Dua hari, Roni kembali tak memberiku kabar, aku bingung terhadap sikapnya yang kemarin masih manis dan kini berubah lagi. Aku mulai tersadar bahwa mungkin tidak seharusnya diri ini berdekatan dengan pria kaya itu.Mungkin iya, aku harus menjaga jarak, mencari orang yang sepadan untuk kucintai dan kuharapkan menemani sisa hidup ini. Ya, begitu ... Aku mendesah pelan dan menatap tampilan diri di kaca, sedih karena Kemabli terkenang dengan Mas Arya yang dulu menguasai segenap jiwa dna perasaanku. Mengapa kami harus berpisah? Ah, Tuhan."Wajahku tidak demikian buruk, tapi kenapa takdirku tak henti-hentinya dihampiri kemalangan, kenapa ini?" Aku menggumam sambil mengusap pipi dan membenahi posisi rambutku."Haruskah aku menulis takdir sendiri, haruskah aku ...."Ketukan di pintu yang kemudian membuyarkan lamunan dan kesedihan ini.Kubuka pintu dengan perlahan."Mbak, apa kabar," ucap Irene dari balik pintu."Ya, ampun, kamu, apa kabar?" Kupeluk dia dengan penuh haru. " Apa kabar kamu?"
Dua hari, Roni kembali tak memberiku kabar, aku bingung terhadap sikapnya yang kemarin masih manis dan kini berubah lagi. Aku mulai tersadar bahwa mungkin tidak seharusnya diri ini berdekatan dengan pria kaya itu.Mungkin iya, aku harus menjaga jarak, mencari orang yang sepadan untuk kucintai dan kuharapkan menemani sisa hidup ini. Ya, begitu ... Aku mendesah pelan dan menatap tampilan diri di kaca, sedih karena Kemabli terkenang dengan Mas Arya yang dulu menguasai segenap jiwa dna perasaanku. Mengapa kami harus berpisah? Ah, Tuhan."Wajahku tidak demikian buruk, tapi kenapa takdirku tak henti-hentinya dihampiri kemalangan, kenapa ini?" Aku menggumam sambil mengusap pipi dan membenahi posisi rambutku."Haruskah aku menulis takdir sendiri, haruskah aku ...."Ketukan di pintu yang kemudian membuyarkan lamunan dan kesedihan ini.Kubuka pintu dengan perlahan."Mbak, apa kabar," ucap Irene dari balik pintu."Ya, ampun, kamu, apa kabar?" Kupeluk dia dengan penuh haru. " Apa kabar kamu?"
__❤️❤️__Seminggu berikutnya, setelah pertemuan dengan nyonya kaya itu.Kupikir tadinya Bella dan Mama Mas Arya akan mencariku dan menyalahkanku atas ditahannya Mas Arya yang entah sudah bebas atau belum sekarang ini. Namun, ternyata tidak sama sekali, aku aman aman saja hingga detik ini. Mungkin, mereka khawatir dengan menggangguku, maka aib mereka pun akan muncul ke permukaan.Hari hari berganti menjadi sore, hingga senja, gelap menjelang dan beranjak larut, tadinya aku biasa biasa saja, tapi seiring berjalan waktu, diam dalam kesendirian tanpa teman atau kabar dari orang orang terdekat, membuatku merasa sepi dan seorang diri di dunia ini. Berjam-jam kuhabiskan pandangan malam dari balkon rumah, menatap cakrawala yang luas, lalu beralih ke lampu-lampu kota yang berkelipan semarak, terdengar suasana cafe di seberang jaran yang ramai dan penuh canda, kontras sekali dengan keadaanku yang memeluk sepi dan merana sendiri di apartemen ini.Kututup pintu, lalu duduk di kasur, mengedark
seperti yang kuduga Bella pasti menyalahkanku atas Mas Arya yang kini ditahan di kantor polisi.Berkali-kali dia menelpon dan mengirimkan pesan dengan nada kemarahan dan ancaman bahwa karena aku Mas Arya mendapat masalah.[Karena pukulan pacarmu, Mas Arya harus babak belur dan kini ditahan, kalian sungguh tak berperasaan][Bukan urusanku][Kamu wanita brerdarah dingin yang pendendam, kamu pasti puas menyaksikan semua yang terjadi padanya][Iya, puas. Bahkan sangat puas, aku ingin dia mendekam di penjara selamanya, aku ingin hidupnya bagai di neraka sebagaimana dia sudah membuat hidupku amat sengsara ]Meski niatku sebenarnya tidak demikian, namun aku ingin membuat Bella semakin sakit hati. Aku ingin membuat dia menangis dan memohon untuk kebebasan suaminya.Ah, suami ...? seharusnya aku tidak perlu menyebut demikian, suami dari hasil merampas tidak pantas disebut pasangan, dia dan Mas Arya ada dua orang tersesat yang tidak tahu diri.Aku benci!Sesuai dengan jadwal interogasi yang s
Aku terbelalak kaget karena pria yang di luar mobil kami juga menatap dengan terpana, Roni yang mengetahui itu langsung saja semakin menjadi-jadi tingkahnya untuk berpura-pura."Sayang, jangan terlalu lelah bekerja," ucapnya dengan tayapan penuh cinta. Merangkul bahuku dan mendekatkan wajahnya."Roni sudahlah, aku khawatir akan terjadi keributan," ujarku sambil menepis rangkulannya."Aku menyayangimu," ucapnya yang tiba tiba mendaratkan ungkapan cinta di bibirku. Aku kaget, dan Mas Arya yang menatap kejadian itu langsung menganga, dia makin nampak cemburu dan tidak suka.Aku terkejut, lagi-lagi terkejut, jantungku seketika seakan berhenti berdetak, dan untuk menetralisir kegugupan itu, aku segera meraih gagang pintu mobil Roni dan keluar dari sana Roni pun ikut keluar dari mobilnya dan memanggilku."Daaah, Sayang, sore nanti kujemput, mmuah," ucapnya sambil mengerucutkan bibir tanda memberiku ciuman jauh."Ah, kau ini ...." Aku memberi isyarat agar dia berhenti dan jujur, aku jadi
Sementara kami akan turun ke tempat parkir mereka masih berdebat di anak tangga."Ya ampun masih berlanjut," ungkap Roni."Kamu ini memang suka sekali ikut campur urusan kami," desis Mas Arya, sambil menjauhkan istri dan ibunya dari tangga, memberi jarak agar kami bisa lewat."Kamu ini .... uruslah istri dan ibumu dengan benar, jangan terus menerus datang mengganggu orang lain. Ada apa dengan hidup kalian yang terlihat nampak tidak bahagia, karena, selalu iri dengan kesenangan orang lain?""Lancang sekali kau menilai hidup kami bahagia atau tidak!"Mas Arya membentak Roni dengan kerasnya.Roni mendekat lalu mencengkeram kerah baju Mas Arya dan mendesis padanya dengan tatapan melotot,"Terutama kamu ... dalam seminggu ini kau sudah datang ke unit Ariska sebanyak 8 kali, apa istrimu tidak tahu itu?"Mendengar argumen Roni tiba-tiba wajah Bella mendadak merah padam, dia menatap suaminya dengan penuh kecurigaan sedang mas Arya hanya menggeleng seakan akan tidak mengakui perbuatannya."Kala
Setelah Mas Arya pergi aku langsung melepaskan pelukan dari Roni dan entah mengapa, terjadi kecanggungan di antara kami untuk beberapa saat."Ma-maaf aku sudah memelukmu," ucapku malu."Tidak masalah, aku juga senang dipeluk," jawabnya sambil mengulum senyum dan menatapku dengan jahil."Apa kau berharap bahwa adegan tadi terjadi sedikit lama?" ucapku berkacak pinggang sambil menerka arti dibalik senyumnya."Ya, siapa yang tidak mau, kau sangat cantik dan menatap wajahmu membuat hatiku meleleh," jawabnya dengan pandangan mata lebih lama, tanpa berkedip dan makin gugup diri ini di buatnya, entah kenapa juga di saat bersamaan hatiku berdesir, konyol sekali."Hei, jangan tatap aku seperti itu," kataku mendekat dan berusaha mengalihkan wajahnya, namun ia menangkap tanganku dan membuat tubuh semakin dekat padanya."Yang aku katakan tadi adalah kejujuran," ucapnya sambil mendekatkan wajah, tatapannya serius, aku memundurkan diri dan karena tidak seimbang badan ini hampir terjatuh, dia denga
"Jadi selama ini kau menipuku, dan memanfaatkan kelemahanku?""Aku tidak menipumu, apa yang kulakukan adalah bentuk kepedulian, aku tulus melakukannya," jawabnya di tangga.Kususul dia karena merasa gemas dan masih penasaran."Tapi ... siapa yang memintanya, apakah aku terlihat sangat menyedihkan, sehingga kau mengasihani aku sebegitu besarnya?" Mungkin pertanyaanku akan menyinggungnya. Tapi entahlah, aku ingin sekali mengatakannya."Aku tak bermaksud menyinggungmu. Aku tak mengungkap identitasku agar kau tak merasa canggung, tolonglah, aku tak punya niat buruk."'"Lalu niatmu apa? Apa karena kasihan saja melihatku tersakiti, kau ingin menikahiku, kenapa?""Karena aku sudah bosan mencari calon istri dan selalu berakhir disakiti, kuputuskan untuk menikahi wanita yang cukup menyentuh hati ketika pertama kali melihatnya, kuputuskan untuk menikahi wanita secara random dan spontan saja, kemana Tuhan mengarahkan penglihatan dan hatiku.""Tidakkah itu aneh, aku bukan orang yang tepat.""Y
Mengetahui kenyataan bahwa pria ini adalah sosok yang penting, aku merasa takut untuk dekat dengannya, khawatir pada sikap lembut yang akan membuatku terbawa perasaan hingga merasa nyaman, lalu pada akhirnya perasanku dikecewakan, ya, aku merasa harus menjaga jarak saat ini juga."Maaf, aku tak bisa lama-lama, aku harus pulang," ucapku menjauh dari ruangan itu."Lho bukannya kita baru sampai?""Maaf, aku tak bisa lama di sini, aku merasa tidak sehat," jawabku membuka pintu, namun gerakan pemuda itu juga tak kalah sigapnya.Dia menahan tanganku yang memegang lengan pintu lalu menatapkpu dengan tatapan lembut, lalu mengarahkan punggung tangannya di keningku untuk memeriksa bahwa aku sakit atau tidak."Tapi, suhu tubuhmu normal, kau kenapa?""Aku hanya merasa tidak nyaman, aku pulang ya," ucapku menjauh dengan langkah cepat.Roni mengejarku sampai ke pintu lift, namun segera kupencet tombol ketika aku telah berhasil masuk ke dalamnya, sehingga ia tak bisa menyusul masuk ke dalam lift.Ke