Bab 40. Pembalasan Buat Nurdin dan Yati
“Kenapa, kurang banyak harta papaku yang ingin kau kuras?” ketus Amelia.
“Aku gak peduli harta sekarang. Aku hanya tak mau berpisah darimu, itu saja, Sayang!”
Seketika rencana pembalasan baru melintas di benaknya. Tak ada salahnya kalau Nurdin diberi pelajaran pertama. Laki-laki culas yang telah tega menusuk Papanya dari belakang. Menggunting dalam lipatan. Bara api yang ingin dia lemparkan pada Anwar, papa kandung Amelia sahabatnya sendiri, kini akan Amelia kembalikan kepada sang empunya. Senjata makan tuan, itu lebih tepatnya. Lihat saja!
“Benar kau lebih memilih aku sekarang daripada harta papaku?” tegas gadis itu.
“Ya?”
Bab 41. Dina Memilih Jadi Janda Telunjuk Nurdin kembali terangkat, menunjuk lurus hidung Amelia. “Ka … mu!” serunya dengan sorot mata kian melotot tajam. “Maaf, Om. Bukankah pernikahan saya dengan Mas Darfan adalah idenya Om Nurdin, jadi, saya harus ngucapin terima kasih, dong. Karena udah diberi suami, meskipun sebagai akibatnya, putri Om yang kehilangan suami. Sekali lagi maaf, ya, Om!” “Kkkkauuuu!” telunjuk Nurdin yang masih mengambang di udara kembali mengarajh kepada Amelia. “Tenang, Om! Jangan emosi kek gitu, dong!” Amelia tersenyum mengejek. “Sudah, Pa! Kita pergi saja!” Yati berusaha menarik tangan papanya menuju pintu utama. Keduanya kini berjalan tertat
Bab 42. Pelajaran Buat Suami Benalu ======== “Kuncinya, Mas!” kata Amelia menadahkan tangan begitu Darfan memasukkan mobil ke dalam garasi. Mereka baru saja tiba di rumah papa Amelia. “Mas aja yang pegang, Sayang! Gak apa-apa, kan? Aku suami kamu, lho! Mobil kamu kan mobil aku juga?” ucap Darfan berusaha merayu Amelia. “Maf, itu mobil aku, bukan mobil kita,” tegas Amelia menyambar kunci dari tangan Darfan lalu melangkah masuk ke dalma kamarnya. Darfan mengikuti dengan wajah kecewa. “Mel, aku minta Bik Jum memasukkan baju-baju ini ke lemari, ya?” izin Darfan sesaat setelah mereka tiba di kamar. “Bik!” serunya tanpa menunggu jawaban dari Amelia. “Maaf, Mas! Sebaiknya pakaian kamu jangan di sini tempatnya!” sergah Amelia mengag
Bab 43. Amelia Mempermainkan Harga Diri Darfan“Jadi, Bibik bersedia, kan, menemani Papa di desa Bibik selama menjalani pengobatan?” tanya amel melanjutkan pembicaraan.“Bersedia, Non. Rumah orang tua Bibik, cukup besar, kok. Tapi, maaf, cuma rumah papan, gak ada AC dan fasilitas lainnya. Tapi, Bapak pasti betah, kok. Udara di daerah pegunungan sangat sejuk. Bibik akan memasak masakan kampung setiap hari, agar selera makan Bapak terjamin. Suasana desa yang tenang, Bibik yakin akan membuat Bapak semakin cepat sembuh!” kata Bik Jum bersemangat.Amelia menanggapinya dengan senyum. “Tapi, suster Ayu juga harus ikut, lho! Bahaya kalau Papa hanya berduaan saja dengan Bibik! Kecuali udah halal entar,” goda Amelia membuat Bik Jum tersentak malu dan salah tingka
Bab 44. Mertua Benalu Minta Duit “Ya, kok bareng kamu? Aku gak bisa leluasa, dong jalanin bisnis aku!” “Aku, kan, gak terikat, Mas! Aku bisa ngantar kamu dulu baru kontrol peternakan.” “Ya, gak bisa, gitu, Mel. Atau di balik aja, aku natar kamu dulu ke peternakan, baru aku ngurus kerjaan aku, gimana?” “Gak bisa, Mas! Aku harus keliling! Cabang peternakan Papa itu ada lima belas, kan? Aku harus kontrol semua!” “Lima belas? Banyak banget? Bukannya cuma tiga dengan yang baru akan dibuka di Tanjum Anom itu?” Darfan melotot takjub. “Kalau sama itu enam belas, Mas!” “Wow! Aku baru tahu, Sayang! Kalau gitu, ok, aku bersedia jadi
Bab 45. Pertengkaran Dina Dan Dinda [Maaf, Ma! Aku chat aja, ada amel di sampingku. Begini, Ma! Aku belum berhasil mendapatkan apa-apa, ini! Sabar, ya! Aku akan usahakan lagi nanti merayu dia!] Send. Darfan mengirim chat itu. Amelia sempat membacanya meski tak semua kata. Tetapi, dia bisa menangkap isinya. [Satu malam kamu udah tidur sama dia, tapi kamu gak dapat duitnya!!!] balasan chat ibunya disertai emoticon marah. [Maaf, Ma! Nanti aku usahakan lagi, ya! kalau udah dapat, segera kutransfer.] [Usaha, dong, Dar! Kamu mau kita semua mati kelaparan, ha?] [I-iya, Ma! Iya!] Lampu hijau menyala. Amelia melajukan mobil kembali. Terta
Bab 46. Dinda Mengejar Cinta AndreDinda yang baru tiba di kamar, justru bertambah gundah. Pemandangan di atas ranjang membuat emosinya kian memuncak. Seperti biasa, Andy suaminya yang sudah lama pengangguran lebih memilih tidur dari pada berkeliaran di luar untuk mencari lowongan pekerjaan.Perusahaan tempat dia bekerja selama ini melakukan pengurangan karyawan akibat wabah covit-19 yang sedang melanda dunia. Dia terkena imbasnya. Jabatan manager terpaksa dia lepas. Dia dirumahkan hingga batas yang tidak ditentukan.Dinda menghela napas panjang. Penyesalan karena telah salah memilih pria itu mulai menghentak kalbu. Perbedaan Andy dengan Andre teramat kontras sekarang. Kondisi perekonomian mantan orang yang dicintainya itu sudah sangat membaik. Sebaga
Bab 47. Tamparan Amelia di Pipi Dinda “Se – selamat pagi, Bu, Amel!” sapa Andre gugup. “Pagi, Pak Andre,” jawab Amelia datar. Sekali lagi Andre berusaha melepas pegangan Dinda di lengannya. Kali ini dia berhasil. Dinda melepas lengan kekar itu dengan terpaksa. Tetapi, Amelia telah berlalu. Gadis itu segera berjalan ke dalam lokasi proyek setelah menjawab salam Andre. “Amel? Kamu di sini? Kenapa kamu ke sini? Kamu nyusul Mas Andre juga, ya? Wow, hebat kamu, ya! Berani berselingkuh di belakang adik aku!” sergah Dinda dengan nada mencemooh. Amelia terkesiap. Menahan langkah kaki berikutnya, lalu membalikkan badan menoleh ke arah kakak iparnya. “Jadi benar, ya, ka
Bab 48. Ancaman Dinda Pada Andre“Ma-maksud Bu Amel, apa?” tanya Andre gugup.“Eh, Mel, gak usah gitu, ya, ngomongnya! Apa maksud kamu ngucapin kalimat itu sambil liat aku, ha?” protesnya sambil mendelik.“Pikir sendiri olehmu!” ketus Amelia melanjutkan langkah lagi.“Bu Amel tidak suka kamu berada di sini, tolonglah kamu pergi, Dinda! Lagian kamu ngapain ke sini?” kata Andre frustasi. Pria itu meremas kepalanya dengan kasar.“Mas, kenapa kamu berubah, sih? Aku ke sini karena udah lama banget kita kita gak ketemu. Aku chat kamu balasnya cuma ‘hem’ doang. Aku liat di status WA kamu, lokasi ini. Makanya aku ngejar ke sini.”“Aneh! Setelah lima ta