Bab 3
Ah, aku geram. Manakah yang harus kusalahkan, Kang Yana atau nasib diriku?
Terlanjur kesal, ku acak-acak taburan bunga yang berbentuk love diatas kasur hingga berserakan. Ku obrak-abrik semua isi lemari hingga luluh lantak. Kamar yang tertata indah entah untuk siapa. Kini berubah seperti kapal pecah. Biarkan saja Kang Yana tahu akulah yang berulah seperti ini. Perasaanku sudah terlanjur dicabik-cabik olehnya.
Baru saja aku membeli mulut pedas tetangga. Apa aku harus menjualnya lagi? Ku remas sprei dan menariknya dengan kencang hingga terlepas dari kasur.
Aku berjalan gontai keluar kamar. Semua sudah jelas, ada wanita lain yang Kang Yana sembunyikan. Kalau tidak, mana mungkin ada kamar tersembunyi dengan seluruh pakaian wanita. Tega nian kamu Kang. Andai saja aku berpikir lagi sebelum menerima pinanganmu, andai saja aku tak terbuai rayuan gombalmu. Mungkin, aku tak akan terlibat dengan urusan yang membuat kepala pening tujuh keliling. Nasi sudah menjadi bubur.
Tapi...bubur juga sepertinya enak kalau dibumbui. Otak normalku kembali connect.
Tidak, aku tidak boleh diam saja. Aku harus mencari cara untuk memperjelas semua ini. Semua kesemuan harus terungkap didepan mataku sendiri. Bukan Soraya namanya jika harus mundur. Apalagi ini menyangkut masa depan.
Duduk sejenak di sofa ruang tamu. Hening, ruangan besar tanpa penghuni. Begitu menyeramkan. Seharusnya rumah yang di isi oleh pria saleh, selalu menyejukkan hati. Tapi bukan kesejukan dan ketentraman yang kurasa. Hanya ada rasa panas yang membakar seluruh tubuh. Padahal ac sudah nyala semua.
Entah apa yang merasukiku saat ini, ide gila mulai menghujan. Cepat-cepat ku buka layar ponsel dan mencari toko online shop. alat penyadap suara ku tekan search. Sampai akhirnya ku temukan alat sadap suara berukuran koin agar bisa kusimpan di tempat tersembunyi, dibalik kasur atau dibalik meja kamar rahasia. Segera ku klik beli dan masuk keranjang, sengaja memilih ekspedisi ojek online agar bisa sampai secepatnya.
Menurut pengalamanku, alat ini ampuh membuktikan kesalahan seseorang yang sedang membicarakan niat jahat mereka.
Aku tersenyum mengingat masa-masa masih bekerja. Saat menjebak karyawan yang dicurigai licik. Alat seperti itu ampuh sebagai bukti kecurangannya sebelum di audit.
Setelah dua jam menunggu, gawaiku bergetar tanda telepon masuk.
"Assalamualaikum Teh, paket sudah sampai sesuai alamat." Sudah pasti itu telepon dari tukang ojek online yang mengirim pesananku.
"Oke, tunggu sebentar!" Dengan cepat kuambil uang dua puluh ribu dari dompet.
Aku segera berlari keluar rumah. Halaman yang cukup luas, membuatku harus berjalan sekitar beberapa meter untuk sampai di gerbang depan,
"Makasih." Ku berikan uang itu pada tukang ojek, sekedar untuk membeli cemilan. Karena pesanan sudah kubayar via transferpay.
Tak sabar ingin segera kupasang alat ini diseluruh kamar. Aku membeli lima alat sadap. Tak apa, mengeluarkan sedikit tabungan, demi menguak kebenaran.
Aku berlari sedikit lebih cepat memasuki rumah. Hatiku selalu terbakar ketika melihat kamar nomor tiga. Bukan terbakar cemburu, tapi terbakar kebencian karena telah ditipu.
Kutepak jidat, saat melihat kamar yang sudah amburadul, merasa sedikit bodoh, kenapa tadi menghancurkan seluruh isi kamar? Alhasil harus kubereskan sendiri agar tak menuai kecurigaan dari Kang Yana.
Kutata kembali seluruh isi lemari. Meski berat. Meski sesungguhnya tak sudi melakukan ini.
Seperti berada dalam perangkap. Baru sehari berada di rumah ini, serasa sudah seabad. Setiap detak jam kutunggu, kulihat, kureningi. Tuhan, semoga seluruh prasangkaku cepat terjawab.
Jika Kang Yana memang menyembunyikan wanita lain, kenapa tidak bilang dari awal?
Itu berarti tak ada bedanya dengan lelaki lain yang mempunyai tiga atau empat istri. Ah, tidak! Tidak mungkin. Seluruh prasangka berkecamuk. Kupejamkan mata erat. Menelan saliva yang mulai mengering.
Selesai!
kupasang satu alat dibawah meja samping ranjang. Dan satu di belakang ranjang.
***
Aksi dimulai, kulipatkan lengan baju. Berjalan cepat menuju kamar ketiga. Dengan seluruh kekuatan, kudobrak pintu hingga badanku ikut jatuh bersamaan dengan pintu terbuka.
"Hentikan!" Teriakku dengan nafas terengah. Kembang kempis dadaku naik turun. Sungguh batin terguncang menyaksikan adegan itu dengan mata kepalaku sendiri.
Nyaris Kang Yana terkejut, menjatuhkan tubuhnya kebelakang kasur hingga telentang.
Jijik aku melihat pemandangan yang seharuanya tak kulihat. Wanita itu menutup wajahnya dengan selimut.
"Sora..."
Kang Yana mendekatiku. Aku mundur beberapa langkah. Kugelengkan kepala tak percaya.
"Detik ini juga, tolong ceraikan aku!"
"Tidak Neng, Aa tidak akan menceraikan Neng."
"Oke, kalau begitu aku yang akan menggugat cerai." Ku akhiri pembicaraan. Bergegas kutinggalkan Kang Yana yang berusaha mengejarku.Kututup pintu kamar. Runtuh tubuh ini dibalik pintu. Air mata mulai merebak di pelupuk mata.
"Sora.... Soraya... " Teriak Kang Yana.Bab 4"Sora... Soraya... Soraya..."Suara itu terus menggema dalam ruangan. Aku terperanjat. Nafas terasa sesak. Peluh dingin membasahi seluruh tubuh. Tidur terlalu lama membuat pikiran terbawa ke alam mimpi. Apalagi tidur di sore hari.Benar kata Kang Yana saat mengisi pengajian di kampungku dua minggu lalu. Tidur sore itu dapat menyebabkan yuuritsul majnuun alias mewarisi kegilaan atau lebih jelasnya kehilangan akal.Ah, aku malah kehilangan akal setelah bersamamu Kang.Bagaimana akalku akan sehat, jika Kang Yana saja menyembunyikan banyak rahasia dariku."Hanya Neng satu-satunya wanita yang Aa cintai dan sayangi.""Hanya Neng yang akan menemani Aa hingga maut menjemput, dan kamu harus yakin, kita akan bersua kembali di akhirat."Hati wanita mana yang tak tersentuh dengan rayuan seperti itu, rayuan yang kaluar dari mulut pria berparas tampan dan meneduhkan. apalagi diucapkan saat masih hangat-hangatnya menjadi p
Bab 5Tak kudapati Kang Yana di sofa ruang tamu. Kemana kamu Kang? apa kembali ke tempat persembunyian? Dimana kamu menyembunyikan wanita itu?? Aku menerka-nerka.Kulempar bolu susu dan umbi diatas meja. maaf Kang, Aku nggak bisa menghormati laki-laki sepertimu ."Kenapa makanannya dilempar? apa kamu tidak suka?" Suara Kang Yana yang tiba-tiba berdiri dibelakangku begitu mengagetkan. Entah darimana datangnya sosok pria berbadan tinggi itu. Sorot matanya seperti ingin memarahiku, tapi tertahan.Aku hanya menggeleng menjawabnya.Marahi saja aku Kang!!Ingin sekali ku remas mukanya yang pura-pura polos itu.Aku yang berniat belajar mencintai, Kini dengan serta merta Kang Yana mengahancurkan harapan itu.Kutarik nafas sedalam mungkin. Dan menghembuskannya perlahan. Kusodorkan foto yang ditemukan tadi."Foto siapa ini Kang?"Kang Yana tak menghiraukanku. Dia
"Kalau Akang masih tidak mau mengaku, biarkan aku pergi." Aku terus berjalan lebih cepat dan sedikit berlari.Mengabaikannya yang sedang berusaha menarik tanganku, adalah cara terbaik menghindar dari semua emosi yang mulai membara. Aku segera masuk kedalam taksi online yang sudah dipesan satu jam yang lalu."Jalan Mang!" Kuluruskan pandangan kearah sopir, tanpa menghiraukan Kang Yana yang menggedor-gedor jendela mobil."Oke Teh."Kusandarkan tubuhku pada jok mobil. Rahasia Kang Yana sudah terkuak, tapi pertanyaan tentang siapa wanita-wanita itu masih terngiang dikepalaku.Dua puluh menit sampai di rumah Shena sahabatku."Kamu baik-baik saja?" Tanya Shena yang sudah menunggu didepan rumah.
Kudekati pasien wanita yang terbaring itu. Kuamati wajahnya, seperti tak asing dimata."Suci?" Gumamku. Aku semakin mendekat tak percaya."Suci?" Sekali lagi aku meyakinkan.Kutarik nafas, dan menghembuskannya kasar. Kuusap wajahku yang tak berkeringat.Ya allah"Bu,""I... Iya sus. Gimana, gimana kondisinya?""Tidak ada luka yang terlalu parah bu. Tapi, sepertinya pasien sedang hamil. Bersyukur janinnya masih bisa diselamatkan. Untuk memastikan umur janinnya nanti akan ada dokter kandungan visit kesini ya bu, Sementara sudah kusuntikan antibiotik kedalam infusan. Mohon tanda tangan disini untuk persetujuan pemberian obatnya." Penjelasan suster membuatku syok. Tanganku gemetar memegang pulpen yang diberikannya.Suci hamil? Dan aku harus menandatangani persetujuan pemeriksaan wanita dan anaknya Kang Yana?Sebenarnya, hati ini menolak untuk p
Mulutmu Suci!!! begitu lihai menghina dan meremehkan orang lain. Kudiamkan dia berceloreh tak henti. Kuputuskan untuk tak meladeni wanita seperti dia.Baru saja aku beranjak ingin menghindar darinya. Tiba-tiba dia memanggilku dengan nada tinggi."Soraya!" Seketika hening.Lalu wanita gila itu melanjutkan pembicaraannya. Ya, aku memanggilnya wanita gila. Karena tak ada wanita waras yang menyuruh suaminya menikah lagi dan...aahgrhhh..."Hmmh, mana wanita cerdas itu? Katanya cerdas, tapi begitu mudah kau dibohongi Sora, andai saja Kang Yana tidak menikahimu kau akan abadi menjadi perawan tua. Seharusnya kau bersyukur dan berterima kasih padaku."Mendengarnya berbicara sambil berteriak, membuatku ingin menjotos wajahnya. Kukepalkan tangan. Kugertakkan
Pov Suci Rahma DhanyDi Rumah Sakit Dewi HusadaKutatap wajah lelakiku yang terkulai lemah. Aku tertawa menyaksikannya yang terbaring. Sedih? Tidak. Tidak ada kesedihan sama sekali dalam hatiku. Justru sebaliknya kebencian sudah mengerak menahun dalam dada.Bertahun-tahun seluruh perhatian kucurahkan padamu Adhyana! Tapi kau selalu menampilkan sikap cuekmu padaku. Dan...kau malah memilih meminang Soraya. Jelas, hatiku marah besar.Sungguh tampan memang wajah lelaki ini. Kuelus pipinya yang sedikit berjenggot. Kucubit hidungnya meski dia tak merespon. Wajah ini selalu mengingatkanku pada kekasih sejatiku yang telah pergi tujuh tahun yang lalu."Kali ini, aku takkan membiarkanmu jatuh pada lubang yang sama Yana." Kubisikkan pada lelakiku.
Pov Suci Rahma Dhany "Yanu?" Aku terkejut, saat kulihat lelaki dengan pakaian batik berwarna navy turun dari mobil. Ku kerjapkan mata tak percaya kalau itu Yanu. Segera kudekati jendela mengintip dibalik tirai, benar ternyata itu Yanu. Brengsek!!! Jadi kau Yanu, yang mau melamar Soraya? Jadi Soraya yang kau cintai selama ini? tidak, itu tidak mungkin. Jangan sampai ini terjadi, tidak. Aku tidak rela. Perasaan gelisah dan marah berkecamuk dalam dada. Bagaimana bisa dia menyukai Soraya? Bahkan aku tak pernah memperkenalkan mereka. Kapan mereka bertemu? Degup jantungku semakin tak teratur. Saking terlalu kencang, rasanya seperti tiba-tiba ingin berhenti saja. Dengan semua s
Pov Soraya AlmahyraTujuh tahun yang lalu, seseorang mengkhitbahku. Cincinpun melingkar dijari manis kiriku. Kebahagiaan mulai menyelimuti keluargaku. Ketika karir sudah kugapai umur dua enam merupakan waktu yang tepat untuk membina rumah tangga.Adhyanuarta Nama lelaki yang selalu memujiku disetiap kita bertemu.ah, bukan setiap bertemu. Karena kami hanya beberapa kali bertemu sampai memantapkan untuk ke jenjang serius.Setelah dua hari acara khitbah, dia meminta izin padaku untuk pulang sementara ke Bandung mengurus seluruh perusahaan peninggalan ayahnya, serta menjemput sang adik yang tinggal di luar negeri.Hingga satu minggu kepergiannya tak memberi kabar padaku. Namun aku selalu yakin akan janjinya yang akan me