe di sini akan ku viralkan! Saya mau protes! Saya tidak terima dengan pelayanan kafe ini!" ujar Wahyudi dengan nada tinggi. Suar

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 40

    Ambar menjerang air di dalam panci kecil. Lalu setelah mendidih, dia memasukkan mie nya kedalam panci. Saat dia meraih sendok sayur untuk mengaduk mie di dalam panci, Ambar merasa kepalanya pusing sekali. Dan dalam waktu cepat, pandangan mata nya juga menggelap. Akhirnya tubuh Ambar jatuh berdebum di lantai dapur meninggalkan kompor yang masih menyala. Kompor yang menyala secara terus menerus menghanguskan kan air dan mie yang ada di dalam panci kecil dan bahkan menyambar lap dapur yang ada di samping nya. Tak perlu menunggu lama, api yang telah melahap lap dapur, menyambar dinding dan sekitarnya. Lidah api sudah mencapai tabung LPG, tapi Ambar masih belum tersadar dari pingsan nya. Seketika tabung gas LPG meledak dan menyambar seluruh dinding dan pintu dapur yang menghubungkan dengan halaman belakang rumah Wahyudi. Roni yang rumahnya hanya berjarak lima ratus meter dari rumah Wahyudi, dan saat itu baru saja pulang dari menemui Adelia terkejut saat melewati jalan setapak di belaka

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 39

    "Oh, jadi selama ini kamu bersekongkol dengan orang ini untuk berpura-pura menjadi debt colector dan menipu anak saya?!" Sebuah suara keras yang mendadak terdengar dari arah belakang membuat Adelia dan Agus terkejut. Tampak Ambar dengan berkacak pinggang melotot pada mantan menantunya itu. Adelia menoleh ke arah mertuanya dan tersenyum lebar. "Hai, Bu Ambar! Apa kabarnya? Rukonya sudah laku," ujar Adelia tenang. Ambar semakin keki dan kesal. Dia maju beberapa langkah dan langsung mengayunkan tangannya ke arah Adelia. "Kamu ya? Benar-benar parasit!" teriak Ambar.Tangan Roni hampir menangkap tangan Ambar, tapi rupanya Adelia sudah lebih dulu menangkap tangan mertua nya. Dikibaskannya tangan Ambar perlahan. "Tenang, Bu Ambar. Apa ibu tahu jika penganiayaan bisa dipenjarakan? Apa ibu mau terus menerus membayar kerugian yang saya alami akibat perbuatan ibu dan anak ibu sampai uang ibu habis?" tanya Adelia tenang. Ambar hanya bisa mendelik dan mengepal kan tangan tanpa menyentuh Ade

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status