공유

lima 3

작가: ananda zhia
last update 최신 업데이트: 2024-05-20 03:57:20

"Saya juru sita dari pengadilan agama ingin mengantarkan jadwal sidang pertama gugat cerai dari istri Pak Wahyudi."

"Apa?" tanya Wahyudi melongo. Dia menatap panik secara bergantian pada juru sita pengadilan agama dan debt collect*r di hadapannya dengan bergantian.

'Ini pasti mimpi!' gumamnya lalu mencubit kedua pipinya secara bersamaan. 'Akan kubuktikan kalau hal ini masih mimpi dan saat aku bangun, semua dalam keadaan baik-baik saja. Adelia juga akan kembali ke sisiku dan sedang memasakkan makanan enak untukku.'

"Awww! Sakit!" gumam Wahyudi seraya mengelus tangan nya yang baru saja dicubitnya sendiri.

"Pak, silakan tanda tangan di sini sebagai bukti bahwa bapak telah menerima surat dari pengadilan agama," ujar pegawai dari pengadilan agama itu seraya menunjuk ke arah kanan bawah formulir yang dipegangnya.

Wahyudi hanya bisa menghela napas panjang.

"Tidak. Saya tidak mau tanda tangan! Saya tidak akan mau berpisah dengan Adelia!" seru Wahyudi dengan tegas.

Pegawai pengadilan agama itu hanya mengedikkan kepala. Dia lalu meraih ponsel nya dan mengambil gambar Wahyudi secara mendadak.

"Hei, Pak! Ini sudah tidak benar! Saya masih mencintai istri saya!" seru Wahyudi dengan kesal.

"Pak, ini bukan urusan saya. Saya hanya bertugas untuk memastikan surat panggilan untuk sidang mediasi sudah diterima oleh tergugat. Tapi dengarkan saran saya, kalau bapak masih mencintai istri bapak, bapak tanda tangan formulir penerimaan surat ini dan datang saja ke sidang mediasi dan pertahankan rumah tangga bapak," ujar juru sita itu.

Wahyudi pun hanya terdiam dan mau tidak mau menandatangani formulir penerimaan jadwal mediasi. Setelah mendapat kan tanda tangan Wahyudi, pegawai pengadilan agama itu pun pergi.

Wahyudi pun menatap ke arah debt collect*r di hadapan nya.

"Bapak, saya minta waktu untuk mengemasi barang saya. Saya juga harus nyari kos atau kontrakan. Beri saya waktu sebulan untuk mencari tempat tinggal baru," pinta Wahyudi memelas.

Laki-laki tinggi di hadapan nya menyedekapkan kedua tangan nya di depan dada.

"Waktu satu minggu terlalu lama!" ujar laki-laki itu.

Wahyudi terdiam sejenak. Dia berpikir bagaimana caranya agar rumahnya masih bisa selamat. Mendadak sebuah ide melintas di pikiran nya.

"Kalau begitu, saya akan membayar utang istri saya. Berapa bulan istri saya tidak membayar angsuran? Saya akan melunasi nya," ujar Wahyudi.

Laki-laki tinggi di hadapan nya itu membuka tas tenteng warna hitam yang dibawanya lalu mengeluarkan buku agak tebal.

"Jumlah pinjaman seratus juta. Perbulan membayar tujuh juta lima ratus ribu. Istri kamu sudah libur ngangsur selama tiga bulan. Jadi bulan ini kamu harus membayar dua puluh dua juta lima ratus ribu. Angsuran berjalan selama lima belas bulan. Saat ini masih berjalan lima bulan."

Wahyudi menelan ludah. 'Astaga! Dapat darimana uang sebanyak itu?' tanyanya dalam hati.

Selama ini dia selalu mengirimkan sebagian besar gajinya pada ibunya di kabupaten sebelah yang berjarak tiga jam dari rumahnya ini. Sehingga dia tidak mempunyai banyak tabungan.

"Hm, saya akan membayar nya, Pak. Tapi saya mohon berikan saya waktu. Besok pasti akan saya bayar," sahut Wahyudi memelas.

Para penagih hutang itu berpandangan. "Oke. Sekarang kami akan pergi. Tapi ingat satu hal, awas saja kalau kamu tidak menepati janji kamu untuk membayar hutang dan menebus rumah ini!" ancam penagih hutang itu lalu beranjak pergi.

"Astaga, slamet-slamet! Untung saja aku bisa mengulur waktu. Ck, aku harus segera menghubungi Adelia lagi," gumam Wahyudi lirih. Dia lalu merain ponselnya dan kembali menelepon istrinya itu.

Tapi Wahyudi harus menelan kekecewaan karena ponsel istri nya tidak aktif. Wahyudi segera mengetuk pintu rumahnya berkali-kali seraya memanggil nama Adelia. Laki-laki itu pun berkeliling rumah sambil mengintip ventilasi dan jendela rumah. Masih berharap jika Adelia sedang tertidur di dalam rumah, namun harapan nya harus musnah, saat Adelia tidak tampak di seluruh penjuru rumah.

Hendak bertanya pada tetangga pun percuma. Di perumahan itu, antar tetangga saling tertutup dan jarang berbaur satu sama lain.

"Astaga, Adelia kemana sih?" ucap Wahyudi kesal. "Kalau begini aku terpaksa harus pergi ke rumah orang tuanya. Awas saja kalau dia ternyata sembunyi di sana. Dasar istri tidak tahu diuntung!" ucap Wahyudi gusar. "Duh, padahal bapak Adel serem banget, tapi aku tetap harus mencari istriku!"

Laki-laki itupun segera memacu motor nya ke rumah orang tuanya yang hanya berjarak enam kilometer dari rumahnya.

Sesampainya di rumah orang tua Adelia, Wahyudi segera mengetuk pintu rumah mertua nya.

Tak lama kemudian bapak Adelia keluar. Dia menatap Wahyudi dengan heran. Lelaki yang betubuh kekar dan berkumis lebar itu menatap Wahyudi dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan wajah penasaran.

"Assalamu'alaikum, Pak. Maaf menganggu, apa Adelia ada di dalam?"

Mertuanya mendelik mendengar pertanyaan dari Wahyudi.

"Tidak. Adelia tidak ada di sini! Jangan bilang kalau anak saya menghilang?!" tanya Bapak Adelia dengan nada seram.

Wahyudi menelan ludah.

Next?

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 44 (tamat)

    "Halo, selamat sore. Ini dari kepolisian. Pemilik ponsel ini ditahan atas laporan para korban investasi bodong. Kalau bapak merasa menjadi salah satu korbannya, silakan datang ke kantor polisi untuk memberikan kesaksiannya besok," ujar suara seberang membuat Wahyudi merasa lemas seketika."Astaga, tidak mungkin kalau teman saya menipu saya! Bapak pasti bercanda kan?! Mana teman saya? Saya ingin memastikan kalau dia sedang becanda dengan saya," ujar Wahyudi berusaha untuk tidak panik, walaupun di dalam hatinya, dia merasakan cemas bukan main. "Saya sedang tidak bercanda. Jika bapak tidak percaya, silakan datang ke kantor polisi sekarang," ujar suara dari seberang membuat Wahyudi hanya bisa menelan ludah dan menghela napas berat. ***"Aku ditipu, Bu. Aku ditipu teman ku. Uang dari pemkab habis semuanya. Aku harus bagaimana, Bu?" tanya Wahyudi panik setelah pulang dari kantor polisi. "Kamu sih, Mas, nggak bisa hati-hati kalau investasi, sekarang jadinya harus seperti ini kan?" sahut W

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 43

    Suasana pantai yang indah dengan deburan ombak saat matahari tenggelem membuat suasana semakin indah. Angin semilir memainkan rambut Adelia hingga mengembang bergelombang semakin indah. Roni mengajak Adelia ke pantai dan melihat ke arah laut lepas. Mereka duduk di warung sea food pinggir pantai. Adelia menatap ke arah lautan dengan senyum terkembang. "Kamu senang dengan pantai kan?” tebak Roni. Adelia mengangguk. " Iya, senang banget. Biasanya kalau liburan sekolah, aku dan keluarga jalan-jalan ke pantai. Hm, darimana kamu tahu soal itu, Mas?" tanya Adelia penasaran. Roni tersenyum penuh misteri. "Sebenarnya aku juga mendekati bapak dan ibu kamu. Aku sering menyapa beliau dan menanyakan makanan dan tempat favorit," sahut Roni serius. Tapi Adelia mendelik. "Apa? Kamu serius, Mas? Bapak dan ibuku termasuk orang tua yang kaku dan susah didekati lho." Roni tersenyum. "Bukti nya aku mendapatkan informasi tentang pantai dan seafood dari bapak dan ibu kamu. Rasanya aku menemukan kedua

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 42

    "Dasar pelakor! VAlakor kamu ya! Gatel! Kamu telah selingkuh dengan suami saya kan?! Dan sekarang kamu hamil dengan suami saya. Saya tidak terima!! Huh, sialan! Pelakor kurang ajar! Akan ku seret kamu ke kantor polisi!" seru perempuan bertubuh subur itu dan di samping perempuan itu tampaklah Jarot dengan wajah pucat dan tangan gemeteran berusaha melerai istrinya dan Wina yang saling menjambak dengan kencang. "Astaga! Apa tadi kata istri pak Jarot?!" desis Wahyudi dengan suara parau. Dia ingin melangkah maju ke arah istrinya, tapi kesulitan karena ada beberapa orang di depannya termasuk kedua satpam yang berjalan lebih dulu yang segera melerai Wina dan istri Jarot. "Jangan membuat keributan di sini! Kalau ada masalah pribadi, selesai kan saja di luar," ujar salah seorang satpam seraya berusaha melepaskan cengkeraman tangan istri Jarot dari rambut Wina. "Nggak bisa begitu, Pak! Ini urusan kami bertiga! Bapak jangan ikut campur! Jalang ini sudah berselingkuh dengan suami saya!" seru i

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 41

    Beberapa saat sebelumnya, Wahyudi memastikan bahwa tidak ada satupun CCTV yang terpasang di kafe ini. Setelah membulatkan tekad, dia memutuskan untuk menjalankan rencana jahatnya. "Awas saja kamu, Del! Aku tidak akan tinggal diam melihat kamu hidup dengan bahagia, sementara aku dan ibuku hidup menderita. Aku akan membuat usaha kamu bangkrut dan rugi, Del!" gumam Wahyudi lirih. Dia lalu mencabut tiga helai rambut dan menggigit kukunya lalu memasukkannya ke dalam mangkuk. Selanjutnya dia berteriak sambil berseru jijik. "Astaga! Pelayan! Pelayan! Apa-apaan ini! Kenapa jorok sekali makanan di sini!" Beberapa pelanggan menatap dengan penuh tanda tanya pada Wahyudi. Sementara itu Wahyudi tampak semakin merasa marah karena tidak ada pelayan yang mendatangi nya dan dia merasa tidak dipedulikan. "Woi! Pembeli adalah raja! Awas ya kalian! Karyawan dan pemilik kafe di sini akan ku viralkan! Saya mau protes! Saya tidak terima dengan pelayanan kafe ini!" ujar Wahyudi dengan nada tinggi. Suar

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 40

    Ambar menjerang air di dalam panci kecil. Lalu setelah mendidih, dia memasukkan mie nya kedalam panci. Saat dia meraih sendok sayur untuk mengaduk mie di dalam panci, Ambar merasa kepalanya pusing sekali. Dan dalam waktu cepat, pandangan mata nya juga menggelap. Akhirnya tubuh Ambar jatuh berdebum di lantai dapur meninggalkan kompor yang masih menyala. Kompor yang menyala secara terus menerus menghanguskan kan air dan mie yang ada di dalam panci kecil dan bahkan menyambar lap dapur yang ada di samping nya. Tak perlu menunggu lama, api yang telah melahap lap dapur, menyambar dinding dan sekitarnya. Lidah api sudah mencapai tabung LPG, tapi Ambar masih belum tersadar dari pingsan nya. Seketika tabung gas LPG meledak dan menyambar seluruh dinding dan pintu dapur yang menghubungkan dengan halaman belakang rumah Wahyudi. Roni yang rumahnya hanya berjarak lima ratus meter dari rumah Wahyudi, dan saat itu baru saja pulang dari menemui Adelia terkejut saat melewati jalan setapak di belaka

  • NAFKAH LIMA RIBU   bab 39

    "Oh, jadi selama ini kamu bersekongkol dengan orang ini untuk berpura-pura menjadi debt colector dan menipu anak saya?!" Sebuah suara keras yang mendadak terdengar dari arah belakang membuat Adelia dan Agus terkejut. Tampak Ambar dengan berkacak pinggang melotot pada mantan menantunya itu. Adelia menoleh ke arah mertuanya dan tersenyum lebar. "Hai, Bu Ambar! Apa kabarnya? Rukonya sudah laku," ujar Adelia tenang. Ambar semakin keki dan kesal. Dia maju beberapa langkah dan langsung mengayunkan tangannya ke arah Adelia. "Kamu ya? Benar-benar parasit!" teriak Ambar.Tangan Roni hampir menangkap tangan Ambar, tapi rupanya Adelia sudah lebih dulu menangkap tangan mertua nya. Dikibaskannya tangan Ambar perlahan. "Tenang, Bu Ambar. Apa ibu tahu jika penganiayaan bisa dipenjarakan? Apa ibu mau terus menerus membayar kerugian yang saya alami akibat perbuatan ibu dan anak ibu sampai uang ibu habis?" tanya Adelia tenang. Ambar hanya bisa mendelik dan mengepal kan tangan tanpa menyentuh Ade

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status