"Maaf kalau pertanyaan saya membuat Tuan Hansen teringat tentang masa lalu," ujar Nay. Matanya bergerak ke arah jendela. Ia melihat bocah lelaki yang belum ia ketahui namanya itu sedang berdiri memandangi papanya dari balik kaca jendela. "Silakan Nona mengecek area ini. Saya kedalam dulu." Tuan Hansen berbicara tanpa menoleh ke arah Nay. Ia kemudian melangkah masuk dari pintu yang sama. Nay melambaikan tangan dan membuka komunikasi dengan putra Tuan Hansen. Ia meminta bocah itu keluar. Ia ingin mendengar langsung apa yang sebenarnya terjadi sebelum mencari tahu sendiri. "Kita belum kenalan. Siapa namamu?" tanya Nay mengusap bangku besi yang menempel di dinding pagar beton sekadar untuk menyingkirkan debu dan kotoran. "Bastian. Mama biasa memanggilku Tian," jawab bocah itu sambil melongok ke dalam kolam renang. Ia berhenti beberapa saat lalu berjalan menghampiri Nay yang sudah duduk di bangku sambil memeriksa ponselnya. "Duduklah di samping Kakak. Kita ngobrol-ngobrol sebentar." N
Setelah menyelesaikan tugasnya, Nay berpamitan pulang. Ekspresi wajah Tuan Hansen berubah muram. Sangat berbeda dengan raut wajahnya saat Nay datang. Hampir bisa dipastikan penyebabnya adalah pertanyaan Nay tentang anak lelakinya. "Pak Bos sudah kenal lama dengan Tuan Hansen?" tanya Nay begitu ia sampai di ruangan Pak Oey. "Lumayan lama. Kenapa, Nay?""Istrinya apa masih ada, Pak?""Setahu saya masih. Sejak kematian anak laki-lakinya, dia mengalami guncangan mental. Menurut desas-desus sampai sekarang masih seperti itu.""Jiwa anak lelaki Tuan Hansen masih menunggu mamanya di rumah itu. Saya tidak mungkin mengabaikannya, Pak.""Mungkin beberapa kenalan bisa membantu memberikan informasi. Nanti saya infokan ke kamu, Nay. Saya ada urusan di luar. Kau periksa berkas ini, kalau sudah selesai kau bebas." Pak Oey mengambil tumpukan berkas dari atas meja kemudian memberikannya pada Nay. "Baik, Bos." Nay menerima berkas tersebut lalu masuk ke ruangannya. Nay memeriksa berkas yang diberika
Nay tidak tahu mengapa pikiran tentang dark force membuatnya merasa panas dan tidak nyaman. Cukup lama ia berdiri di depan jendela apartemennya dengan mata memperhatikan langit yang terlihat suram. Seharusnya ia lebih peka bukan malah abai seperti yang dilakukannya belakangan ini. Berhenti menjadi seorang Nayara rasanya memang tidak mungkin. Ia dibutuhkan untuk berkontribusi pada bumi tempatnya berdiri. Dark force tidak main-main. Sebarannya cepat tetapi tidak terlihat. Mempengaruhi atmosfer kehidupan manusia sampai ke hal-hal yang paling kecil. Semakin banyak di media sosial jari-jari manusia menuliskan kata-kata kasar, makian dan hinaan yang ditujukan kepada manusia lain hanya karena ketidaksukaan. Kasus perundungan yang berujung kematian pun semakin banyak terjadi. Korupsi, perampasan hak, intoleransi dan masih seabrek persoalan lain yang semakin memprihatinkan. Disadari atau tidak semua itu bisa mengakibatkan ketidakseimbangan berskala besar. "Selama masih ada doa manusia yang
"Ada apa Nona ingin bicara dengan saya?" tanya istri Tuan Hansen. "Sebelumnya terima kasih Nyonya sudah bersedia menemui saya. Benar saya bicara dengan Nyonya Adhisti?""Iya, betul. Saya Adhisti.""Ini soal Bastian, Nyonya.""Bastian malang. Dia masih menunggu di rumah itu, bukan?"Kening Nay sedikit berkerut. Ia tidak menduga Nyonya Adhisti tahu tentang keberadaan putranya. "Iya, Nyonya. Saya bertemu dengan Bastian dan saya berjanji untuk mempertemukan Nyonya dengan dia.""Hansen membawa saya ke sini karena menganggap jiwa saya terganggu. Berhalusinasi tentang Bastian secara berlebihan. Hansen mengira saya gila. Dia sama sekali tidak percaya. Tapi saya punya cara lain. Memintanya merenovasi rumah itu.""Semesta merangkum doa. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Bastian akan bertemu Nyonya. Selama ini dia mengira, Nyonya marah dan membencinya. "Saya tahu Bastian masih ada di rumah itu. Saya ingin dia pergi dengan tenang. Saya juga sudah belajar ikhlas melepasnya." Manik mata Nyo
Nay mengangguk. "Aku yakin orang-orang seperti kita sudah merasakan energi gelap yang semakin menyebar. Kalau dibiarkan dunia kita akan dikuasai kegelapan.""Kita tidak bisa hanya diam saja. Jujur, aku sangat kecewa dengan pilihan kakakku. Memalukan dan pasti merugikan dunia bawah.""Mungkin dengan bekerja sama dengan mereka, kakakmu bisa mewujudkan mimpinya menjadi satu-satunya penguasa dunia bawah.""Aku sekarang mengerti kenapa bejana itu diberikan padaku. Ayah dan ibu sepertinya sudah tahu tabiat anak laki-lakinya." Wajah Suri berubah muram. "Aku berharap kakakku bisa kembali pada tanggung jawabnya pada Banyuputih sebelum terlambat."Perlahan Nay menepuk pundak Suri. "Aku lapar. Kau mau mi instan?"Suri tersenyum kecil. "Seandainya makanan yang kau sebut mi instan itu bisa kumakan pasti tidak kutolak. Boleh aku di sini saja?""Mau menginap di sini pun boleh, Suri."Nay berjalan ke dapur mengambil mi instan cup yang cukup diseduh dengan air panas dari dispenser. Sambil menunggu mi
Motor hitam ala Brat Bobber berhenti di depan gedung berlantai dua berwarna biru muda. Di depan gedung itu terpasang baliho besar bertuliskan nama sebuah perusahaan. Gadis muda pengendara motor tersebut berkerja di sana. Dia memarkirkan motornya di samping gedung. Mengenakan kaos putih lengan pendek, dipadukan dengan jaket denim berwarna hitam, serta celana jeans warna senada. Tak lupa sebuah kaca mata hitam tersemat di wajahnya. Tubuhnya proposional dengan tinggi semampai. Rambut hitam sebahu dia biarkan tergerai. Nay, begitu dia biasa disapa. Bekerja pada bagian survey untuk perusahaan jasa renovasi rumah-rumah tua. Usianya mendekati kepala tiga. Cukup matang memang, tetapi dia belum memutuskan untuk mengakhiri masa lajangnya. Menikah bukan prioritas utama. Baginya, bekerja dirasa jauh lebih penting dan menyenangkan. Bisa bertemu dengan orang-orang baru, berbagi pengalaman. Terkadang penuh kejutan dan seru.Pagi ini Nay diminta untuk menemui salah satu klien. Perusahaan tempatnya
Nay, membuka mata batinnya lebih jauh. Mencoba menemukan di mana "ketua" gerombolan makhluk perempuan yang sedang mengganggu para pekerja. Ketemu! Pekerja berbaju biru yang tergeletak dekat kursi, dirasuki makhluk perempuan yang paling kuat di antara semuanya."Kau! Keluar!" teriak Nay pada makhluk perempuan di dalam tubuh pekerja tersebut. Untuk membuat mereka semua tersadar cukup temukan si ketua, maka yang lainnya akan mengikuti. Sejurus kemudian Nay melepas jaketnya lalu meluruskan tangan tepat di hadapan para pekerja. Tangan Nay menarik energi dan menyimpannya di dalam. Lengan kiri Nay sangat istimewa. Bagaikan magnet bisa menarik makhluk-makhluk tak kasat mata dan mengurungnya di sana. Satu persatu pekerja Pak Oey tersadar. Wajah mereka pucat dan lemas. Energi mereka cukup banyak terbuang. Mengingat mereka kerasukan lebih dari satu jam. "Ini kalian minum dulu, biar Nay membantu menetralisir tempat kerja kalian." Pak Oey memberikan minuman kemasan pada mereka. "Ini kiriman d
"Ini!" Rey mengangkat bungkusan plastik yang dibawanya. "Bayarnya pake gorengan.""Kamu emang gak modal!" protes Nay. "Kita duduk di sini saja." Nay menunjuk salah satu bangku besi di sudut taman.Mereka duduk bersisian. Lampu temaram menghiasi setiap sudut taman. Walau malam sudah larut, masih terlihat beberapa orang berbincang di bangku yang yang tersebar di beberapa titik. "Bisa tunjukkan fotonya, Rey?"Rey mengeluarkan HP dari saku celananya. "Sebentar, mungkin ini akan membuatmu terkejut."Nay tertawa. "Apa? Terkejut? Segala macam bentuk makhluk mengerikan sudah pernah aku temui. Kalau hanya potongan tubuh tidak mungkin membuatku terkejut, Rey.""Ini, Nay." Rey menyodorkan gambar tubuh seorang wanita persis seperti ceritanya. "Coba perhatikan darah yang mengalir di antara dua kakinya. Ada sesuatu yang menancap di sana. Sebilah bambu kuning. Apa ini berarti sesuatu bagimu, Nay? Mengingat bambu kuning bertalian erat dengan dunia mistis.""Belum tentu, Rey. Tapi ini cukup menarik.