Share

Ngamar 7

Author: ananda zhia
last update Last Updated: 2024-11-03 12:18:36

Aku meraih gelas berisi jus jeruk dan bungkus tes pack lalu memberikan nya pada mas Dedi.

Mas Dedi membuka bungkus tes pack itu dan menatap ku tidak percaya.

"Kamu... hamil?"

Aku mengangguk, "Iya. Kok reaksi kamu seperti itu, Mas? Bukan nya kamu kemarin bilang kalau ingin punya anak dan takut diantara kita ada yang mandul karena sudah setahun kita menikah tapi aku belum hamil ya?" tanya ku. Kecewa juga sih melihat reaksi mas Dedi yang tidak terlalu sesuai dengan ekspektasi.

Mas Dedi segera menyunggingkan senyum. Tapi menurutku senyum nya seakan terpaksa.

"Wah, aku senang sekali kalau kamu hamil, Ratna! Sungguh!"

Mas Dedi menghambur memelukku. Dan tanpa membalas pelukan nya, aku bisa mencium aroma parfum lain dari tubuh nya.

Aku melepas kan pelukan nya perlahan.

"Kamu keramas siang - siang begini? Kamu keramas dimana, Mas?" tanya ku dengan ragu. Bahkan aku bisa merasakan tenggorokan ku tercekat dengan pertanyaan yang baru saja kulontarkan pada mas Dedi.

"Karena siang hari ini panas banget, akhirnya aku mampir minum es teh dan jajan gorengan di warung. Eh, ternyata yang punya warung itu teman SMP ku dulu, cowok. Kamu nggak kenal, Rat. Kami juga nggak begitu dekat. Tapi tadi dia ngajak ngobrol aku dan ternyata mau daftar menjadi nasabah karena perlu uang. Pas aku mau balik dari warung, ada burung yang pup di kepala.

Akhirnya aku sekalian mampir numpang mandi. Memang burung nggak ada akhlak," sahut mas Dedi tertawa.

Aku hanya menghela napas panjang. 'Duh, Mas. Burung kamu juga enggak ada akhlak seperti nya,' batinku.

"Oh ya, Rat, kamu katanya kemarin mens kan? Kenapa sekarang malah hamil?" tanya mas Dedi, membuatku terperanjat.

'Haduh, mam pus! Aku lupa kalau kemarin berbohong soal itu,' batinku bingung. Aku segera berpikir cepat.

"Hm, iya, awalnya aku kira mens, karena memang ciri-ciri nya mirip. Tapi ternyata aku ingat kalau aku telat dua minggu dan iseng - iseng, aku tes saja. Eh, positif. Alhamdulillah," sahutku tersenyum.

Mas Dedi manggut-manggut.

"Ya sudah. Kamu kan sedang hamil, kamu makan dulu gih. Aku temani sekalian aku minum jus jeruk ini. Aku juga pas haus banget," ujar mas Dedi, lalu duduk di ruang makan.

Aku pun mengikuti mas Dedi dan duduk di sebelahnya. Kutuang kuah soto ke atas piring berisi nasi, dan aku makan dengan perlahan. Kulirik mas Dedi yang meminum jus jeruk nya sampai habis.

"Kamu nanti keluar lagi buat nagih nasabah, Mas?" tanyaku. Mulai memperhatikan suamiku yang baru saja menenggak minuman berisi obat tidur yang telah dibelikan Agung.

"Hm, seperti nya iya. Tapi... aku mendadak merasa ngantuk sekali," sahut Mas Dedi. Dia menggeleng - gelengkan wajahnya dan mulai mengerjap - ngerjapkan matanya. Sepertinya obat itu mulai bekerja.

"Ya sudah. Kamu tidur saja dulu. Satu atau dua jam lagi, aku bangunkan ya," sahutku. "Oh, ya Mas. Kamu ada duit sejuta atau dua juta enggak?" tanyaku pada mas Dedi.

Mas Dedi yang tampak mengantuk menatap ku dengan penuh tanda tanya.

"Kemarin kan kamu baru saja mendapatkan lima ratus ri bu, Rat, apa sudah habis?" tanya mas Dedi heran.

"Belum sih. Tapi aku besok ingin ke dokter kandungan. Aku kira kamu nggak bisa mengantarkanku karena harus ke rumah nasabah. Jadi rencanaku pergi dengan Agung saja. Dia kan kerja di UGD, aku bisa menumpang daftar ke poli kandungan di rumah sakit tempat dia bekerja.

Mas Dedi menghela napas. Dia seperti nya benar - benar menahan rasa ngantuk.

"Oh, gitu. Iya sih kamu benar. Sayang juga kalau sehari saja aku nggak keliling nagih cicilan. Ya sudah, pegang se ju ta dulu ya. Kalau kurang, besok kabarin saja. Biar kutransfer," ujar mas Dedi sambil mengulurkan uang dari dalam jaket levisnya.

"Wah, terimakasih, Mas. Oh ya, gimana dengan hari ini? Apa ada nasabah yang nakal dan tidak mau memba yar h u t ang atau sembunyi dan pura - pura keluar rumah saat kamu tagih?" tanyaku.

"Hm, sebagian besar lancar sih bayarnya. Cuma ada satu dua orang yang nggak ada di rumah tadi," sahut Mas Dedi.

"Ya sudah, kamu kayak ngantuk banget. Tidur dulu gih," ujarku.

Mas Dedi terdiam dan hanya mengangguk saja. Dia menuju ke kamar dan aku tetap melanjutkan makan sekaligus menunggu sekitar dua puluh menit, memastikan mas Dedi benar - benar terlelap.

Aku segera mencuci tangan dan piring bekas makan lalu berjalan menuju ke arah kamar. Kuintip dari pintu kamar yang setengah terbuka. Mas Dedi sudah tertidur lelap.

Aku masuk ke dalam kamar dan meraih ponsel yang ternyata sedang digenggamnya. Aku dan mas Dedi memang berkomitmen sejak awal menikah untuk tidak memakai pasword agar tidak menimbulkan kecurigaan pasangan.

Kubuka w******p di ponsel mas Dedi. Kucari nomor si Agus, dan ajaibnya kontak nama Agus sekarang lenyap.

Aku menggulir layar, kucari pesan tersimpan, tidak ada. Kubaca satu demi satu pengirim chat di ponselnya hari itu. Tidak ada yang mencurigakan.

"Mungkin mas Dedi sudah menghapus semua chat sebelum pulang atau bahkan sesaat sebelum tidur, dan mungkin saja dia mengubah nama kontak Si Agus menjadi nama lain," gumamku.

"Ah, lebih baik aku sadap saja WA nya. Walaupun ganti nama, kalau WA nya kusadap, pasti juga akan ketahuan kalau si Agus itu nge chat mas Dedi lagi," putusku. Lalu aku pun segera menyadap WA mas Dedi sesuai dengan informasi yang diberikan oleh Agung.

"Baiklah, Mas. Kita akan lihat permainan kamu dan Agus setelah ini," gumamku sambil menatap ke arah mas Dedi yang sedang terlelap.

Next?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • NGAMAR ATAU BAYAR   bab 48 B

    "Boleh, aku akan memberikan infus padamu yang berisi seluruh rasa di hatiku, sehingga kamu tidak akan mengalami dehidrasi cinta dan kasih sayang seumur hidup dan kupastikan jika semua perasaan ku yang ku berikan padamu steril tanpa kuman pihak ketiga atau CLBK," ujar Susi, membuat semua teman - temannya melongo."Astaga, kalian berdua so sweet banget! Bagaimana para saksi? SAH?" tanya salah seorang teman Agung dan Susi. "Sah!""Sah!""Alhamdulillah!" Ruang perawat kelas satu pun sejenak riuh dengan gurauan tenakesnya. Susi dan Agung bertatapan, tanpa saling berbicara, mereka tahu bahwa mereka saling mencintai satu sama lain. Dedi pulang dari kantor polisi dengan wajah gusar. "Ck, nggak ada bukti dan aku diminta tenang dulu sampai ada bukti kuat baru bisa melapor ke polisi? Ck, apa - apaan ini? Bagaimana kalau aku keburu mati? Tampaknya suami tante itu berbahaya," gerutu Dedi. Dia lalu melajukan motor nya menuju ke arah hotel bintang tiga yang mempunyai satpam yang sedang berjaga

  • NGAMAR ATAU BAYAR   bab 48 A

    Dedi terkejut dengan kata - kata penelepon nya. "Hutang mata dibalas mata, hutang istri dibalas istri. Sekarang selamat menikmati rasanya kehilangan istri," ujar laki - laki yang menelepon Dedi. Dedi terhenyak. 'Astaga! Jadi tante sudah meninggal bunuh diri karena terkena HIV? Dan lelaki yang mengaku suaminya tante sudah membunuh Agustina?' batin Dedi. 'Wah, jangan - jangan sebentar lagi, dia juga akan menuntut pertanggungjawaban ku! Padahal aku tidak tahu siapa yang menulari siapa.'"Heh, enak saja kamu menuduhku! Aku tidak kenal siapa kamu dan siapa istrimu! Jangan sembarangan memfitnah ya! Bisa jadi istri kamu ada main dengan orang lain, bukan dengan aku! Jangan asal tuduh!!" ujar Dedi memberanikan diri. Lelaki di seberangnya menggeram. "Jangan mengelak! Hari ini kamu dan istrimu harus mati, Dedi!" ujar suara seberang dengan nada marah. Tubuh Dedi gemetaran. Lelaki itu segera mengakhiri panggilan teleponnya. "Aku harus kabur kemana ini? Apa aku harus lapor polisi atas ancaman

  • NGAMAR ATAU BAYAR   bab 47 B

    Agung terdiam sejenak. "Kok sepi, Mama mana?" tanya Agung. "Mama tidur. Tadi seharian mama mengajakku nonton telenovela marathon kesukaan nya saat masih muda dulu dari Hp. Setelah itu mama ketiduran, padahal masih belum tamat filmnya," sahut Susi. "Apa perlu kubangunkan?" sambung Susi lagi. Agung buru- buru menggeleng. "Jangan! Kasihan mama kamu! Biar mama kamu tidur saja," sahut Agung cepat. Susi manggut- manggut. "Oke, tunggu di sini. Aku tadi bikin martabak manis tevlon. Semoga bisa dimakan," ujar Susi sambil berlalu meninggalkan ruang tamu, dan tak lama kemudian kembali dengan membawa sepiring martabak manis yang beraroma wangi. Susi meletakkan martabak manis itu di hadapan Agung. "Hm, kayaknya enak nih!" celetuk Agung tersenyum. "Enak! Ayo kita coba sama-sama! Kamu jangan ragu dengan masakan aku ya!" ujar Susi. Agung tertawa. "Asalkan tidak beracun dan tidak mentah saja, aku bisa nelen makanan, Yang," ujar Agung seraya mencomot martabak di hadapan nya. "Hm, enak kok, S

  • NGAMAR ATAU BAYAR   bab 47 A

    "Alhamdulillah, lancar ya acara lamaran mbak Ratna," ujar Agung sambil mengambil makanan di meja prasmanan. Di sebelah Agung, Ratna mengambil es buah dan tersenyum. "Iya, alhamdulillah, Gung. Semoga kamu cepet nyusul ya?!" sahut Ratna. Agung tersenyum dan mengangguk. "Aamiin, Mbak, makasih doanya. Semoga mbak Ratna juga dilancarkan sampai pernikahan," ujar Agung yang langsung diamini oleh Ratna. Ratna celingukan ke sekeliling taman tengah rumahnya. "Lho, Susi tidak kamu ajak kesini?" tanya Ratna."Hm, sudah. Tapi dia nggak bisa. Dia bilang mau nganter mamanya kontrol saja," sahut Agung, lalu menuju tempat duduk yang telah disediakan oleh pihak EO yang disewa oleh keluarga nya. Ratna mengerut kan kening nya. "Kok kamu biarkan Susi mengantarkan ibunya kontrol sendiri ke rumah sakit sih? Kenapa kamu nggak mengantarkan Susi dan ibunya, Gung?" tanya Ratna. "Kata Susi, ada saudara nya yang akan mengantarkan mereka kontrol. Jadi aku tidak diperlukan dulu," ujar Agung tertawa. "Hahaha,

  • NGAMAR ATAU BAYAR   bab 46 B

    "Kita akan melihat hal itu nanti, Bu. Jadi bapak dan ibu harus saya ke kantor polisi dulu untuk dimintai keterangan," ujar polisi itu tegas. Agustina melirik ke arah Dedi yang juga terlihat gamang. "Pak, saya tidak mungkin membunuh ibu saya sendiri, meskipun ibu saya selingkuh dengan suami saya. Saya hanya mengusir nya keluar dari rumah karena saya sangat sakit hati," ujar Agustina mencari aman dengan mengatakan permasalahan nya. Dedi mendelik mendengar ucapan Agustina. Sementara itu polisi semakin antusias melihat ke arah Agustina dan Dedi secara bergantian. "Kalau begitu kalian berdua segera ikut kami untuk penyelidikan lebih lanjut! Silakan ikut kami ke kantor polisi!" ujar polisi itu tegas. ***Agustina yang sudah selesai diinterogasi di kantor polisi, memutuskan untuk pulang ke rumahnya dulu. "Ck, sialan! Ini semua gara- gara mas Dedi! Mending aku jadi janda lagi aja deh. Aku nggak peduli dengan balas dendam mas Dedi pada Ratna, aku nggak mau lagi pura - pura kaya dan bahag

  • NGAMAR ATAU BAYAR   bab 46 A

    "Selamat malam, kami dari kepolisian, ibu anda tertabrak mobil dan meninggal seketika di jalan pahlawan. Dimohon anda segera kemari," sahut polisi itu membuat Agustina gemetaran seketika. "Hah, apa? Tidak mungkin, Pak!" desis Agustina tidak percaya. 'Jangan - jangan ibuk bun*h diri. Atau ibu sudah ada firasat kematian, jadi ibu menelepon ku dari tadi pagi untuk berpamitan,' batin Agustina dengan perasaan menyesal. "Kami dari kepolisian satlantas telah mengevakuasi korban dengan membawa korban kecelakaan ke rumah sakit terdekat. Kami juga melakukan olah tkp dan penyelidikan terhadap identitas korban. Hasilnya, kami menemukan KTP dan ponsel korban. Kontak paling atas di panggilan keluar yang dihubungi oleh korban, adalah nomor ibu. Jadi bisa kah ibu datang ke rumah sakit Sumber Sehat sekarang untuk memastikan tentang identitas korban kecelakaan?" tanya Polisi itu lagi. "Baiklah saya akan datang di Rumah Sakit Sumber Sehat. Bagaimana dengan orang yang menabrak ibu saya? Apakah orang

  • NGAMAR ATAU BAYAR   bab 45 B

    Suasana hening sejenak. Tina menunduk dan berjongkok membereskan cangkir yang dilemparkan sang anak. "Pergi dari sini, Bu!" usir Agustina dengan suara dingin. Dedi dan Tina menatap ke arah Agustina dengan terkejut. "Nak, tapi...""Pergi dari sini atau kuadukan pada warga bahwa kalian telah melakukan hal yang paling memalukan!" seru Agustina lagi. Dia menatap ke arah ibunya dengan mata berkaca. Tina menoleh ke arah Dedi. Berharap sang menantu membelanya. Namun sayang sekali, bukannya membela Tina, Dedi justru menatap ke arah pintu ruang tamunya, seolah mengisyaratkan dan menyetujui sang mertua untuk pergi dari rumah itu. Tina berdiri perlahan dan meletakan pecahan kaca di meja tamu, lalu menatap ke arah sang anak. "Baiklah, ibu akan pergi dari sini agar kamu memaafkan ibu, meskipun ibu tidak tahu akan pergi kemana," ujar Tina dengan nada putus asa sambil masuk ke dalam kamarnya dan membereskan semua pakaiannya kedalam tas nya. Dedi mendekati Agustina dan berusaha merayunya, tapi

  • NGAMAR ATAU BAYAR   bab 45 A

    "Astaga! Apa- apaan ini, Mas Dedi?! Ibuk!? Jadi begini kelakuan kalian saat aku tidak ada di rumah? B@jing*n kalian!" seru Agustina sambil menutup mata anaknya yang berdiri kebingungan di samping ibunya yang tengah mengumpat. Dedi segera menurunkan Tina dan melangkah mendekat sang istri. "Yang, aku bisa jelasin. Kamu bawa masuk dulu anak kamu ke kamar, dan aku akan menjelaskan nya," ujar Dedi meremas pelan bahu sang istri. Agustina mencebik. "Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Semua sudah jelas. Kamu menjijikkan, Mas. Masa mertua sendiri pun diembat!" omel Agustina. Dia lalu menoleh pada ibunya. "Ibu juga malu - maluin! Bisa - bisanya tertarik dengan mantu sendiri. Ck, kayak enggak ada orang lain saja!" seru Agustina. "Agustina, maafkan ibu. Ibu khilaf, Nak!" ujar Tina sambil mendekat ke arah sang anak. Perempuan itu merentang kan tangannya dan bermaksud memeluk Agustina, tapi anaknya lebih dulu menepis tangan ibunya. "Aku nggak bakal maafin ibu! Ibu sudah mengkhianati dan m

  • NGAMAR ATAU BAYAR   bab 44 B

    "Hm, sepertinya buah saja. Buah dalam bentuk parcel yang mewah dan cantik."Paman Dedi menghela napas dan menjeda kalimat nya sejenak. "Oh ya, apa kamu tidak merasakan cemburu dan marah saat adik kamu akan menikah dengan mantan istri kamu? Om sendiri juga tidak menyangka bahwa Randi memilih mantan istri kamu sebagai istri nya. Padahal gadis dan lajang banyak," ujar paman Dedi. Dedi tertawa. "Enggak. Biarlah saja, Paman. Lagi pula saya sudah menikah dengan istri saya yang sekarang," ujar Dedi dengan mata menerawang. Sebenarnya perasaan nya campur aduk.'Seandainya saja aku tidak selingkuh, seandainya saja aku setia dan tidak bekerja sebagai debt collector, mungkin aku masih mempunyai keluarga, bahkan aku masih mempunyai anak. Dan... aku tidak perlu mengidap penyakit sialan ini!' batin Dedi menyesal. Dedi berjalan memasuki rumahnya dengan gontai. Di dalam pikiran nya masih tersisa berjuta tanda tanya, siapa yang menulari nya. Dedi masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu dengan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status